*

*

Ads

Minggu, 27 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 162

"Memang kita tidak pernah saling jumpa, Can-kongcu. Namaku Hay Hay dan karena aku mendengar bahwa engkau adalah seorang pendekar muda yang berilmu tinggi, maka hatiku tertarik sekali dan aku ingin sekali datang berkunjung dan berkenalan denganmu."

Sun Hok mengerutkan alisnya. Dia tidak mengenal nama Hay Hay, dan pula saat itu dia sama sekali tidak ada keinginan untuk berkenalan dengan orang lain, apalagi dia belum tahu orang macam apa adanya pemuda yang mengaku bernama Hay Hay ini.

"Akan tetapi, aku tidak ingin berkenalan denganmu, dan aku tidak mempunyai waktu. Sobat, harap engkau pergi dan jangan mengganggu kami. Pula, di malam hari seperti ini bukan waktunya orang berkunjung untuk berkenalan." Suaranya masih halus, namun nada suara itu jelas mengusir!

"Can-kongcu, ketahuilah bahwa aku datang untuk bicara denganmu tentang gerakan persekutuan kaum sesat yang dipimpin oleh Lam-hai Giam-lo. Kukira sudah menjadi kewajiban seorang pendekar seperti Kongcu ini untuk bangkit dan menentang persekutuan jahat yang amat berbahaya bagi keamanan hidup rakyat jelata. Maukah engkau menerimaku sebagai seorang sahabat dan kita bicara tentang itu?"

"Hemm, apakah. engkau seorang pendekar?" tanya Can Sun Hok, suaranya agak memandang rendah dan mengejek.

Hay Hay tertawa dan merasa lucu. Dia sendiri belum pernah bertanya apakah dia seorang pendekar, maka begitu ada yang bertanya secara demikian langsung, dia merasa lucu.

"Entahlah, aku sendiri tidak tahu, Kongcu. Akan tetapi setidaknya aku merasa penasaran dan ingin menentang gerakan yang dipimpin oleh Lam-hai Giam-lo."

Tiba-tiba Siauw Cin yang sejak tadi hanya mendengarkan saja, berkata kepada Sun Hok,

"Can-kongcu, agaknya Kongcu yang datang ini membawa berita amat penting. Lam-hai Giam-lo adalah seorang yang menyuruh anak buahnya untuk menculik aku, apakah Kongcu tidak merasa tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang dia?”

Mendengar ini, Hay Hay lalu membalikkan tubuhnya menghadapi Siauw Cin dan pandang matanya penuh kagum.

"Sungguh berbahagia sekali mataku dapat melihat seorang gadis secantik bidadari seperti Nona, telingaku mendengar nyanyian sorga seperti yang Nona nyanyikan tadi, dan kini mendengar pula pendapat yang amat bijaksana. Sukarlah di dunia ini mencari seorang gadis kedua sehebat Nona. Harap jangan sebut aku Kongcu, karena aku hanyalah seorang pemuda pengelana biasa saja, Nona yang mulia."

Sepasang mata itu terbelalak dan Siauw Cin memandang kepada Hay Hay, tersenyum lebar, lalu menutup kembali mulutnya, mukanya menjadi kemerahan. Bukan main pemuda ini. Kata-katanya demikian penuh madu, manis merayu dan baru sekarang ia merasa dipuji-puji orang sampai ke langit ke tujuh, bukan sekedar rayuan seorang laki-laki yang tergila-gila karena nafsu. Dan ada sesuatu pada pandang mata pemuda itu yang membuatnya tiba-tiba menjadi lemah, tunduk dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

"Kalau begitu, engkau tentu seorang Taihiap (Pendekar Besar), dan harap jangan sebut aku Nona yang mulia, Taihiap, karena aku hanyalah seorang pelayan yang hina dan setia dari Can-kongcu." katanya merendah dengan suara merdu.

"Nona, engkau bukan seorang pelayan yang setia, akan tetapi juga seorang gadis secantik bidadari yang mencinta majikannya dengan segenap badan dan nyawa……"

"Hei, orang asing! Tutup mulutmu dan lekas pergi dari sini!" bentak Sun Hok yang mukanya merah sekali mendengar ucapan Hay Hay itu.

Akan tetapi, anehnya Siauw Cin menengahi dan berkata kepada majikannya.
"Kongcu, biarkan dia bicara. Saya kira dia ini seorang yang jujur dan baik, tidak berniat buruk "

"Ha-ha, engkau sungguh seorang gadis yang berpenglihatan tajam, Nona manis. Jangan khawatir, pria manapun yang kejatuhan cintamu, sudah pasti akan membalasnya, karena pria mana di dunia ini yang tidak akan tergila-gila kepada seorang gadis secantik engkau?"

Sun Hok tak dapat menahan kemarahannya lagi. Wuuut! Dia sudah meloncat dan berdiri berhadapan dengan Hay Hay.

"Keparat! Apakah engkau datang sengaja hendak menantang aku? Hay Hay, kalau itu namamu, tidak perlu engkau merayu Siauw Cin, akan tetapi hadapilah aku sebagai laki-laki kalau memang engkau mencari keributan disini!"

“Kongcu... jangan…! Jangan memusuhinya, aku yakin bahwa dia seorang yang baik hati."






Siauw Cin yang sudah berada dalam kekuasaan Hay Hay yang mempengaruhi dengan sihirnya itu, kini memegang lengan Sun Hok dan berusaha menarik pemuda itu mundur dan jangan menyerang Hay Hay.

Hay Hay tersenyum dan melepaskan kekuatan sihirnya. Ketika kekuasaan sihir itu lenyap, tiba-tiba Siauw Cin menyadari betapa ia memegangi lengan itu dan melangkah mundur dengan bingung.

"Can-kongcu, agaknya Nona pelayanmu itu lebih pandai menilai orang. Percayalah, aku datang bukan untuk memusuhimu atau membikin ribut. Melainkan untuk bicara denganmu mengenai gerakan kaum sesat yang dipimpin Lam-hai Giam-lo. Kongcu, kapan lagi engkau akan berbakti kepada nusa dan bangsa, akan mempergunakan kepandaianmu demi kepentingan rakyat kalau tidak sekarang?"

Akan tetapi Sun Hok sudah marah sekali. Pemuda ini perayu besar dan sungguh lancang sekali bicara tentang cinta dalam hati Siauw Cin terhadap dirinya, bahkan menyinggung cintanya terhadap gadis itu. Bagaimana begitu muncul pemuda ini dapat menduga dengan tepat isi hatinya dan isi hati Siauw Cin?

"Baiklah, akan tetapi aku harus melihat dulu orang macam apa yang hendak bicara dengan aku tentang pembelaan terhadap rakyat. Apakah engkau benar seorang pendekar ataukah hanya seorang laki-laki yang lancang mulut dan pandai merayu. Nah, majulah dan mari kita main-main sebentar, ingin aku melihat kelihaian tangan kakimu. Bukan sekedar mulutmu!"

Setelah berkata demikian, Can Sun Hok sudah menerjang ke depan, mengirim serangan dengan kedua tangan terbuka. Tangan kirinya mencengkeram ke arah muka Hay Hay sedangkan tangan kanannya yang juga terbuka, dari bawah menusuk ke arah perut.

Serangan pertama ini untuk menarik perhatian sedangkan tangan kanan yang merupakan serangan inti. Serangan ini berbahaya sekali dan sekali pandang saja maklumlah Hay Hay bahwa pemuda ini memiliki dasar ilmu silat golongan sesat yang sifatnya curang dan kejam, juga amat berbahaya, tidak memperhatikan segi keindahan, melainkan segi hasilnya walaupun curang dan kejam sekalipun.

"Hemmm, bagus!" teriaknya dan dengan lincahnya diapun mengelak.

Dengan langkah Jiauw-pou-poan-soan, berputar-putaran, dia dapat mengelak dengan mudah dan walaupun lawannya menyusulkan serangan bertubi-tubi sampai tujuh jurus berantai, tetap saja semua serangan tidak dapat menyentuhnya.

Jiauw-pou-poan-soan adalah langkah ajaib berputaran yang dipelajari Hay Hay dari See-thian Lama, berdasarkan ilmu langkah perbintangan ditambah ketinggian ilmu gin-kang (meringankan tubuh). Jangankan hanya satu orang, biar ada sepuluh orang mengepung dan mengeroyoknya, dengan senjata sekalipun, tidak akan mudah dapat mengenai tubuh Hay Hay kalau dia memainkan ilmu langkah ajaib ini.

Tentu saja Can Sun Hok menjadi terkejut dan juga penasaran sekali. Serangannya itu bertubi-tubi dan cepat sekali karena dia ingin cepat merobohkan lawan ini, akan tetapi sedikitpun tidak pernah menyentuh tubuh lawan yang selalu lenyap pada saat serangannya tiba, seperti menyerang bayangan setan saja.

"Pengecutt jangan lari saja. Balaslah menyerang kalau engkau mampu!" bentak Can Sun Hok dengan marah karena dia merasa penasaran dan merasa dipermainkan.

"Sabarlah, Can-kongcu. Kita bukan bermusuhan, melainkan hanya main-main untuk menguji kepandaian dan saling berkenalan, ingat?"

Sun Hok semakin penasaran karena selain dapat terus mengelakkan semua serangannya, lawan itu masih sempat pula bicara dengan nada berkelakar! Diapun teringat akan ilmu pukulan baru yang sudah dikuasainya selama tiga tahun ini, yaitu yang dipelajarinya dari kitab peninggalan ibu kandungnya.

Tiba-tiba dia menggerakkan kedua tangannya, menggosok kedua telapak tangannya sambil mengerahkan tenaga dan menahan napas dan kini, begitu dia menggerakkan kedua tangannya untuk menyerang lagi, Hay Hay mencium bau harum dari kedua telapak tangan itu, sambaran tangan kiri dapat dielakkan, akan tetapi bau wangi menyambar hidungnya membuat pandang matanya berkunang.

"Ihhh…!"

Hay Hay cepat menguasai dirinya dan menangkis lengan kanan lawan yang menghantam dadanya, sambil mengerahkan tenaganya. Baru .sekali ini dia menangkis karena sudah tidak sempat mengelak ketika bau harum itu membuat matanya berkunang.

"Dukk!" Akibat benturan kedua lengan ini, tubuh Sun Hok terhuyung ke belakang.

Pemuda ini terbelalak. Bukan main kuatnya lengan lawan yang menangkisnya tadi dan mulailah dia menyadari bahwa Hay Hay bukan sekedar pemuda yang lihai mulutnya, akan tetapi lihai pula ilmu silatnya dan memiliki tenaga sinkang yang luar biasa kuatnya. Hal ini selain mendatangkan rasa penasaran, juga menimbulkan kegembiraan hatinya untuk menguji kepandaiannya dengan sungguh-sungguh.

Karena tahu bahwa lawan lihai, dia berani mengerahkan seluruh kepandaiannya dan tenaganya. Kini dia menghujankan serangan dengan Ilmu Pukulan Siang-tok-ciang (Tangan Racun Wangi) yang amat hebat itu.

Akibat dari ilmu ini, di sekeliling tempat itu, tercium bau wangi, akan tetapi anehnya, Siauw Cin dan tiga orang pelayan yang menonton perkelahian dan mencium bau wangi ini menjadi pening dan terpaksa mereka menjatuhkan diri duduk di atas rumput! Demikian hebatnya pengaruh hawa beracun itu. Apalagi kalau sampai terkena pukulan tangan yang mengandung hawa beracun itu!

Hay Hay juga terkejut dan makin yakinlah hatinya bahwa biarpun pemuda ini seorang bangsawan dan oleh Jaksa Kwan dianggap sebagai seorang pendekar, namun jelas bahwa pemuda ini menerima pendidikan dari datuk sesat melihat dari ilmu-ilmunya yang sesat dan kejam.

Dia harus mengumpulkan hawa murni untuk melawan hawa beracun berbau wangi itu dan melihat betapa gerakan ilmu silat lawan itu cukup cepat dan berbahaya, Hay Hay lalu mengeluarkan ilmu-ilmunya dari Ciu-sian Sin-kai, yaitu Ciu-sian Cap-pek-ciang (Delapan Belas Jurus Ilmu Silat Dewa Arak).

Begitu dia mainkan ilmu ini, Sun Hok menjadi bingung. Gerakan Hay Hay indah akan tetapi juga aneh, seperti gerakan orang mabok, akan tetapi setiap tangannya bergerak, ada hawa pukulan yang amat dahsyat dan biarpun untuk serangan jurus pertama dia masih mampu mengelak dan bertahan, ketika Hay Hay menyerangnya lagi dengan jurus ke dua, biarpun Sun Hok berusaha menangkis dengan kedua lengannya, tetap saja dia terdorong sampai lima langkah, terhuyung dan hampir roboh!

"Cukuplah sudah kita bermain-main, Can-kongcu?" Hay Hay berkata, tersenyum ramah, sama sekali tidak mengejek.

"Belum!" bentak Sun Hok, "Mari kita mencoba kelihaian dalam hal mempermainkan senjata!"

Berkata demikian, dia lalu memegang suling dengan tangan kiri dan yang-kim dengan tangan kanan! Melihat ini, Hay Hay terbelalak. Baru sekarang dia melihat lawan yang menggunakan suling dan yang-kim sebagai senjata. Dia sendiri suka mempergunakan sulingnya sebagai senjata, walaupun hal ini jarang sekali dia lakukan. Melihat betapa pemuda itu menggunakan alat musik sebagai senjata, Hay Hay juga mencabut sulingnya dan menghadapi Sun Hok sambil tersenyum lebar.

"Wah, kita ini mau main silat ataukah mau main musik?" tanyanya.

Sun Hok menjawab dengan serangannya. Sulingnya meluncur dan terdengarlah suara mengaung ketika suling itu menusuk dada seperti sebatang pedang dan memang dia memainkan ilmu pedang yang baru dipelajarinya dari kitab lama. Ilmu pedang ini dinamakan Kwi-ong-kiam-sut (Ilmu Pedang Raja Iblis), peninggalan dari kakek gurunya, Si Raja Iblis. Sementara itu, yang-kim di tangan kanannya juga menyambar ke arah kepala lawan.

Hay Hay terkejut lagi. Ilmu pedang yang dimainkan dengan suling dari pemuda bangsawan itupun hebat sekali, bukan seperti ilmu pedang biasa. Diapun menggerakkan tubuhnya mengelak dan membalas tusukan pedang dari samping ke arah pundak kanan. Namun yang-kim itu bergerak menangkis suling dan kembali suling di tangan kiri Sun Hok sudah membabat, sekali ini membabat pinggang sambil mengeluarkan suara mengaung yang menyeramkan.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar