*

*

Ads

Minggu, 12 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 121

Satu diantara kenyataan yang terasa amat pahit dan menyakitkan hati adalah mendengar pengakuan seorang gadis yang dicinta bahwa ia mencinta orang lain. Namun, berkat lingkungan hidup yang selalu bertopeng kesopanan, Cang Sun dapat menutupi nyeri hatinya dengan senyum, dan dia mengangguk-angguk,

"Aku dapat mengerti, Hong-moi."

Apa yang kita namakan "cinta" antara pria dan wanita, itu selalu mendatangkan dua hal yang bertentangan, puas atau kecewa, senang atau susah. Ini membuktikan bahwa yang kita agung-agungkan jtu sesungguhnya hanyalah nafsu belaka. Nafsu adalah gairah, adalah " si-aku yang ingin senang.” Nafsu selalu berpamrih, karena bersumber kepada pikiran yang menciptakan si aku lewat pengalaman dan pengetahuan. Pamrihnya hanya satu, walaupun kadang terselubung dan mengenakan beribu macam kedok, yaitu ingin mencapai sesuatu, ingin mendapatkan sesuatu, dan "sesuatu" ini pasti yang menyenangkan dirinya.

Tidaklah mengherankan kalau kemudian muncul kecewa dan duka kalau keinginan itu tidak tercapai. Kalau terlaksana keinginan itu, terdapatlah kepuasan. Kepuasan sementara, selewatan saja. Karena nafsu selalu menghendaki lebih. Bukti bahwa yang kita anggap sebagai "cinta suci” antara pria dan wanita itu pada hakekatnya hanyalah nafsu, dapat dilihat dari akibat yang ditimbulkan oleh cinta itu.

Cinta antara pria dan wanita dimulai dari pandang mata, saling melihat. Dari sini timbul perasaan tertarik, karena apa yang dilihatnya itu menyenangkan hatinya, cocok dengan seleranya. Setelah saling tertarik, timbul keinginan untuk saling memiliki. Kemudian bermunculan akibat nafsu ini. Cemburu, patah hati, duka, benci, pertentangan dan sebagainya.

Betapa banyaknya dua orang yang tadinya bersumpah saling mencinta sampai mati, setelah menjadi suami isteri bertengkar setiap hari, bahkan berakhir dengan perceraian dan saling benci! Sungguh aneh kalau cinta kasih murni berakhir menjadi kebencian. Kalau nafsu, sama sekali tidak mengherankan kalau kemudian mendatangkan akibat duka dan kebencian.

Banyak orang melihat kenyataan ini! Mereka melihat bahayanya nafsu yang berselubung sebagai “cinta suci” ini, dan untuk menghindarkan diri dari duka, untuk membikin putus ikatan ini, ada orang yang dengan sengaja menjauhkan diri dari asmara ini.

Mereka tidak mau melakukan hubungan antara pria dan wanita, menjadi perjaka atau perawan selama hidup, tidak mau atau pantang melakukan hubungan sex. Apakah dengan cara demikian berarti mereka telah terbebas dari nafsu? Apakah nafsu itu hanya muncul melalui gairah berahi saja? Apakah kalau sudah begitu kita akan dapat bebas dari duka? Bagaimana dengan nafsu dalam bentuk lain, keinginan si aku dalam bentuk lain? Masih ada seribu satu macam cara bagi si aku untuk mengejar keinginannya. Bahkan satu di antaranya adalah "keinginan bebas dari nafsu sex" itulah!

Keinginan memuaskan nafsu dan keinginan menjauhi nafsu datang dari sumber yang sama! Sumbernya adalah siaku yang ingin! Pamrihnya adalah kesenangan bagi si aku. Karena menyadari bahwa menuruti nafsu menimbulkan duka, maka si aku lalu berkeinginan untuk menjauhi nafsu, tentu saja pamrihnya agar jangan mengalami duka, dan hal ini tentu akan menyenangkan!

Demikian pandainya nafsu daya rendah mempermainkan kita! Demikian pandainya bersalin rupa, sehingga kita sering kali terkecoh. Hati dan akal pikiran kita sudah bergelimang daya rendah, maka apapun yang dihasilkan hati dan akal pikiran, sudah terpengaruh nafsu. Mengapa seluruh badan ini luar dalam bergelimang nafsu? Karena sudah kodratnya demikian! Selama jiwa bersemeyam di dalam badan, agar dapat hidup, badan harus disertai nafsu-nafsu daya rendah.

Tanpa adanya nafsu daya rendah, badan akan binasa. Badan kita ini dapat hidup karena ketergantungan kepada banyak benda. Kita butuh makanan, kita butuh benda-benda, kita butuh orang lain. Kita tidak mungkin dapat terbebas dari ikatani-ikatan dengan daya-daya rendah yang sesungguhnya merupakan alat hidup, merupakan sarana hidup, bahkan kebutuhan mutlak bagi kehidupan. Ini sudah kodratnya, sudah kehendak Tuhan begitu. Kita tidak mungkin mengingkari ini.

Nafsu yang kita namakan nafsu sex merupakan kodrat pula. Kita tidak mungkin melenyapkannya, kalau kita menghendaki manusia masih berkelanjutan hidup di dunia ini. Nafsu sex hanya merupakan alat, merupakah sarana perkembang-biakan mahluk manusia. Kalau terdapat kenikmatan di situ, hal itu merupakan anugerah Tuhan yang patut kita syukuri.






Karena seluruh badan kita luar dalam sudah bergelimang nafsu, hati dan akal pikiran kita sudah bergelimang nafsu rendah, maka badan dan batin kita di kuasai nafsu, menjadi hamba nafsu. Padahal, nafsu daya rendah itu seharusnya yang menjadi alat kita, menjadi hamba kita, menjadi pelayan kita. Lalu bagaimana kita dapat membebaskan diri dari cengkeraman nafsu, kalau "kita" ini adalah hati dan akal pikiran yang bergelimang nafsu?

Hanya satu kekuasaan saja yang akan mampu mengatur, yang akan mampu merobah, yang akan mampu mengembalikan nafsu daya rendah ke dalam tempatnya semula, mengembalikan nafsu daya rendah kepada tempat dan tugasnya yang benar, yaitu sebagai pelayan dalam kehidupan. Kekuasaan itu adalah kekuasaan Tuhan, kekuasaan yang menciptakan nafsu daya rendah, yang menciptakan segala sesuatu di alam mayapada ini! Dan kita? Hanya menyerah! Menyerah dengan sepenuhnya, menyerah dengan ikhlas, dengan tawakal, dengan pasrah. Menyerah sebulatnya dengan mutlak, tanpa adanya hati akal pikiran yang mencampuri.

Yang ada hanya penyerahan. Yang ada hanya kepasrahan. Yang ada hanya pengamatan, penerimaan tanpa disertai keinginan hati akal pikiran. Menyerah dan menerima, merasakan dan waspada, bukan "aku" yang waspada.

Kui Hong dapat melihat perubahan pada muka pemuda itu. Dara ini melihat kekecewaan dan juga penyesalan membayang pada wajah tampan itu, maka iapun cepat mengalihkan perhatian pada persoalan lain.

"Toako, dimana adanya Paman Cang? Aku ingin menghadap dan bicara padanya. Kenapa dia jarang nampak? Apakah ada kesibukan?"

Usahanya itu berhasil. Perhatian Cang Sun teralihkan dan wajahnya tidak lagi dicekam kekecewaan dan kedukaan.

"Ayah memang sedang sibuk bukan main. Banyak sekali urusan yang harus ditanganinya."

"Ah, sayang aku tidak dapat membantu ayahmu, toako. Tugas yang diberikan kepadaku untuk menyelidik ke istanapun telah gagal. Tidak ada gunanya lagi aku tinggal lebih lama disini."

"Hong-moi, tidak perlu engkau merasa menyesal. Tentu saja engkau tidak berhasil menangkap penjahat yang mencemarkan istana bagian puteri itu, karena penjahat itu memang sudah tewas."

Kui Hong terkejut bukan main. Ia menatap wajah pemuda itu dan matanya terbelalak.
"Sudah tewas? Siapa yang menewaskannya dan siapa pula penjahat itu, toako? Kenapa aku tidak pernah mendengar akan hal itu?"

"Memang hal itu dirahasiakan, orang luar tidak boleh tahu. Akan tetapi engkau tidak kuanggap orang luar, apalagi engkau pernah melakukan penyelidikan untuk menangkap penjahat cabul. Penjahat cabul itu ternyata adalah seorang perajurit pengawal thai-kam yang bertugas di dalam istana."

"Ahhh……. !" Kui Hong menjadi semakin heran. "Dan siapa yang telah membunuhnya, toako?"

Pemuda itu tersenyum.
"Pembunuhnya yang amat berjasa itu bahkan orang yang pernah dicurigai ayah, yaitu bekas perwira Tang Bun An."

Kini Kui Hong terbelalak dan mulutnya terbuka. Demikian besar rasa heran dan kagetnya mendengar keterangan yang sama sekali tidak disangka-sangkanya itu sehingga sampai beberapa lama ia tidak mampu bersuara! Akhirnya ia mampu mengendalikan perasaannya dan ia berkata dengan suara yang tenang saja, sama sekali tidak membayangkan ketegangan yang mencekam hatinya.

"Hemm, dia……. ? Jadi perwira Tang…… eh, kau katakan tadi bekas perwira, toako?"

"Benar, karena dia kini telah mengundurkan diri"

"Cang toako, aku merasa tertarik sekali! Maukah engkau menceritakannya kepadaku semua yang terjadi? Bagaimana Paman Cang dapat tahu bahwa penjahat itu telah terbunuh oleh Tang-ciangkun, dan mengapa pula Tang-ciangkun mengundurkan diri. Aku ingin tahu sekali…….”

Cang Sun tersenyum. Dia merasa girang bahwa percakapan telah beralih sehingga dia tidak lagi merasakan akibat dari penolakan cinta gadis itu.

"Begini, Hong-moi. Tadinya ayah memanggil Tang-ciangkun untuk minta perwira itu ikut mencari penjahat cabul di dalam istana. Akan tetapi, Tang-ciangkun yang tadinya harus merahasiakan peristiwa itu seperti diperintahkan Permaisuri, lalu memberitahukan bahwa penjahat itu telah ditangkap dan dibunuhnya atas perintah Hong-houw (Permaisuri).”

"Ahhh…….. !”

Diam-diam Kui Hong mengepal tinju dengan hati panas sekali. Sudah jelas yang menjadi penjahat cabul adalah Tang Bun An sendiri alias Ang-hong-cu, dan keparat itu malah berlagak menjadi penangkap dan pembunuh penjahat cabul! Ingin dia berteriak mengatakan bahwa Tang Bun An itulah penjahat cabulnya, akan tetapi ia menahan gelora hatinya. Ia sudah berjanji kepada Ang-hong-cu dan janjinya lebih berharga dari pada nyawa. Sampai matipun ia tidak akan mau memusuhi Ang-hong-cu, tidak mau pula membuka rahasianya betapa hatinya seperti akan menjerit-jerit menentang janjinya sendiri itu.

"Jadi, diakah yang telah menangkap dan membunuh penjahat cabul itu? Dan mengapa pula setelah membuat jasa yang amat besar itu dia lalu mengundurkan diri? Bukankah kedudukannya sudah kuat dan baik sekali?"

Pertanyaan ini bukan iseng atau pura-pura, memang hatinya penuh dengan pertanyaan ini.

"Hal itupun pernah kutanyakan kepada ayah. Ternyata Tang-ciangkun adalah seorang patriot, seorang yang mencinta tanah air dan bangsa, yang setia kepada kerajaan. Melihat betapa ada usaha pembunuhan terhadap kaisar yang dilakukan pembunuh bayaran yang diperintah oleh orang-orang kulit putih dan juga dibunuh olehnya, maka dia mengajukan permohonan untuk berhenti sebagai perwira pengawal. Dan setelah berhenti, dia hendak menghimpun semua kekuatan kang-ouw, mempersatukan kekuatan kang-ouw untuk membela negara. Dan ayah menyetujui niatnya yang mulia itu, yaitu membantu pemerintah melalui dunia kang-ouw, dunia persilatan yang menjadi dunianya."

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar