*

*

Ads

Minggu, 27 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 161

Demikianlah keadaan Can Sun Hok yang namanya disinggung oleh Jaksa Kwan kepada Hay Hay, bahkan Jaksa Kwan minta kepada Hay Hay agar suka berkenalan dengan Sun Hok dan membujuknya agar suka pula turun tangan bersama para pendekar menentang gerakan yang dipimpin oleh datuk sesat Lam-hai Giam-lo.

Gadis bernama Siauw Cin itulah gadis penghibur yang dipergunakan Jaksa Kwan untuk memancing keluar Sun Hok. Dialah yang menyuruh orang-orangnya menyamar sebagai utusan Lam-hai Giam-lo membeli gadis itu dan memaksanya pergi naik perahu, tepat pada saat Sun Hok mengail ikan di sore hari itu.

Memang pancingannya berhasil membuat Sun Hok turun tangan menyelamatkan gadis itu. Akan tetapi agaknya tidak sampai menggerakkan hati pemuda itu untuk menentang orang yang disebut oleh gadis itu sebagai bengcu yang menyuruh orangnya memaksa ia pergi, yaitu Lam-hai Giam-lo. Menurut penyelidikan Jaksa Kwan, Sun Hok kini bahkan mengambil gadis itu menjadi pelayan!

Setelah satu bulan tinggal di dalam rumah Can Sun Hok, memasak dan membantu nenek pengurus rumah tangga, setiap hari bertemu dengan pemuda itu, Siauw Cin mengalami dan menghadapi sesuatu yang membuat ia kadang-kadang merasa menjadi orang paling berbahagia di dunia ini, akan tetapi kadang-kadang membuat ia gelisah bukan main, khawatir, bingung dan tidak tahu harus berbuat apa!

Ia melihat dengan jelas betapa pemuda itu bukan hanya kasihan kepadanya, melainkan jatuh cinta! Ya, ia tahu benar akan hal itu. Pemuda yang menjadi majikannya itu, pemuda bangsawan kaya raya yang alim, tampan, gagah dan memiliki ilmu kepandaian tinggi seperti seorang pendekar perkasa, ternyata telah jatuh cinta padanya! Belum pernah Sun Hok menyatakan cintanya dengan kata-kata, namun pernyataan cinta kasih itu jelas nampak oleh Siauw Cin melalui sinar matanya, melalui getaran suaranya.

Belum pernah ada pria apalagi seperti Sun Hok, yang mencintanya seperti itu. Para pria yang pernah menguasai dan menggaulinya hanya mencinta tubuhnya saja, cinta nafsu yang akan musnah setelah terpuaskan, seperti mendung tebal lenyap sehabis hujan lebat. Tentu saja ia merasa berbahagia bukan main.

Akan tetapi, di dalam kebahagiaannya ini timbul rasa cemas dan gelisah karena iapun mendapat kenyataan yang meyakinkan bahwa ia sendiri juga jatuh cinta kepada Can Sun Hok! Hal inipun selama hidupnya belum pernah dirasakan! Dan justeru cintanya inilah yang membuat ia merasa gelisah bahwa pemuda itu jatuh cinta padanya.

Can Sun Hok, seorang pemuda bangsawan kaya raya, selama hidupnya belum pernah bergaul dengan wanita, hal ini ia yakin benar, seorang pendekar gagah perkasa, pendeknya, seorang pemuda pilihan. Dan ia? Seorang bekas wanita penghibur! Gadis bukan perawan lagi yang sudah digauli banyak pria! Seorang bekas pelacur tingkat tinggi atau mahal! Betapa mungkin ia membiarkan pria yang dicintanya, dipuja dan dikaguminya itu sampai terikat dengan seorang perempuan seperti dirinya. Kasihan Can Sun Hok! Tidak, ia tidak boleh membiarkan hal itu terjadi! Inilah yang membuat ia kadang menangis di tengah malam dan di dalam batinnya terjadi perang hebat.

Sun Hok memang tidak pernah menyatakan cintanya lewat kata-kata. Akan tetapi sikapnya terhadap Siauw Cin bukan sikap seorang majikan terhadap pelayannya. Sering ia mengajak Siauw Cin memancing ikan di tepi sungai dan memasak ikan itu di situ juga, untuk dimakan bersama. Juga, segera setelah ia tahu bahwa Siauw Cin pandai bermain musik, bernyanyi dan menari, iapun sering bermain suling dan yang-kim bersama gadis itu.

Kadang-kadang dia bermain yang-kim dan Siauw Cin meniup suling atau sebaliknya, atau dia bermain yang-kim mengiringi Siauw Cin menyanyi atau menari. Hubungan mereka itu, kalau dilihat orang lain, seperti hubungan antara sahabat atau saudara saja, bukan seperti majikan dengan pelayannya.

Tiga orang pelayan tua itupun bukan orang yang tidak berpengalaman. Mereka tahu bahwa majikan mereka jatuh cinta kepada pelayan baru itu. Dan mereka bertigapun sayang kepada Siauw Cin yang memiliki watak yang halus dan rendah hati. Bahkan Siauw Cin juga mengaku siapa dirinya kepada mereka, mengaku bahwa dahulunya adalah seorang wanita penghibur yang kini sudah bersumpah meninggalkan cara hidup yang dahulu.

Tiga orang pelayan tua itu maklum pula bahwa majikan mereka terlalu tinggi kedudukannya, dan bahwa Siauw Cin bukan pasangan yang cocok untuk menjadi calon isteri. Akan tetapi apa salahnya kalau menjadi seorang selirnya? Tentu saja mereka tidak berani mencampuri dan mereka hanya ikut bergembira melihat betapa terjadi perubahan dalam kehidupan Sun Hok. Kini, baru sebulan setelah Siauw Cin berada di situ, Sun Hok menjadi periang, wajahnya selalu berseri, makannya banyak, suka bermain musik dan pakaiannya juga menjadi rapi, tubuhnya menjadi agak gemuk! Bahkan lenyap sudah sifat suka termenung semenjak kematian Wa Wa Lobo.

Pada suatu malam bulan purnama. Malam belum larut dan bulan purnama baru muncul, menerangi permukaan bumi. Malam itu dimulai indah sekali. Udara sejuk, angin hanya bersilir lembut, di musim semi taman penuh bunga semerbak mengharum. Sun Hok mengajak Siauw Cin bermain suling dan yang-kim di dalam taman mereka, di samping gedung. Bahkan tiga orang pelayan tua diajak pula menikmati malam bulan purnama indah disitu. Mereka hanya duduk di atas tikar yang dibentangkan diatas petak rumput yang tebal dan lunak, dekat kolam ikan. Anggur dan kueh-kueh dihidangkan.






Melihat bulan purnama, Siauw Cin menarik napas panjang. Hal ini nampak oleh Sun Hok.

"Eh, bulan purnama demikian indah, mengapa engkau malah menghela napas panjang. Siauw Cin?" tanyanya.

"Apakah Kongcu tadi melihat seekor burung kecil terbang melayang disana?"

Siauw Cin menunjuk ke arah bulan, Sun Hok menggeleng kepala akan tetapi nenek pelayan bilang bahwa ia tadi ada melihatnya, seekor burung kecil.

"Saya pernah melihat burung kecil terbang melayang di bawah sinar bulan purnama dan saya mempunyai sebuah lagu untuk itu, Kongcu."

"Bagus! Nyanyikan lagu itu untuk kami, Siauw Cin!" kata Sun Hok dengan gembira.

"Ah, nyanyian itu tidak menggembirakan, tentang kisah burung murai yang malang."

"Tidak mengapa, kalau engkau yang menyanyikan tentu indah."

Melihat Siauw Cin meragu, tiga orang pelayan yang terbawa oleh kegembiraan suasana, ikut pula membujuk. Akhirnya gadis itu pun menurut.

"Biar kumainkan lagunya beberapa kali dengan suling agar Kongcu dapat mengenalnya dan kalau sudah dapat, nanti Kongcu dapat mengiringi saya bernyanyi dengan memainkan yang-kim." katanya.

Sun Hok mengangguk gembira dan gadis itupun mulai meniup suling. Suara suling mengalun lirih, indah sekali dan ternyata lagunya sederhana saja sehingga baru memainkan tiga empat kali saja, Sun Hok yang memang berbakat sudah dapat menghafalnya.

"Sekarang coba dengarkan aku memainkan lagu itu dengan yang-kim. Kalau sudah benar, baru engkau bernyanyi dan aku mengiringimu dengan yang-kim."

Sun Hok lalu memainkan yang-kimnya dan ternyata memang dia sudah dapat hafal sehingga permainannya indah, dipuji oleh Siauw Cin dan tiga orang pelayannya.

"Nah, sekarang nyanyikanlah lagu itu, tentang murai itu, aku akan mengiringi dengan yang-kim." kata Sun Hok gembira.

Kemudian, diantara suara berkencringnya yang-kim yang bening, terdengarlah suara merdu dari mulut Siauw Cin, dengan kata-kata yang indah pula, didengarkan penuh perhatian oleh Sun Hok dan tiga orang pelayannya.

“Burung murai terbang melayang
ingin mencapai bulan di awang-awang
murai betina bodoh janganlah mimpi
sang bulan bagimu terlalu tinggi!
Murai melihat bulan purnama di air telaga
ia meluncur mengejar dan tenggelam binasa
habislah kisah murai dan bulan purnama!"

Tiga orang pelayan itu bertepuk tangan memuji. Memang indah sekali suara Siauw Cin, dan diiringi yang-kim yang dipetik dengan mahirnya oleh jari tangan Sun Hok, merupakan lagu yang amat indah. Namun, Sun Hok tidak bertepuk tangan dan memandang kepada Siauw Cin yang menundukkan mukanya. Gadis itu nampak berduka.

Tiba-tiba terdengar suara orang.
"Hebat, sungguh nyanyian yang amat merdu dan indah, diiringi yang-kim yang hebat pula. Mengagumkan sekali!"

Sun Hok cepat mengangkat muka memandang dan ternyata di pintu gerbang taman itu telah berdiri seorang pemuda. Seorang pemuda yang usianya sebaya dengannya, wajahnya tampan dan menarik karena wajah itu selalu dihias senyum ramah, dengan sepasang mata yang bersinar sehingga wajah itu nampak berseri selalu. Kepalanya tertutup sebuah caping lebar .

"Murai betina jelita
kembalilah ke dunia
banyak murai jantan perkasa
menantimu dengan hati cinta!"

Pemuda bercaping lebar itu bernyanyi, lagunya mirip dengan yang dinyanyikan Siauw Cin tadi, dan memang dia pandai sekali bernyanyi untuk mengimbangi lagu tadi, suaranya pun merdu sehingga tiga orang pelayan tua yang sedang bergembira itupun bertepuk tangan.

Diam-diam Siauw Cin juga memuji pemuda itu karena sebagai seorang ahli, ia tahu bahwa pemuda yang baru datang ini memiliki bakat yang amat baik untuk membuat sajak dan bernyanyi seketika untuk mengimbangi nyanyiannya tadi. Bahkan nyanyian itu merupakan hiburan bagi Si Murai betina agar jangan mengharapkan terlalu jauh, melainkan kembali kepada kenyataan bahwa murai betina itu jodohnya murai jantan bukan bulan purnama!

Akan tetapi, Sun Hok mengerutkan alisnya. Dia tidak mengenal orang ini, dan tahu-tahu orang ini berada di pintu gerbang taman rumahnya, tanpa ijin, masuk begitu saja, bahkan lancang mulut ikut pula bernyanyi! Diapun bangkit berdiri dan dengan perlahan dia lalu melangkah maju.

Mereka berhadapan, dalam jarak tiga meter, saling pandang seperti saling menyelidiki. Pemuda bercaping lebar itu masih tersenyum dan wajahnya berseri, mengajak bersahabat. Akan tetapi Sun Hok mengerutkan alisnya, penuh kecurigaan.

"Siapakah engkau dan mau apa engkau datang mengganggu kami?" tanya Sun Hok sambil memandang tajam.

Pemuda bercaping lebar itu bukan lain adalah Hay Hay. Selain menerima anjuran Jaksa Kwan untuk berkenalan dengan pemuda yang menurut jaksa itu memiliki ilmu kepandaian tinggi, diapun datang berkunjung pada malam hari itu. Malam belum larut, dan terang bulan. Ketika dia lewat di depan istana kuno itu, dia mendengar suara nyanyian tadi. Tentu saja hatinya tertarik bukan main dan dia pun segera melangkah dan mendekati taman, mengintai dan mendengarkan.

Melihat gadis cantik manis itu, diapun teringat akan cerita Kwan-taijin tentang gadis panggilan dari kota raja yang dipergunakan sebagai umpan agar pemuda yang bernama Can Sun Hok itu keluar dan timbul semangatnya untuk menentang persekutuan kaum sesat yang digerakkan oleh Lam-hai Giam-lo.

Akan tetapi, pemuda itu tetap acuh, demikian kata Jaksa Kwan. Dan kini, melihat keadaan pemuda itu, dan mendengarkan nyanyian merdu gadis itu, Hay Hay dapat menduga apa yang telah terjadi! Kiranya gadis itu agaknya jatuh cinta kepada penolongnya, kepada pemuda itu. Dan begitu dia berhadapan dan saling pandang dengan pemuda itu, diapun tidak menyalahkan gadis itu.

Memang seorang pemuda yang tampan dan gagah, pantas untuk dicinta seorang gadis cantik yang bagaimanapun juga. Akan tetapi, diapun teringat bahwa gadis cantik yang bernyanyi ini hanya seorang gadis penghibur, yang tentu saja seperti isi nyanyiannya, merasa tidak sepatutnya berjodoh dengan seorang pemuda bangawan seperti Can Sun Hok. Gadis itu mengumpamakan dirinya seekor murai betina yang merindukan bulan! Sungguh kasihan.

Mendengar teguran Sun Hok yang kelihatan tidak senang itu, Hay Hay tersenyum dan dia memberi hormat dengan bersoja, yaitu mengangkat kedua tangan ke depan dada dengan tubuh agak dibungkukkan.

"Maaf kalau aku mengganggu. Terus terang saja, aku datang untuk bertemu dan bicara dengan seorang Kongcu yang bernama Can Sun Hok."

Sun Hok mengamati wajah yang agak tersembunyi di bawah caping itu dengan penuh perhatian. Hay Hay sengaja menurunkan capingnya sehingga tergantung di punggungnya dan wajahnya nampak jelas. Sun Hok kagum. Wajah seorang pemuda yang tampan, gagah dan ramah sekali, bukan wajah penjahat.

Akan tetapi hatinya tetap merasa tidak senang karena dia merasa terganggu. Lenyaplah kegembiraan yang dirasakannya ketika dia hanya bersama Siauw Cin dan tiga orang pelayannya tadi. Hilanglah suasana meriah dan suasana santai.

"Akulah Can Sun Hok, akan tetapi aku tidak pernah mengenalmu!" katanya, tidak ramah untuk memperlihatkan kekesalan hatinya.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar