*

*

Ads

Rabu, 04 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 029

“Maaf, suhu, subo dan sumoi. Teecu harap agar suhu dan subo tidak terlalu menekan sumoi dan agar urusan perjodohan itu dihabiskan sampai disini saja. Sumoi memang benar. Perjodohan hanya dapat dilakukan kalau ada cinta kasih kedua pihak. Teecu yang tidak tahu diri, berani lancang mencinta sumoi. Oleh karena itu, suhu dan subo, maafkan teecu dan sebaiknya kalau Kwan-im Po-kiam ini teecu kembalikan kepada suhu dan subo, sebagai tanda bahwa tidak ada lagi ikatan perjodohan antara sumoi dan teecu."

Dengan kedua tangannya, pemuda itu menyerahkan pedang pusaka itu kepada kedua orang gurunya. Siangkoan Ci Kang terpaksa menerima pedang itu dengan kedua tangan pula, menarik napas panjang lalu berkata kepada muridnya.

"Han Siong, engkaulah yang harus dapat memaafkan kami berdua. Kami terlalu terburu-buru mengikatkan tali perjodohan antara anak kami dan engkau, sama sekali tidak menyangka bahwa akan timbul penolakan dari pihak puteri kami. Engkau benar, memang sebaiknya kalau ikatan jodoh itu diputuskan. Kalau memang Tuhan menghendaki kalian berjodoh, kelak tentu kalian akan dapat saling mencinta. Andaikata tidak, itu berarti bahwa memang Tuhan tidak menghendaki kalian menjadi suami isteri."

"Han Siong, keputusanmu ini bijaksana sekali dan engkau kembali telah memperlihatkan kebaktianmu terhadap kami. Dengan kebijaksanaanmu ini engkau telah membebaskan guru-gurumu dari keadaan yang tidak enak. Terima kasih, Han Siong." kata subonya sambil tersenyum dengan hati terharu.

Nyonya ini melihat betapa muridnya amat budiman dan alangkah akan bahagia rasa hatinya kalau puterinya mau menjadi isteri Han Siong!

Bi Lian bertepuk tangan, wajahnya penuh senyum dan berseri gembira, kemudian, dengan sikap manja dan lincah, iapun menghadapi Han Siong dan memberi hormat dengan merangkapkan kedua tangan di dadanya.

"Bagus, bagus! Akupun berterima kasih sekali kepadamu, suheng! Nah, kau lihat, keputusanmu ini membuat engkau menjadi pahlawan dalam keluarga kami! Ayah dan ibu terbebas dari perasaan tidak enak, akupun merasa bebas dari ikatan kebaktian yang kulanggar, dan aku dapat menghadapi dan memandangmu dengan wajar sebagai seorang sumoi terhadap suhengnya yang baik hati! Terima kasih, suheng."

Biarpun wajah pemuda itu tidak memperlihatkan sesuatu, namun sesungguhnya hatinya seperti diremas-remas. Dia tidak menyalahkan suhu dan subonya, tidak menyalahkan sumoinya, melainkan menyesali diri sendiri. Memang nasib dirinya yang buruk dan sial, sejak ia dilahirkan. Betapapun juga, dalam hal ini dia merasa bahwa dia yang bersalah karena lemah. Kenapa dia begitu mudah jatuh cinta? Andaikata dia tidak jatuh cinta kepada Bi Lian, maka pembatalan ikatan jodoh ini tentu tjdak menyakitkan hatinya benar.

Cinta kita bergelimang nafsu. Karena itu selalu mendatangkan suka duka, puas kecewa, nikmat sengsara. Cinta kita menumbuhkan ikatan, mencjptakan belenggu. Cinta kita seperti jual beli di pasar. Kita membeli dengan pengorbanan diri, kesetiaan, penyerahan, untuk mendapatkan yang lebih menguntungkan, lebih menyenangkan, yaitu kesetiaannya, pengorbanannya, penyerahan dirinya, kesenangan-kesenangan yang kita nikmati darinya. Kalau semua itu tidak terdapat oleh kita sebagai "imbalan", maka cinta kitapun menguap ke udara dan tidak berbekas lagi, bahkan kadang kala berubah menjadi benci.

Cinta kita selalu menyembunyikan pamrih demi kesenangan diri sendiri. Adakah cinta tanpa pamrih? Adakah cinta yang tidak mengandung pengajaran kepentingan diri sendiri? Adakah cinta yang tidak menimbulkan ikatan, yang memberi kebebasan? Dapatkah kita manusia memiliki cinta kasih seperti jtu?

Han Siong menderita akibat dari pada cinta seperti itu. Dia mencinta, tentu saja dengan pamrih agar yang dicintanya itupun membalas cintanya, menjadi miliknya. Ketika ternyata bahwa gadis yang dicintanya itu tidak membalas cintanya, tidak mau menjadi miliknya, maka hatinyapun kecewa, malu dan timbullah duka.

"Sumoi, harap jangan terlalu memujiku. Aku telah membuat suhu, subo, dan sumoi rmerasa tidak enak saja. Salahku sendiri karena sesungguhnya akulah yang tidak tahu diri."

"Han Siong, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Engkau hanya mentaati permintaan kami saja, dan kami yang sesungguhnya bersalah." kata Siangkoan Ci Kang.






"Jangan putus asa, Han Siong. Bagaimanapun juga, Bi Lian hanya terkejut karena berita yang mendadak itu. Biarlah ia berpikir dan mempertimbangkan, mungkin kalau memang kalian berjodoh, kelak tentu ikatan ini akan dapat disambung kembali," kata Toan Hui Cu yang juga merasa kasihan sekali kepada murid tersayang itu.

"Sudahlah, ayah dan ibu, jangan mengulurkan harapan baru bagi suheng agar kelak ia tidak akan menderita kekecewaan lagi. Suheng, kurasa sekarang ini belum waktunya bagi kita berdua untuk memikirkan soal perjodohan! Masih banyak tugas menanti di depan. Lupakah suheng akan nasib adik kandung suheng itu? Apakah suheng akan membiarkan saja si jahanam Ang-hong-cu itu?" .

Mendengar ini, Han Siong mengerutkan alisnya, wajahnya berubah merah dan dia termenung. Terbayang segala peristiwa yang terjadi ketika dia bersama para pendekar lainnya menentang persekutuan Lam-hai Giam-lo.

Di dalam perjuangan para pendekar menghadapi para pemberontak yang dipimpin persekutuan itu, muncul seorang tokoh yang juga membantu gerakan para pendekar, akan tetapi tokoh itu ternyata adalah seorang tokoh hitam yang namanya amat terkenal, yaitu Ang-hong-cu, si Kumbang Merah yang suka menghisap kembang. Seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang terkenal suka memperkosa dan merayu banyak sekali wanita.

Celakanya, diantara para wanita yang diperkosanya itu terdapat pula Pek Eng, adik kandungnya! Pek Eng diperkosa orang dan tadinya, semua tuduhan ditimpakan kepada Tang Hay, seorang pendekar muda yang selain sakti, pandai ilmu silat, juga amat kuat ilmu sihirnya. Bahkan terjadi bentrok antara dia dan Tang Hay dan kesalah pahaman ini tentu akan berlarut-larut kalau saja kemudian tidak diketahui bahwa pemerkosa Pek Eng sama sekali bukanlah Tang Hay, melainkan Ang-hong-cu, penjahat cabul yang namanya sudah amat terkenal di dunia kang-ouw itu.

Dan dia tidak segera mencari penjahat itu untuk mernbalaskan penghinaan yang menimpa diri adik kandung, melainkan menyibukkan diri untuk mengantarkan sumoinya kepada suhu dan subonya, tentu saja dengan pamrih tersembunyi bahwa dia akan dijodohkan dengan gadis yang menarik hatinya itu. Wajahnya seketika berseri ketika dia diingatkan oleh sumoinya tentang hal itu, dan dadanya penuh dengan getaran semangat.

"Engkau benar sekali, sumoi! Aku harus mencari manusia jahat itu agar dia tidak merajalela dan mendatangkan bencana bagi banyak orang yang tidak berdosa." Dia lalu berlutut memberi hormat kepada suhu dan subonya.

”Suhu dan subo, setelah teecu berhasil membawa pulang sumoi dan mengantarnya kepada suhu dan subo, maka selesailah tugas teecu dan teecu mohon diperkenankan untuk pergi, melaksanakan tugas lain, tugas keluarga teecu sendiri."

Suami isteri itu merasa tidak enak sekali kepada murid mereka, dan kepergian murid mereka itu hanya akan menghilangkan rasa tidak enak itu, maka keduanya memberi persetujuan tanpa banyak cakap lagi.

Pemuda itu berpamit, memberi hormat dan pergi meninggalkan kedua gurunya, dan juga sumoinya, gadis yang dicintanya.

Setelah pemuda itu pergi, Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu mendengar lebih banyak dari puteri mereka tentang Ang-hong-cu Si Kumbang Merah, dan tentang adik kandung Han Siong yang menjadi satu diantara para wanita yang menjadi korban kejahatan jai-hwa-cat itu.

**** 029 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar