*

*

Ads

Senin, 13 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 128

"Dan kemanakah pindahnya Tang-ciangkun?"

"Mana aku tahu? Kabarnya dia mempunyai rumah peristirahatan di luar kota, di luar kota raja sebelah utara ada bukit dan kabarnya di sanalah tempat tinggal barunya. Akan tetapi, baru saja Tang-ciangkun lewat di jalan ini. Dia menunggang kuda di pagi hari, dan mungkin dia pulang ke rumah peristirahatannya.”

"Ah, benarkah?" Hay Hay bertanya penuh semangat.

"Baru saja dia lewat, kalau engkau cepat-cepat melakukan pengejaran, mungkin masih dapat melihatnya.”

"Terima kasih, lopek!" kata Hay Hay dan begitu dia berkelebat, diapun lenyap dari depan kakek itu.

Tukang kebun itu tertegun, matanya terbelalak dan mulutnya ternganga. Lalu dia menarik napas panjang.

"Aihhh…., pantas saja Beng-cu berpesan agar aku berhati-hati kalau bertemu pemuda itu. Kiranya dia memiliki kesaktian seperti setan, dapat menghilang!" Dan diapun bergidik.

Hay Hay memang mengerahkan tenaga dan kepandaiannya untuk melakukan pengejaran. Kalau dia dapat bertemu muka dengan perwira Tang, mungkin saja dia akan dapat mendengar tentang perwira Tang yang lain, yang dikabarkan membual sebagai putera Ang-hong-cu itu. Karena hari masih pagi dan sepi, maka dia dapat dengan leluasa berlari cepat menuju ke pintu gerbang utara, tidak perduli akan keheranan tukang kebun yang melihat dia seperti menghilang.

Untung bahwa pintu gerbang utara sudah dibuka sejak pagi, ada saja orang-orang yang keluar dari pintu gerbang, yaitu mereka yang mempunyai keperluan keluar kota untuk berdagang atau untuk urusan lain. Ketika dia keluar dari pintu gerbang, dia melihat debu mengepul di depan, dan tahulah dia bahwa di depan sana ada orang menunggang kuda yang dibalapkan. Melihat ada dua orang petani memanggul cangkul berlenggang seenaknya dari depan, dia cepat bertanya kepada mereka.

"Sobat, tahukah kalian siapa penunggang kuda itu tadi?"

Dia menuding ke arah penunggang kuda yang tentu telah lebih dahulu berpapasan dengan mereka.

"Ah, dia? Dia adalah Tang-ciangkun ……." kata seorang diantara mereka.

Mendengar ini, dengan girang Hay Hay melompat dan berlari cepat seperti terbang meninggalkan dua orang petani itu setelah mengucapkan terima kasih. Dua orang petani itu berdiri bengong memandang, karena selama hidupnya belum pernah berlari secepat itu. Hay Hay tidak tahu bahwa dua orang itu saling pandang dan tersenyum, dan seorang diantara mereka menjulurkan lidah.

“Wuiii…… lihai dan berbahaya sekali orang itu!"

Hay Hay mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengejar penunggang kuda di depan. Karena debu mengepul tebal dia tidak dapat melihat kuda dan penunggangnya, akan tetapi debu itu yang menunjukkan kemana penungang kuda itu pergi. Ketika penunggang kuda itu mendaki bukit dan tiba di lereng yang berhutan, debupun menghilang karena jalan yang dilalui berumput.

Setibanya di luar hutan, Hay Hay terpaksa menghentikan larinya. Dia kehilangan jejak. Memang dapat dia melacak jejak kaki, akan tetapi hal itu akan memakan waktu lama dan tentu orang yang dikejarnya itu telah pergi jauh. Dia tidak dapat terlalu lama pergi. Mayang akan menanti, dan akan merasa khawatir.

Bagaimanapun juga, dia telah tahu ke arah mana Tang-Ciangkun itu pergi. Dia akan kembali ke rumah penginapan lebih dulu, dan mengajak Mayang untuk kembali ke tempat ini, mencari sampai berhasil menemukan bekas perwira Tang, untuk menanyakan apakah bekas perwira itu mengenal Perwira Tang muda yang mengaku putera Ang-hong-cu. Dia lalu menuruni lereng bukit itu dan kembali ke kota raja.

Matahari telah naik tinggi ketika dia tiba kembali di rumah penginapan Hok Likoan. Dia segera menghampiri kamar Mayang. Melihat pintu kamar itu masih tertutup, dia merasa heran. Begitu lelahkah adiknya itu sehingga sesiang itu belum juga bangun? Dia mengetuk daun pintu kamar itu, memanggil-manggil. Akan tetapi tidak ada jawaban. Seorang pelayan losmen itu, yang malam tadi menerima mereka, menghampirinya.

"Percuma diketuk, kongcu. Siocia tidak berada di dalam kamar ."

“Tidak berada didalam kamarnya? Lalu ia kemana?" tanya Hay Hay, sambil memandang ke kanan kiri untuk melihat kalau-kalau adiknya berada di dekat situ.






“Entah kemana, kongcu. Tadi ia duduk di depan kamar, lalu datang seorang tamu, bicara dengan siocia kemudian mereka pergi tergesa-gesa meninggalkan rumah penginapan.”

“Apakah ia tidak meninggalkan pesan?"

“Siocia sendiri tidak meninggalkan pesan, akan tetapi baru saja sebelum kongcu datang, tamu yang tadi mengajak siocia pergi, datang lagi dan menyerahkan sesampul surat agar saya berikan kepada kongcu.”

“Apa? Cepat serahkan suratnya itu kepadaku!”

Hay Hay berseru dan hatinya mulai merasa tidak nyaman. Ketika pelayan itu menyerahkan surat dalam sampul segera dibuka sampulnya dan dibacanya kertas yang mengandung tulisan yang rapi dan indah itu. Singkat saja bunyinya, singkat namun membuat jantungnya berdebar penuh ketegangan.

Tang Hay.
Kalau ingin bicara tentang nona
Mayang, silakan datang sendiri ke
tempat kami.
Ho-han Pang-cu.

Celaka, demikian teriak Hay Hay dalam hatinya. Semuanya jelas baginya kini. Dia telah terjebak! Dia seperti seekor harimau yang dipancing keluar meninggalkan sarang. Sengaja orang memancingnya menjauhi rumah penginapan itu dan sementara dia pergi jauh, Mayang juga keluar dan tentu telah ditangkap. Betapapun lihainya gadis itu, kalau dikeroyok, apalagi kalau lawan-lawannya pandai, tentu ia dapat ditawan.

Dia membayangkan kembali apa yang telah dialaminya sejak pagi tadi. Tukang kebun rumah penginapan itu! Dia yang pertama melempar umpan memancingnya, dengan mengatakan dimana rumah Tang-ciangkun. Kemudian pelayan di rumah dulu menjadi tempat tinggal Tang-ciangkun, memancingnya dengan memberitahukan bahwa Tang-ciangkun baru saja lewat berkuda. Dan dua orang petani yang ditanyainya tentang penunggang kuda yang lewat.

Mereka semua memancing sehingga dia semakin jauh meninggalkan rumah penginapan, meninggalkan Mayang seorang diri. Dia memandang keluar dan melihat seorang tukang kebun sedang mencabuti rumput di taman pekarangan. Orangnya masih muda, jelas bukan tukang yang dibantunya pagi tadi dan ditanyainya tentang perwira Tang.

"Diakah tukang kebun di rumah penginapan ini?" tanyanya kepada pelayan itu sambil menunjuk ke arah orang yang bekerja di pekarangan.

Pelayan itu memandang keluar lalu mengangguk.
"Benar, kongcu. Dia A Kiat tukang kebun kami."

"Apa selain dia ada tukang kebun lain? Yang lebih tua?"

Pelayan itu menggeleng kepala.
"Tidak ada lagi, kongcu."

Hemm, jelas bahwa tukang kebun pagi tadi palsu, atau diselundupkan dan menyamar sebagai tukang kebun. Tentu anggauta Ho-han-pang.

"Sobat, tolong beritahukan, dimana adanya pusat perkumpulan Ho-han-pang?"

Pelayan itu tidak nampak heran. Nama Ho-han-pang sudah terkenal di seluruh kota raja dan banyak sudah para tamu yang menanyakan tempat itu. Banyak tokoh kang-ouw berkunjung kesana.

"Di luar kota raja, melalui pintu gerbang utara, terdapat sebuah bukit dan di sanalah pusat Ho-han-pang…..”

Belum habis dia bicara, Hay Hay sudah berkelebat lenyap dari situ. Hay Hay sudah tahu dimana dia harus mencari Mayang. Kiranya penunggang kuda tadi adalah orang Ho-han-pang pula, dan tentu disana pula sarang perkumpulan Ho-han-pang itu. Akan tetapi dia masih menduga-duga dengan hati mengandung keheranan mengapa Ho-han-pang memusuhinya? Dan bagaimana pula mereka itu mengenalnya, mengenal namanya?

**** 128 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar