*

*

Ads

Minggu, 27 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 163

Hay Hay cepat menggeser kakinya dan kembali mengandalkan langkah ajaibnya untuk menghindarkan diri. Sambil menghindar, jari tangan kirinya menyentil ke arah tali-tali yang-kim sehingga terdengarlah nada-nada yang merdu!

Untuk belasan jurus lamanya, Hay Hay memperhatikan gerakan lawan. Setelah tahu bahwa dia menang jauh dalam hal kecepatan, dan bahwa langkah-langkah ajaib Jiauw-pou-poan-soan sudah cukup baginya untuk menyelamatkan diri, mulailah Hay Hay meniup sulingnya dengan satu tangan dan diapun sengaja memainkan lagu yang dinyanyikan oleh Siauw Cin!

Tangan kirinya dia pergunakan untuk kadang-kadang menangkis dan balas menotok atau menampar. Perkelahian itu terjadi dengan cepat sekali dan Siauw Cin bersama tiga orang pelayap itu memandang bengong.

Bagaimana mereka tidak akan menjadi bengong melihat betapa tubuh kedua orang pemuda itu lenyap menjadi bayangan dua sosok berkelebatan, dan terdengar suara suling ditiup melagukan nyanyian tentang murai dan bulan purnama tadi?

Can Sun Hok bukan seorang yang tidak tahu diri. Berulang kali dia dikejutkan oleh kehebatan ilmu lawan dan kini lawannya hanya menghadapinya dengan langkah-langkah ajaib itu dengan tangan kiri yang kadang menangkis atau bahkan balas menyerang, dan tangan kanan meniup suling memainkan lagu tadi!

Kalau dia tidak mengalaminya sendiri, tak mungkin dia mau percaya. Baru sekarang inilah selama hidupnya dia bertemu dengan lawan yang begini sakti, dan diam-diam diapun takluk!

Sun Hok melompat ke belakang, lalu menjura.
"Sobat, ilmu kepandaianmu sungguh berlipat kali lebih tinggi dariku. Aku mengaku kalah!" katanya tanpa malu-malu lagi.

Sikap ini membuat Hay Hay menjadi kagum dan suka sekali kepada pemuda bangsawan ini. Benar kata Jaksa Kwan.Pemuda ini adalah seorang gagah seorang yang berjiwa pendekar walaupun ilmu silatnya merupakan ilmu kaum sesat. Dengan wajah sungguh-sungguh diapun balas memberi hormat.

"Can-kongcu, harap jangan merendahkan diri. Kepandaianmu juga hebat sekali, dan maukah engkau sekarang menerimaku untuk bicara tentang gerakan kaum sesat itu?"

Sun Hok menarik napas panjang. Dia memang selalu masih ingat akan nasihat pendekar wanita Ceng Sui Cin yang pernah dianggapnya sebagai musuh besar itu. Satu-satunya jalan untuk berbakti kepada mendiang ibu kandungnya adalah melakukan perbuatan-perbuatan yang baik seperti seorang pendekar sehingga dengan perbuatan-perbuatan itu, dia seolah-olah dapat mencuci noda dan dosa ibunya yang pernah menjadi tokoh wanita sesat!

Dia kagum kepada pemuda di depannya ini, yang teramat lihai. Ingin dia bersahabat dengan pemuda ini dan tentu dia akan mendapat tambahan pengetahuan walaupun pemuda ini lebih muda darinya. Akan tetapi mengingat betapa pemuda ini pandai merayu, timbul perasaan cemburu di hatinya. Jangan-jangan pemuda ini bukan hanya berhasil menarik rasa suka dan kagumnya, akan tetapi malah menarik hati dan membuat Siauw Cin tergila-gila kepadanya!

"Tidak perlu lagi banyak bicara." katanya. " Aku pasti akan pergi menyelidiki sarang Lam-hai Giam-lo di Yunan dan untuk itu aku lebih suka bekerja seorang diri tanpa kawan."

Hay Hay maklum bahwa kehadirannya tidak dikehendaki dan diapun tahu mengapa. Dia tersenyum lalu menjura kepada tuan rumah.

"Baiklah, Can-kongcu, aku percaya akan kesanggupanmu dan aku merasa girang sekali bahwa engkau telah berjanji untuk mengulurkan tangan membantu."

Kemudian iapun menoleh ke arah Siauw Cin yang rnasih memandang dengan terheran-heran, lalu berkata dengan halus.

"Nona, jangan bersedih hati tentang murai dan bulan purnama. Kalau dua hati sudah saling mencinta, apapun dapat terjadi. Percayalah!"






Setelah berkata demikian, Hay Hay mempergunakan ilmu kepandaiannya, sekali berkelebat dia sudah lenyap dari tempat itu. Hal ini amat mengejutkan Siauw Cin dan tiga orang pelayan itu, dan amat mengagumkan hati Sun Hok.

Siauw Cin bangkit dan mendekati Sun Hok, takut-takut.
"Kongcu... apakah dia tadi itu… manusia atau setan…?”

Sun Hok memegang tangan gadis itu yang terasa dingin.
"Jangan takut, dia itu setengah manusia setengah setan. Karena itu, jangan mudah terkena rayuannya."

Siauw Cin mengerling tajam.
"Aih, Kongcu. Kau kira aku demikian mudah dirayu orang? Walaupun dia memang luar biasa, akan tetapi, bagi saya tidak ada seorangpun pria yang lebih baik daripada engkau, Kongcu."

Mereka berdua, diikuti oleh tiga orang pelayan, lalu memasuki rumah. Malam mulai larut dan hawa mulai dingin. Tiga orang pelayan langsung menuju ke kamar masing-masing di belakang, akan tetapi Siauw Cin masih berada di ruangan dalam bersama Sun Hok.

Wajah keduanya merah dan tanpa kata-kata Sun Hok menggandeng tangan wanita itu. Jari-jari tangan mereka bergetar, akan tetapi ketika Sun Hok menuntun Siauw Cin menuju ke kamarnya, gadis itu menahan diri dan menghentikan langkahnya.

Mereka berdiri saling pandang berhadapan dekat sekali. Sun Hok merasa tubuhnya gemetar dan napasnya terengah-engah. Dari pandang matanya memancar kemesraan dan permintaan, permintaan setiap orang pria yang jatuh cinta dan ingin menumpahkan semua rasa sayangnya kepada wanita yang dicintanya.

Melihat sinar mata yang biasanya hanya mengandung rasa iba dan cinta, kini mengandung berahi, Siauw Cin menundukkan mukanya, kemudian perlahan-lahan ia menggelengkan kepalanya.

"Jangan, Kongcu... jangan... sekarang…." katanya lirih.

Sun Hok mempererat pegangannya pada tangan yang masih merasa dingin itu.
"Kenapa, Siauw Cin? Aku cinta padamu, dan bukankah engkaupun cinta padaku?" bisiknya dengan suara gemetar.

Selama hidupnya, belum pernah dia berdekatan dengan wanita dan kini tiba-tiba saja timbul gairah dan hasratnya untuk tidur bersama gadis yang dicintanya ini!

Siauw Cin mengangkat mukanya dan Sun Hok melihat betapa sepasang mata itu menjadi basah,

"Saya cinta padamu, Kongcu, cinta dengan sepenuh jiwa raga saya. Akan tetapi... saya tahu dimana tempat saya, Kongcu. Engkau adalah seorang perjaka, engkau belum pernah berhubungan dengan wanita, sedangkan aku... ah, aku tidak layak. Kelak, kalau Kongcu sudah menikah, sudah mempunyai seorang isteri yang pantas mendampingimu sebagai isteri yang sah, barulah saya akan menyerahkan diri, menjadi selir, atau pelayan, atau apa saja. Tapi jangan sekarang, Kongcu….”

"Apa... apa bedanya? Apa salahnya kalau sekarang?"

"Tidak... sama sekali salah. Apa akan kata orang nanti. Engkaulah yang akan malu... ah, mengertilah, Kongcu. Saya cinta padamu, dan biarlah sementara ini saya menjadi pelayanmu. Kelak saja, kalau Kongcu sudah beristeri, kalau Kongcu masih menghendaki diriku, diriku ini bukan untuk pria lain, sampai saya mati, kecuali hanya untukmu, Kongcu…."

Gadis itu menarik tangannya, lalu berlari sambil terisak menuju ke kamarnya, di bagian belakang.

Sun Hok berdiri termenung seperti patung. Dia sungguh bingung, tidak mengerti akan sikap gadis itu. Akan tetapi dia tidak menyesal, bahkan merasa lega bahwa gadis itu menolaknya. Bukan menolak karena tidak mau atau tidak cinta, melainkan karena gadis itu ingin menjaga nama baiknya, dan gadis itu sungguh tahu diri. Ah, adakah wanita lain seperti Siauw Cin di dunia ini?

Cjnta memang sesuatu yang aneh. Cinta dapat melanda hati siapapun juga, pria atau wanita, tua atau muda, kaya atau miskin, pintar atau bodoh, bahkan seorang wanita yang dicap sebagai wanita pengobral cinta, seorang pelacur tidak terluput dari serangan cinta.

Cinta yang lain daripada yang dijualnya untuk ,mencari uang, atau karena terpaksa, atau karena kebutuhan jasmani maupun batin. Cinta yang satu ini lain lagi. Cinta yang satu ini meniadakan kepentingan diri pribadi, melainkan mementingkan kepentingan orang yang dicintanya.

Seorang pelacur adalah seorang yang sedang menderita sakit, seperti para penyeleweng dan pelanggar hukum dan susila lainnya, seperti pencuri, penjahat dan sebagainya. Sedang sakit. Bukan badannya yang sakit, melainkan batinnya. Dan orang yang sakit, baik sakit badan maupun sakit batin, dapat sembuh, dapat pula kambuh, tergantung dari pemeliharaan batin itu selanjutnya.

Karena itu, mencemooh dan merendahkan orang yang sedang dilanda sakit, baik badan maupun batinnya, adalah suatu perbuatan yag tidak patut dan tidak terpuji. Seyogianya mengulurkan tangan, memberi jalan keluar, memberi pengobatan. Harus selalu diingat bahwa yang sakit, baik sakit badan maupun batin dapat sembuh sama sekali, sebaliknya yang sedang sehat, baik badan maupun batinnya, sekali waktu dapat saja jatuh sakit!

Seperti juga penyakit badan, maka penyakit batin timbul dari berbagai macam sebab dan keadaan. Mungkin juga seperti badan yang lemah, batin dapat pula lemah sehingga mudah terserang penyakit. Olahraga menguatkan badan sehingga tak mudah diserang penyakit, juga olah batin menguatkan batin sehingga tidak mudah diserang penyakit pula.

Olah batin adalah perenungan tentang kehidupan, tentang kebenaran, tentang kemanusiaan, tentang Tuhan Maha Kasih! Berbahagialah orang yang dapat menjaga kesehatan badan dan batinnya, karena keduanya haruslah seimbang. Kalau sampai sakit salah satu, maka yang lain akan terpengaruh dan kebahagiaan tak mungkin dapat dirasakan lagi.

**** 163 ****
Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar