*

*

Ads

Kamis, 16 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 137

Sebagai seorang pelarian, tentu saja Tang Gun tidak berani begitu saja memasuki kota raja. Kalau ada yang mengenalnya, tentu akan terjadi geger. Pasukan pemerintah tentu akan mengejar dan menangkapnya dan biarpun di sampingnya ada sumoinya. Siangkoan Bi Lian yang amat lihai sekali, kalau pasukan pemerintah mengepungnya, tentu mereka berdua tidak akan mampu melawan, bahkan sukar untuk dapat meloloskan diri dari kota raja.

Oleh karena itu, ketika memasuki pintu gerbang kota raja, Tang Gun menyamar sebagai seorang laki-laki setengah tua yang rambutnya sudah penuh uban, dengan kumis dan jenggot palsu. Siangkoan Bi Lian yang berjalam di sampingnya mengaku sebagai puterinya. Penyamaran itu cukup baik sehingga tak seorangpun mengenalnya.

Mereka masuk ke kota raja setelah hari menjelang senja. Cuaca sudah mulai redup dan remang-remang. Tang Gun mengajak sumoinya agar langsung saja mencari seorang bekas anak buahnya yang dipercaya benar, karena mereka harus lebih dahulu menyelidiki, dimana adanya Tang Bun An yang mereka cari-cari itu.

Bekas anak buahnya itu bernama Gu Kiat dan sebagai seorang perajurit pengawal istana tentu dia tahu akan segalanya tentang Tang Bun An yang kabarnya menjadi perwira itu. Dan Tang Gun pernah menyelamatkan Gu Kiat, maka dia merasa yakin bahwa Gu Kiat yang hidup sebatang kara tanpa keluarga itu pasti akan suka membantunya.

Gu Kiat kebetulan duduk di ruangan depan rumahnya ketika Tang Gun atau yang kini dikenal sebagai Tan Hok Seng tiba. Dia cepat keluar dari pintu rumahnya dan memandang heran kepada pria dan wanita yang tidak dikenalnya itu. Apalagi ketika melihat betapa wanita muda itu amat cantik, keheranannya bertambah.

"Paman hendak mencari siapakah?" tanya Gu Kiat sambil melirik ke arah wajah Bi Lian yang nampak cantik sekali tersinar lampu gantung di depan rumah itu.

Hok Seng membalas penghormatan tuan rumah dan berkata,
"Saya mempunyai urusan penting sekali untuk disampaikan kepada saudara Gu Kiat."

"Saya sendiri yang bernama Gu Kiat."

Hok Seng berkata kepada Bi Lian,
"Anakku, engkau tunggu sebentar disini, aku mau bicara empat mata dengan saudara ini."

Bi Lian mengangguk dan Hok Seng lalu berkata kepada Gu Kiat yang masih memandang keheranan itu.

"Saudara Gu Kiat, dapatkah kita bicara empat mata di dalam? Apa yang saya bicarakan ini amat penting dan tidak boleh diketahui orang lain."

"Tapi .... tapi……, siapakah paman?" Gu Kiat bertanya ragu.

Hok Seng berbisik,
"Aku Tan Hok Seng dan aku ingin bicara tentang guci emas istana. Mari kita bicara empat mata didalam."

Gu Kiat nampak terkejut bukan main, matanya terbelalak dan mukanya berubah pucat ketika dia memandang kepada Hok Seng.

Bi Lian tidak mengerti, hanya mengira bahwa kini orang itu telah mengenal Hok Seng yang menyamar. Padahal Gu Kiat terkejut sekali karena mendengar bisikan tentang guci emas istana tadi.

Dahulu, pernah sebagai perajurit pengawal dia mencuri guci emas istana dan perbuatannya itu ketahuan oleh pengawal lain. Kalau tidak ada Tang Gun yang menyelamatkannya, tentu dia sudah ditangkap dan dijatuhi hukuman berat. Tidak mengherankan kini dia terkejut setengah mati mendengar laki-laki setengah tua yang tak dikenalnya itu berbisik tentang guci emas istana! Maka, mendengar permintaan orang itu untuk bicara empat mata didalam, dia lalu mengangguk dan memberi isyarat kepada orang itu untuk memasuki rumahnya.

Bi Lian tidak ikut masuk, melainkan duduk menanti di atas bangku di ruangan depan itu. Biarlah suhengnya yang melakukan penyelidikan dimana adanya Tang Bun An yang telah melempar fitnah kepada suhengnya itu. Nanti kalau sudah berhadapan dengan musuh itu, baru ia yang akan menandinginya.

Setelah berada di dalam ruangan sebelah dalam, hanya berdua saja dengan Gu Kiat, Hok Seng lalu berkata lirih,






"Gu Kiat, pandanglah baik-baik. Aku adalah Tang Gun yang menyamar!"

Gu Kiat memandang tajam dan dia segera mengenal bekas atasannya itu, mengenal suara dan pandang matanya.

"Tang ciangkun…….!" katanya terkejut dan heran. Disangkanya bahwa bekas komandannya ini telah tewas.

"Ahhh, jangan menyebut aku ciangkun lagi, aku sudah bukan seorang perwira."

"Tapi..... tapi…… apakah kehendak Tang-kongcu, (tuan muda Tang) mendatangi saya?" Jelas bahwa Gu Kiat ketakutan karena kalau sampai diketahui orang bahwa dia
kedatangan tamu bekas perwira yang menjadi orang hukuman dan pelarian ini, dirinya tentu saja akan celaka.

"Dengar baik-baik, Gu Kiat. Aku pernah menolongmu, dan sekarang saatnya engkau membalas budi itu, dan menolongku kembali. Pertama, lupakan bahwa namaku Tang Gun. Sekarang namaku adalah Tan Hok Seng, dan engkau boleh menyebutku Tan-kongcu. Mengerti?"

Diingatkan akan "budi" itu, Gu Kiat mengangguk patuh.
"Saya mengerti." katanya lirih.

"Dan ke dua, aku ingin mendengar tentang diri Tang Bun An. Nah, ceritakan tentang dia!"

Di dalam hatinya, Gu Kiat tersenyum. Akan tetapi, wajahnya tidak membayangkan sesuatu ketika dia menjawab.

"Ah, dia? Setelah engkau pergi, dia diangkat menjadi seorang perwira tinggi pasukan pengawal di istana."

"Hemm, sudah kuduga. Dimana sekarang dia tinggal?"

Gu Kiat menggeleng kepalanya.
"Bagaimana saya bisa tahu? Sekarang dia sudah berhenti menjadi perwira."

"Berhenti?"

"Dia mengundurkan diri dan sejak itu saya tidak tahu lagi dimana dia berada."

Tentu saja Hok Seng kecewa bukan main mendengar berita ini. Musuh besarnya itu telah lolos, dan tidak lagi berada di kota raja!

"Akan tetapi, saya dapat membantumu, kongcu. Diantara kawan-kawan yang pernah menjadi anak buahnya, tentu ada yang tahu dimana adanya bekas perwira itu."

Wajah yang tadinya dibayangi kekecewaan itu, menjadi cerah kembali.
"Ah, baik sekali! Terima kasih dan ternyata engkau seorang yang mengenal budi, Gu Kiat. Kapan engkau akan melakukan penyelidikan itu? Lebih cepat lebih baik!"

"Memang sebaiknya begitu, kongcu. Malam ini juga saya akan pergi menyelidiki diantara kawan-kawan. Dan sebaiknya kalau kongcu dan eh, siapakah nona yang menunggu di depan itu?"

"Ia sumoiku."

"Sebaiknya kongcu dan nona bersembunyi saja di rumah saya ini. Kalau bermalam diluaran, amat berbahaya. Kong-cu berdua bermalam disini, mengaso, dan saya akan pergi melakukan penyelidikan. Mudah-mudahahan saja malam ini juga saya sudah bisa mendapatkan keterangan."

Hok Seng menjadi girang bukan main. Dia memesan kepada bekas anak buahnya itu agar tidak keliru menyebut namanya karena dia sudah berganti nama sejak menjadi pelarian, dan sumoinya sendiripun rnengenalnya sebagai Tan Hok Seng. Setelah itu, mereka lalu keluar dan mempersilakan Siangkoan Bi Lian masuk ke dalam. Setelah mereka berada di ruangan dalam Hok Seng memperkenalkan sumoinya kepada Gu Kiat.

"Gu Kiat, ini sumoiku Siangkoan Bi Lian. Sumoi, saudara Gu Kiat ini dahulu pernah menjadi anak buahku yang setia dan sekarang dia suka membantu kita dan malam ini juga dia akan melakukan penyelidikan tentang perwira itu. Malam ini kita tinggal disini, lebih aman."

Bi Lian mengerutkan alisnya dan dia menatap tajam wajah tuan rumah.
"Kenapa harus menyelidiki lagi? Asal diberitahu dimana tinggalnya dan kita dapat menyelidiki sendiri.”

"Aih, engkau belum tahu, sumoi. Orang yang kita cari itu ternyata sudah tidak menjadi perwira lagi, dan Gu Kiat ini tidak tahu kemana dia pergi. Oleh karena itu, malam ini juga dia hendak mencari keterangan dari kawan-kawannya yang dulu pernah menjadi anak buah perwira tua itu."

"Hemm, begitukah?" Bi Lian merasa kecewa mendengar berita itu.

"Harap Tan-kongcu dan Siangkoan-siocia (nona Siangkoan) tenangkan hati. Kalau ji-wi (kalian) tinggal disini malam ini, kiranya lebih aman dari pada kalau tinggal di luar. Dan percayalah, malam ini tentu saya sudah mendapatkan berita tentang perwira itu. Pakailah dua kamar di depan kamar saya, itu memang kamar tamu, dan kalau ji-wi membutuhkan makan minum, kiranya di dapur masih ada persediaan lengkap untuk masak dan membuat air teh. Juga masih ada arak di dalam almari. Silakan, harap ji-wi tidak sungkan."

Hok Seng merasa girang sekali.
"Saudara Gu Kiat, terima kasih. Ternyata engkau seorang sahabat yang baik sekali."

"Sekarang saya harus berangkat sebelum kawan-kawan tidur. Kalau sudah berhasil dengan penyelidikan saya, tentu malam ini juga saya pulang, atau paling lambat besok pagi-pagi. Harap ji-wi tinggal dengan tenang saja.”

Dua orang muda itu mengucapkan terima kasih dan Gu Kiat lalu meninggalkan mereka. Karena keduanya merasa lapar dan mereka tidak berani pergi ke rumah makan, mereka lalu memeriksa dapur dan dengan girang mereka mendapatkan bahan-bahan untuk dimasak. Maka sibuklah mereka membuat masakan untuk makan malam dari bahan-bahan yang ada.

"Ah, dimana-mana orang baik tentu menemukan penolong," kata Hok Seng ketika mereka berdua menghadapi meja dengan makanan dan minuman sederhana.

"Tak kusangka bahwa Gu Kiat demikian mengenal budi, masih ingat akan banyak pertolongan yang kuberikan kepadanya ketika aku masih menjadi komandannya."

Bi Lian hanya tersenyum, lalu berkata lembut,
"Bagaimanapun juga, kita harus berhati-hati, suheng. Di dunia ini, lebih banyak terdapat orang yang busuk dari pada yang baik. Kalau belum terbukti, jangan tergesa-gesa menilai orang."

"Aku yakin bahwa dia orang baik, sumoi. Apalagi karena dia berhutang budi kepaddku. Kalau tidak ada aku yang menolongnya, mungkin dahulu dia telah dihukum mati!"

"Ehh? Perbuatan apa yang telah dia lakukan, suheng?"

"Ketika itu dia menjadi anak buah pasukanku, pasukan pengawal istana. Seringkali aku mengganti regu penjaga sebelah dalam istana secara bergiliran. Ketika dia bertugas dalam, dia telah mencuri sebuah guci emas. Perbuatannya itu ketahuan oleh pengawal lainnya. Tentu saja pengawal yang lain itu hendak melaporkan perbuatan itu dan kalau sampai dilaporkan dan didengar oleh kaisar, tentu dia sudah dihukum mati. Dosa besar mencuri barang istana, apalagi dia bertugas sebagai seorang perajurit pengawal. Aku kasihan kepadanya, lalu aku melarang pengawal yang lain itu melapor, dan menyuruh Gu Kiat mengembalikan guci itu di tempatnya semula. Maka, selamatlah dia dan agaknya dia masih ingat akan budi itu dan sekarang berkesempatan untuk membalas kepadaku."

Bi Lian diam saja. Ia sendiri tidak begitu perduli tentang budi dan sebagainya. Sejak kecil, ia telah menjadi murid Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi, dua orang datuk sesat yang jahat. Biarpun ia pada dasarnya memiliki watak yang gagah perkasa, bahkan pantang melakukan kejahatan dan menuruti nafsu ingin menyenangkan diri sendiri, namun kehidupan dalam lingkungan dunia sesat membuat ia bersikap keras, bahkan ganas dan tidak perduli.

Bahkan ia sempat mendapat julukan Tiat-sim Sian-li (Dewi Berhati Besi) karena kekerasan hatinya. Namun setelah ia kembali berkumpul dengan ayah ibunya, ia menerima gemblengan ilmu dan juga keteguhan batin dari ayah dan ibunya yang sakti. Bahkan orang tuanya itu menceritakan bahwa ia merupakan keturunan dari para datuk sesat yang pernah menggemparkan dunia persilatan dengan kesaktian dan kejahatan mereka. Oleh karena itu, ia harus selalu ingat akan hal ini dan menunjukkan kepada dunia bahwa biarpun ia keturunan datuk sesat ia dapat bertindak sebagai seorang pendekar!

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar