*

*

Ads

Senin, 13 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 127

Pagi-pagi sekali Hay Hay sudah mandi kemudian keluar dari dalam kamarnya di rumah penginapan Hok Likoan. Dia melihat pintu kamar Mayang masih tertutup dan diapun tidak mau mengganggu adiknya yang tentu lelah setelah pada hari-hari yang lalu melakukan perjalanan jauh itu. Biarlah adiknya melepas lelah dan beristirahat. Diapun pagi-pagi bangun untuk mulai dengan penyelidikannya tentang perwira Tang, dan dia tidak akan menyelidik jauh-jauh. Pagi hari itu tentu dia akan dapat minta keterangan dari karyawan rumah penginapan itu secara santai, karena hari masih pagi dan sepi.

Ketika dia melihat tukang kebun rumah penginapan itu menyapu pekarangan diluar bangunan, dia melihat kesempatan baik sekali. Tukang kebun itu sudah setengah tua, tentu sudah lama berada di kota raja. Maka dihampirinya tukang kebun yang sedang menyapu pekarangan itu.

"Selamat pagi, paman." tegurnya.

Tukang kebun itu mengangkat muka dan memandang heran. Baru sekali ini selama bertahun-tahun menjadi pegawai kasar dan yang dianggap rendah, yaitu menjadi tukang kebun, dia mendapat salam demikian akrabnya dari seorang tamu hotel!

"Selamat pagi, kongcu!" jawabnya gembira.

“Sepagi ini sudah bekerja, paman? Rajin amat?”

Tukang kebun itu menghentikan gerakan sapunya dan memandang sambil tersenyum. Seorang tuan muda yang amat ramah, pikirnya.

"Kalau kesiangan sedikit, para tamu akan berlalu lintas disini dan selain sukar, juga akan mengganggu tamu."

Hay Hay melihat sebatang sapu bersandar di dinding luar. Diambilnya sapu itu dan diapun mulai menyapu, membantu pekerjaan si tukang kebun.

"Eh, jangan, kongcu. Pakaianmu nanti kotor……!" kata si tukang kebun dengan heran.

"Aih, tidak mengapa, paman. Aku ingin membantumu menyapu. Aku ingin engkau segera menyelesaikan pekerjaan mu ini, karena aku ingin mengajakmu bercakap-cakap sebentar."

Biarpun dia bukan tukang sapu dan tidak biasa menyapu pekarangan, akan tetapi berkat tenaganya yang besar dan kecekatan gerakannya, sebentar saja Hay Hay dapat menyelesaikan pekerjaan itu.

Si tukang kebun terheran-heran melihat seorang tamu, seorang tuan muda, dapat mengayun tangkai sapu sedemikian mahir dan cepatnya. Dengan hati girang diapun melayani Hay Hay mengajaknya bercakap-cakap.

"Paman, aku hendak bertanya sedikit, harap paman suka membantuku dan memberi keterangan sejujurnya."

"Pertanyaan apakah, kongcu? Tentu saya akan menjawab sejujurnya."

"Begini, paman. Aku ingin mencari keterangan tentang seorang perwira di kota raja ini, seorang perwira she Tang yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu. Pernahkah engkau mendengar tentang Tang-ciangkun itu?”

Tukang kebun itu memandang kepada Hay Hay dengan wajah berkerut. Nama Ang-hong-cu merupakan nama yang asing baginya.

“Saya pernah mendengar tentang seorang perwira she Tang, akan tetapi entah dia itu putera siapa……”

"Tidak apa, paman. Perwira she Tang yang paman ketahui itu, dimana dia tinggal?"

Tukang kebun itu menggeleng kepala.
“Dia sekarang telah mengundurkan diri, tidak menjadi perwira istana lagi. Entah kemana perginya. Dia pernah berjasa kepada Sribaginda Kaisar, demikian beritanya, dan dia diangkat sebagai perwira pengawal. Akan tetapi, sudah berbulan-bulan, mungkin sudah ada setahun, dia mengundurkan diri dan entah kemana. Demikianlah yang saya dengar kongcu. Saya kurang memperhatikan urusan seperti itu, dan maaf kalau saya tidak memberi keterangan secukupnya."

"Keteranganmu sudah cukup berharga, paman," kata Hay Hay berbohong karena sesungguhnya dia merasa kecewa sekali mendengar keterangan yang tidak lengkap itu. "Akan tetapi, tahukah paman siapa nama perwira itu dan berapa kira-kira usianya?"

"Saya sendiri belum pernah melihatnya, hanya mendengar kabar saja bahwa dia setengah tua, lima puluhan tahun lebih, dan namanya….. namanya Tang……. Bo An atau semacam itu."






Hay Hay merasa semakin kecewa. Kalau benar perwira itu putera Ang-hong-cu, tentu usianya tidak lima puluh tahun lebih! Dan mana ada orang bernama Bo An (Tidak Selamat).

Mungkin Bu An atau Bun An. Biarpun dia menduga bahwa tentu bukan perwira setengah tua itu yang dimaksudkan sebagai putera Ang-hong-cu, yang mengaku demikian dan merupakan satu-satunya jejak baginya untuk menyelidiki Ang-hong-cu, namun tidak ada cara lain baginya kecuali menyelidiki orang itu.

Akan tetapi perwira setengah tua itu telah mengundurkan diri! Siapa tahu, masih ada orang di bekas tempat tinggalnya yang dapat bercerita lebih banyak, terutama sekali memberitahu kepadanya dimana sekarang perwira itu tinggal. Bagaimanapun juga, she perwira setengah tua itu juga Tang, dan hal ini saja sudah menarik perhatiannya.

"Terima kasih sekali atas semua keterangan itu, paman. Sedikit lagi, di manakah rumah perwira Tang itu?"

Tukang kebun itu memandang heran.
"Sudah saya katakan bahwa saya tidak tahu kemana dia pergi dan tidak tahu dimana rumahnya sekarang, kongcu."

"Maksudku, bukan rumahnya yang sekarang, melainkan rumahnya dahulu ketika dia masih menjadi perwira di kota raja ini."

"Ahh, kalau itu saya tahu. Siapa yang tidak tahu gedung perwira Tang yang amat terkenal itu?" Lalu dia memberi petunjuk dimana adanya bekas rumah perwira Tang.

Hay Hay mengucapkan terima kasih, lalu meninggalkan tukang kebun itu yang melanjutkan pekerjaannya. Dia tidak tahu betapa setelah dia pergi, wajah ketololan dari tukang kebun itu berubah. Matanya berkilat dan mulutnya terhias senyum, tanda seseorang yang merasa puas akan pelaksanaan tugasnya.

Melihat betapa daun pintu Mayang masih tertutup, Hay Hay tidak mau mengganggu adiknya. Biar Mayang tidur sampai sepuasnya. Pula, yang akan di selidikinya hanyalah bekas tempat tinggal seorang perwira Tang yang agaknya lain dari pada yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu. Dia akan melakukah penyelidikan ini sebagai iseng-iseng saja, sebagai jalan-jalan pagi selagi hawa udara masih sejuk dan bersih. Maka, diapun segera menggapai seorang pelayan rumah penginapan yang sedang mencuci lantai dengan kain basah, pekerjaan yang dilakukan setiap pagi sebelum para tamu bangun.

"Toako," kata Hay Hay kepada pelayan yang usianya sekitar tiga puluh tahun itu, "maukah engkau menyampaikan pesan untuk adikku perempuan di kamar itu kalau ia terbangun nanti dan mencari aku?"

Pelayan itu mengangguk-angguk.
"Tentu saja, kongcu. Sudah menjadi tugas kami untuk melayani setiap orang tamu.”

"Nah, kalau dia terbangun nanti, katakan bahwa aku pergi berjalan-jalan mencari hawa pagi yang segar, dan agar ia menanti kembaliku untuk makan pagi bersama."

Pelayan itu mengangguk.
"Baik, kongcu. Akan saya sampaikan pesan kongcu kepada siocia."

Hay Hay mengeluarkan dua keping uang kecil dan memberikannya kepada si pelayan yang menerimanya dengan ucapan terima kasih. Hay Hay lalu pergi meninggalkan rumah penginapan itu lalu mengambil jalan ke arah bekas tempat tinggal Tang -ciangkun melalui jalan raya yang masih sepi. Diapun tidak tahu betapa pelayan yang tadi mencuci lantai itu berubah sikapnya, bahkan lalu menyelinap masuk dan berbisik-bisik dengan tukang kebun tadi, dan beberapa orang pelayan lain.

Tidak sukar bagi Hay Hay untuk menemukan gedung yang megah itu karena dia sudah mendapat gambaran dari tukang kebun di rumah penginapan. Seperti juga rumah-rumah lain, gedung itu masih nampak sunyi di pagi hari itu. Di waktu sepagi itu, hanya burung-burung dan orang-orang miskin saja yang sudah keluar dari sarang dan rumah untuk mencari nafkah hidup sehari-hari. Orang-orang kaya, bangsawan, dan mereka yang malas baru akan bangun setelah matahari naik tinggi.

Orang-orang seperti ini tidak pernah dapat rnenikmati indahnya pagi hari, sejuknya hawa pagi, segarnya mandi pagi yang kemudian menyegarkan pula badan sepanjang hari. Orang yang terbiasa bangun pagi-pagi sekali, mandi air dingin, memulai kehidupan di hari itu dengan kegembiraan dan semangat yang timbul karena guyuran air dingin di pagi hari, akan selalu merasa segar badan dan batinnya selama sehari itu.

Sebaliknya, orang yang terlalu banyak tidur, yang bangun terlampau siang, tidak akan kebagian suasana gembira dan penuh semangat di pagi hari itu, begitu bangun diserang panasnya sinar matahari yang sudah naik tinggi, menimbulkan kelesuan dan kemalasan di sepanjang hari itu. Karena itu, bukan hanya omong kosong kalau para budiman jaman dahulu mengatakan bahwa siapa tidur tidak terlalu malam dan bangun pagi-pagi, akan banyak rejeki dan tubuh sehat hati bahagia! Setidaknya, yang jelas badan menjadi segar dan sehat!

Gedung bekas tempat tinggal perwira Tang itu masih nampak sepi, bahkan lampu gantung di luar rumah masih belum dipadamkan. Akan tetapi sepagi itu, sudah nampak seorang berpakaian pelayan atau tukang kebun menyirami bunga-bunga di pekarangan depan, taman bunga yang terawat rapi. Ketika tukang kebun itu melihat seorang pemuda berdiri di pintu pagar dan memandang-mandang ke dalam, dia segera menghampiri dan menegur.

"Sobat, siapakah engkau dan ada keperluan apa berdiri disini mengamati rumah ini?"

Sikapnya tidak bermusuh, akan tetapi mengandung kecurigaan. Kebetulan sekali, pikir Hay Hay. Kesempatan baik baginya untuk mencari keterangan.

"Maaf, lopek," katanya sambil memandang kakek yang usianya tentu lebih dari lima puluh tahun namun tubuhnya masih kokoh kuat agaknya berkat terbiasa kerja keras. "Aku hanya mengagumi gedung yang megah ini. Bukankah ini rumah Tang-ciangkun?"

"Orang muda, jangan ngawur! Ini adalah rumah perwira Su, bukan perwira Tang!"

"Akan tetapi, bukankah dahulu perwira Tang tinggal di rumah ini?" bantah Hay Hay dengan sikap seolah dia sudah mengenal benar perwira Tang.

"Semua orang juga sudah tahu, akan tetapi sudah setahun lebih rumah ini menjadi tempat tinggal Su-ciangkun."

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar