*

*

Ads

Senin, 13 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 129

Apa yang telah terjadi dengan Mayang? Pagi hari itu ia terbangun dan melihat betapa sudah ada sinar matahari pagi membayang di tirai dan kaca jendela, ia pergi ke kamar sebelah, kamar Hay Hay. Akan tetapi, ternyata kakaknya itu tidak berada di kamarnya. Selagi ia termangu dan menduga-duga kemana kakaknya pergi, tiba-tiba pelayan rumah penginapan datang menghampiri.

"Selamat pagi, nona."

"Selamat pagi. Eh, paman, dimana kakakku?"

"Pagi-pagi sekali dia sudah pergi, nona. Dan ada seorang tamu sejak tadi menunggu nona keluar dari kamar. Dia bilang ada urusan penting sekali."

"Tamu? Aku tidak mempunyai kenalan disini……” Mayang berkata ragu.

"Entahlah, nona. Akan tetapi dia bilang penting sekali dan ada hubungannya dengan kakakmu……. "

"Ahhh…… ! Suruh dia masuk!" kata Mayang begitu mendengar bahwa tamu itu datang untuk bicara tentang Hay Hay.

Tamu itu seorang laki-laki yang usianya sudah lima puluh tahunan dan sikapnya lembut, wajahnya bukan wajah orang jahat dan agaknya boleh dipercaya. Begitu bertemu, dia mengangkat kedua tangannya dan berkata,

"Nona, saya datang membawa pesan dari kakakmu. Dia hanya menyuruh saya datang menemui nona disini dan mengatakan bahwa kakakmu telah menemukan jejak dan nona diminta sekarang juga menyusulnya disana."

Mayang mengerutkan alisnya.
"Hemm, bagaimana aku dapat percaya kebenaran omonganmu? Kita tidak saling mengenal dan…….”

"Nona, hal itu sudah saya katakan kepada Tang taihiap, kakakmu. Akan tetapi dia hanya mengatakan bahwa dia dan nona sedang melakukan penyelidikan tentang seorang perwira she Tang di kota raja dan bahwa kini dia telah mendapatkan jejaknya maka dia minta agar nona secepatnya menyusul kesana."

"Dimana dia?”

"Saya akan menjadi penunjuk jalan, nona. Di sebelah timur kota raja dan……."

"Baik, mari kita pergi! Paman pelayan harap keluarkan dua ekor kuda kami. Sebaiknya kita menunggang kuda agar lebih cepat," tambahnya kepada laki-laki stengah tua itu.

"Sebaiknya begitu, nona. Kedua kakiku sudah lelah sekali ketika melakukan perjalanan cepat kesini tadi." .

Mereka lalu menunggang dua ekor kuda itu dan melarikan kuda ke luar kota raja melalui pintu gerbang sebelah timur. Begitu ke luar dari pintu gerbang, laki-laki itu mempercepat larinya kuda. Mayang mengikuti dari belakang dan ketika mereka tiba di kaki bukit yang sunyi, tiba-tiba pria itu menghentikan kudanya.

Mayang hendak bertanya, akan tetapi dari balik pohon-pohon dan semak-semak bermunculan belasan orang, dipimpin oleh dua orang pemuda yang tampan dan gagah.

“Hemmm, apa artinya ini?" Mayang bertanya, alisnya berkerut.

"Turunlah, nona. Kita sudah sampai dan nona akan dapat bertemu dengan Tang Taihiap." kata pembawa berita itu yang sudah meloncat turun.

Dia bahkan membantu Mayang memegangi kendali kuda. Gadis itupun melompat turun, pandang matanya dengan waspada menyapu belasan orang yang nampaknya bersikap gagah, bukan seperti gerombolan penjahat itu.

Pembawa berita itu menuntun dua ekor kuda ke bawah sebatang pohon dan belasan orang itu kini mengepung Mayang. Barulah Mayang merasa curiga dan melihat betapa dua orang pemuda gagah itu berdiri di depan dan bersikap sebagai pimpinan, ia lalu menghadapi rnereka dan mengamati dengan sinar mata tajam penuh selidik.

Mereka berdua itu lebih pantas menjadi pendekar dari pada penjahat. Yang seorang masih muda, paling banyak dua puluh tiga tahun usianya. Wajahnya tampan dengan tubuh sedang yang kokoh, sikapnya halus dan senyumnya sopan. Akan tetapi dalam pandang matanya terdapat sesuatu yang membuat Mayang merasa marah dan bulu tengkuknya meremang. Pandang mata pemuda tampan itu seolah menggerayangi dan meraba-raba seluruh bagian tubuhnya. Pria yang ke dua tebih tua, usianya tiga puluh tahunan, tubuhnya tinggi besar dan gagah perkasa, kulit mukanya putih dan matanya mencorong, wajahnya juga tampan.






Yang membuat Mayang merasa semakin tidak enak adalah ketika ia melihat pembawa berita tadi, setelah menambatkan dua ekor kuda di batang pohon, kini berdiri di belakang dua orang pemuda itu dan jelaslah bahwa pembawa berita itu merupakan anak buah mereka pula. Ia mulai merasa terjebak, seperti seekor kelinci yang dikepung oleh segerombolan srigala berkedok domba.

"Siapakah kalian? Mengapa mengepungku? Dimana adanya kakakku?” tanyanya dan sikapnya sudah siap siaga.

Ketika berangkat tadi ia telah membawa buntalan pakaiannya dan juga senjatanya yang ia andalkan, yaitu sebatang cambuk penggembala. Sedikitpun ia tidak merasa takut dikepung belasan orang pria itu, akan tetapi ia khawatir bukan main memikirkan Hay Hay.

Dua orang pemuda yang memimpin serombongan orang itu bukan lain adalah Cun Sek dan Ki Liong. Inilah hasil siasat yang dilakukan Han Lojin, yang dirundingkan semalam dengan para pembantu utamanya itu. Han Lojin menyebar anak buahnya menyusup ke rumah penginapan, menyamar sebagai tukang kebun. Hal ini mudah saja dilakukan karena boleh dibilang semua perusahaan di kota raja tentu akan memenuhi permintaan Ho-han-pang yang telah membuat nama baik dengan menciptakan suasana tenang dan tenteram di kota raja.

Dan tepat seperti yang diduga Hay Hay setelah pemuda ini kehilangan adiknya dan menyadari, si tukang kebun di rumah penginapan, pelayan di bekas rumah Tang Ciangkun, juga dua orang petani itu adalah orang-orang Ho-han-pang yang menyamar dan yang bertugas untuk melemparkan umpan memancing Hay Hay keluar dari kota raja, menjauhi Mayang.

Han Lojin sendiri lalu menunggang kuda dan membiarkan dirinya dikejar Hay Hay. Maksudnya tentu saja hanya untuk memancing Hay Hay agar jauh meninggalkan Mayang seorang diri. Setelah tiba di bukit dimana dia memimpin Ho-han-pang, sebuah bukit yang kini telah dilengkapi dengan banyak jebakan dan perangkap berbahaya dia menghilang ke dalam hutan.

Menurut rencananya, kalau Hay Hay mengejar terus, pemuda itu akan menghadapi banyak jebakan berbahaya. Andaikata pemuda lihai itu dapat melewati semua jebakan dengan selamat, maka dia akan berhadapan dengan Han Lojin, Ji Sun Bi dan puluhan orang pembantunya dan akan dikeroyok!

Sementara itu, Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek bertugas untuk pergi menangkap Mayang! Untuk ini, Sim Ki Liong menyuruh seorang anak buah untuk mengundang Mayang keluar kota raja dengan alasan dipanggil Tang Hay. Dan gadis yang masih kurang pengalaman itu masuk perangkap dengan amat mudahnya. Kini, Mayang sudah berhadapan dengan Ki Liong dan Cun Sek, dalam keadaan terkepung.

Beberapa lamanya, pertanyaan Mayang itu tidak ada yang menjawab. Sim Ki Liong seperti terpesona, dan Cun Sek juga kagum. Ki Liong seketika jatuh cinta kepada gadis peranakan Tibet yang memiliki kecantikan yang khas itu.

Akan tetapi, tentu saja Ki Liong tidak berani menyimpang dari pada perintah yang sudah digariskan oleh Beng-cu. Dia dan kawan-kawannya hanya mendapat tugas menangkap gadis peranakan Tibet itu, tidak boleh mengganggunya sama sekali.

Menangkap gadis peranakan Tibet itu hanya merupakan siasat Han Lojin untuk menundukkan Tang Hay dan memaksa puteranya itu untuk menakluk dan membantunya! Maka, gangguan terhadap Mayang tentu saja dapat merusak siasatnya yang sudah diatur sebaiknya demi keuntungan dirinya.

"Haiiii! Apakah kalian semua ini tuli atau gagu? Engkau yang datang membawa berita tentang kakakku. Dimana sekarang kakakku berada?"

Mayang menbentak, suaranya mengandung kemarahan dan kini ia sudah mengeluarkan sebatang pecut panjang, seperti yang biasa dipergunakan para penggembala ternak.

Ki Liong saling pandang dengan Cun Sek dan keduanya tersenyum, semakin kagum karena sebagai orang-orang gagah, tentu saja mereka suka sekali melihat sikap gadis cantik yang demikian pemberani dan tabah. Sim Ki Liong yang memimpin pasukan kecil yang ditugaskan rnenangkap Mayang, segera melangkah maju dan sambil tersenyum dia berkata,

"Nona manis, harap jangan marah dulu. Sepanjang yang kuketahui yang namanya Tang Hay itu tidak mempunyai seorang adik perempuan. Bagaimana engkau mengaku dia sebagai kakakmu? Sebenarnya, kakak ataukah pacar?"

Sepasang mata yang agak sipit jeli itu mencorong karena hati Mayang menjadi panas karena marah.

"Apakah dia itu kakakku, pacarku atau apakupun, apa hubungannya dengan kamu orang bermulut lancang? Hayo katakan dimana dia atau aku akan menghajar orang yang datang membawa berita palsu!"

Karena semua orang itu adalah orang-orang yang memiliki kepandaian silat dan tidak ada seorangpun dari mereka pernah mengenal Mayang tidak pernah melihat gadis ini mengeluarkan kepandaian, maka melihat seorang gadis berusia delapan belas tahun mengeluarkan ancaman seperti itu dan agaknya sama sekali tidak gentar menghadapi pengepungan belasan orang gagah, mereka merasa kagum akan tetapi juga geli. Mereka merasa seperti melihat seorang anak kecil yang manja.

Memang Sim Ki Liong pernah melihat beberapa orang dara pendekar seperti Cia Kui Hong, Pek Eng, Siangkoan Bi Lian, Cia Ling, Kok Hui Lian dan beberapa orang lagi. Akan tetapi gadis-gadis seperti mereka itu yang memiliki ilmu yang amat tinggi tidaklah banyak. Apalagi gadis di depannya ini seorang peranakan Tibet, dan bawaannya hanya sebatang cambuk penggembala! Diapun tersenyum mengejek.

"Nona, pembawa berita itu adalah seorang anak buah Ho-han-pang yang gagah perkasa. Jangan kau samakan seperti seekor kambing saja yang dapat kau hajar dengan cambukmu itu."

Semua orang tertawa mendengar ini, juga laki-laki setengah tua yang tadi membawa berita kini tersenyum mengejek. Diapun tentu saja tidak takut kepada gadis Tibet itu, apalagi di situ terdapat banyak temannya dan dua orang pimpinan Ho-han-pang yang amat lihai.

“Nona kecil, kalau aku tidak mengatakan dimana adanya kakakmu, habis engkau mau apa? Ingin aku melihat bagaimana engkau akan menghajarku dengan cambuk itu, ha-ha….!" Dan semua orangpun tertawa geli.

Sepasang mata Mayang seperti mengeluarkan kilat saking marahnya. Namun, sikapnya tetap tenang ketika ia melangkah maju.

"Baik, kalian lihat bagaimana aku menghajarnya!"

Baru saja ucapannya itu habis, segera nampak sinar berkelebat dibarengi suara ledakan tiga kali.

"Tar! Tar! Tarrr!"

Ada sinar rnenyambar-nyambar ke arah pembawa berita tadi yang menjadi terkejut dan mencoba untuk mengelak. Akan tetapi sia-sia saja. Sinar yang menyambar itu terlalu cepat baginya dan setelah tiga kali mukanya disambar, dia terhuyung ke belakang, menutupi muka dengan kedua tangan dan merintih-rintih. Sementara itu, Mayang sudah menarik kembali cambuknya dan berdiri sambil tersenyum mengejek, sikapnya tenang sekali.

Sim Ki Liong melompat ke dekat pembawa berita yang menutupi muka dengan kedua tangan sambil mengaduh-aduh itu. Dia menangkap dan menarik kedua tangan itu sehingga mukanya kini nampak dan semua orang mengeluarkan seruan tertahan.

Kiranya tiga kali ledakan pecut itu telah mengakibatkan wajah itu menderita hebat sekali. Lecutan pertama menyayat kulit muka dan membuat guratan melintang, lecutan ke dua membuat guratan membujur, dua guratan silang yang mengeluarkan darah, dan lecutan ke tiga membuat bukit hidung itu hancur dan rata dengan pipi!

Kini berubahlah pandang mata semua orang terhadap gadis Tibet itu. Sim Ki Liong sendiri melangkah maju menghadapi Mayang dan menatap wajah gadis yang sikapnya amat tenang itu dengan sinar mata kagum sekali, akan tetapi juga penasaran.

“Hemm, kiranya engkau mempunyai sedikit ilmu memainkan cambuk, nona."

"Tidak perlu banyak cakap lagi. Katakan dimana kakakku, kalau tidak terpaksa aku akan menghajar kalian semua seperti sekumpulan kerbau tolol!"

Mayang nemotong ucapan Sim Ki Liong. Merah kedua telinga pemuda ini karena dia dimaki di depan banyak anak buah Ho-han-pang! Kesenangannya terhadap wanita cantik tidaklah sebesar keangkuhan dirinya, maka makian seorang gadis secantik Mayangpun membuat perutnya terasa panas sekali. Akan tetapi dia masih merasa terlalu tinggi untuk turun tangan sendiri menangkap seorang gadis remaja.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar