*

*

Ads

Sabtu, 11 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 117

Pada waktu itu, kerajaan Beng-tiuaw dalam keadaan makmur berkat kebijaksanaan dua orang menteri yang menjadi kepercayaan kaisar. Dua orang menteri itu adalah Menteri Yang Ting Hoo yang berusia lima puluh tahun, seorang menteri yang setia dan bijaksana, ramah, sabar dan pandai mengatur siasat pemerintahan dan orang kedua adalah Menteri Cang Ku Ceng, yang suka bertindak tegas dan tidak segan-segan memberantas pejabat yang korup dan melakukan penyelewengan.

Menteri Cang Ku Ceng berusia lima puluh tiga tahun dan dia adalah seorang menteri yang tegas, sedangkan Menteri Yang Ting Hoo pandai sekali menghadapi negara-negara lain, pandai berdiplomasi. Kedua orang menteri inilah yang membantu berputarnya roda pemerintahan yang pada waktu itu dipimpin oleh Kaisar Cia Ceng (1520-1566).

Pada waktu itu, sekitar tahun 1545, atas nasihat kedua orang menteri yang setia dan bijaksana itu, Kaisar Cia Ceng tidak mengirim pasukan untuk memerangi negara lain, melainkan memusatkan kekuatan untuk menenteramkan keadaan di dalam negeri. Kedua orang menteri setia yang bersahabat baik itu, seringkali menukar tugas mereka. Kalau Menteri Yang Ting Hoo bertugas mengatur ketentraman di dalam kota raja, maka Menteri Cang Ku Ceng yang bertugas mengatur ketentraman di luar daerah kota raja, dan demikian sebaliknya.

Pada waktu itu, yang bertugas mengatur ketentraman di kota raja adalah Menteri Cang Ku Ceng, sedangkan Menteri Yang Ting Hoo bertugas melakukan perondaan di seluruh daerah selatan dimana masih terjadi pergolakan di perbatasan dengan Anam, Siam, dan Birma, walaupun perang terbuka sudah dihentikan.

Kedua orang menteri setia dan bijaksana itu maklum bahwa kini banyak orang asing berdatangan ke Cina. Biarpun mereka datang dengan dalih ingin berdagang, namun mereka harus dihadapi dengan hati-hati. Sudah banyak mereka mendengar dari utusan kaisar yang pernah merantau ke selatan tentang sikap orang-orang kulit putih itu yang tamak dan dengan dalih berdagang mereka ingin mencengkeram negara orang lain menjadi jajahan mereka.

Oleh karena itu, munculnya orang-orang berkulit putih yang berdatangan dari segala penjuru, baik melalui darat maupun melalui lautan, mereka amati dengan penuh kewaspadaan. Karena khawatir akan pengaruh mereka, maka atas nasihat para menterinya, Kaisar Cia Ceng menghentikan semua gerakan balatentara ke perbatasan, dan mulai menggerakkan pasukan untuk membuat aman keadaan di dalam negeri. Kalau negara dalam keadaan aman, maka negara akan kuat menghadapi ancaman dari luar .

Sejak rombongan orang Portugis yang pertama kali mendaratkan kakinya di tanah Tiongkok, mereka itu disambut dengan sikap bermusuhan oleh kaisar. Hal ini terjadi karena selain sikap orang-orang Portugis memang congkak, sombong, kasar dan juga mereka itu suka mempergunakan kekerasan dan bahkan suka merampok. Pula, sebelum orang-orang Portugis muncul di daratan Cina, terlebih dahulu datang Sultan Malaka menghadap Kaisar Tiongkok.

Sultan Malaka ini dalam tahun 1511 telah diserang oleh Bangsa Portugis sehingga terusir dari negerinya. Bersama para pengikutnya, Sultan Malaka berkeliling ke utara, menghadap kaisar untuk mengadu. Kaisar memandang Sultan Malaka sebagai raja sahabat, maka mendengar akan ulah orang-orang Portugis itu, kaisar menjadi marah sekali. Maka, ketika, rombongan pertama orang Portugis datang, mereka diserang. Banyak diantara mereka yang tewas, dan yang hidup ditawan dan dimasukkan penjara dimana mereka akhirnya juga tewas.

Pada abad ke dua puluh itu, orang-orang barat memang mulai bertualang ke Asia. Namun, tidak mudah untuk memasuki Tiongkok karena Kaisar Cia Ceng sudah terlanjur menaruh curiga kepada semua orang berkulit putih. Apalagi sejak kedatangan orang-orang Portugis yang rata-rata merupakan pedagang yang juga merampok, pemerintah dan rakyatnya tidak menaruh kepercayaan lagi kepada orang-orang berkulit putih bermata biru itu.

Demikianlah, menghadapi usaha orang-orang kulit putih untuk memasuki Tiongkok, baik dengan dalih berdagang atau merampok, kedua orang Menteri Yang Ting Hoo dan Cang Ku Ceng lalu lebih dahulu menentramkan kehidupan rakyatnya agar dapat digalang persatuan yang kokoh untuk menghadapi pengaruh dan ancaman dari bangsa asing itu.

Kecurigaan Menteri Cang terhadap perwira pengawal Tang Bun An, belum juga terbukti. Dia hanya mendengar desas-desus bahwa para wanita dalam istana kaisar bermain gila dengan seorang pria, namun tak pernah ada orang yang melihat sendiri siapa pria yang menggegerkan para wanita itu. Dia memang menaruh kecurigaan kepada Tang Bun An, namun kalau tidak ada bukti, biarpun dia seorang yang memiliki kekuasaan tinggi, tentu saja dia tidak dapat bertindak apa-apa.

Memang, kalau dia menggunakan kekuasaan, setiap saat dia mampu menangkap Tang-ciangkun. Akan tetapi, Menteri Cang bukanlah seorang pejabat macam itu, yang mempergunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang. Kalau tidak ada bukti, dia tidak mau bertindak. Apalagi mengingat bahwa Tang Bun An sudah berjasa, dan memang sejak dia menjadi kepala pasukan pengawal, keadaan di istana menjadi aman. Desas-desus tentang adanya permainan gila dari para wanita di harem kaisar dengan seorang laki-laki misterius itu, hanya merupakan desas-desus yang memalukan, tidak membahayakan! Dan agaknya kaisar sendiri seperti tidak mengambil perhatian, tidak perduli.






Menteri Cang Ku Ceng juga merasa putus asa ketika Cia Kui Hong tidak berhasil menemukan suatu bukti bahwa Perwira Tang Bun An benar telah mengganggu para wanita di istana bagian puteri, diam-diam merasa heran sekali. Andaikata pengganggu keamanan di istana bagian puteri itu bukan Tang Bun An, tentu ada orang lain dan Kui Hong yang lihai tentu akan mampu menangkapnya, setidaknya menjumpai atau memergoki orangnya!

Akan tetapi, dia tidak mencurigai Kui Hong, hanya mengira bahwa agaknya pengacau itu takut ketika melihat Kui Hong melakukan penyelidikan, walaupun penyelidikan itu dilakukan dengan rahasia. Agaknya orang itupun lihai sekali dan sudah tahu bahwa ada gadis perkasa yang melakukan penyelidikan untuk menangkapnya. Tentu penjahat cabul Itu telah mengetahui lebih dahulu bahwa ada gadis sakti yang melakukan pengintaian, maka dia tidak berani muncul!

Dan ketika dia diam-diam menyelundupkan seorang mata-mata pribadinya ke dalam istana bagian puteri itu, seorang thai-kam (orang kebiri) kepercayaannya untuk melakukan penyelidikan, maka hatinya semakin yakin bahwa kehadiran Kui Hong benar-benar telah membikin kuncup hati petualang asmara yang menodai istana bagian puteri itu karena dia tidak pernah muncul kembali!

Kecurigaannya terhadap Tang Bun An berkurang. Bagaimanapun juga, harus diakuinya bahwa semenjak Tang Bun An diangkat menjadi perwira tinggi pengawal istana, keadaan di sekeliling istana, menjadi aman.

Dan apa yang terjadi sehari setelah Kui Hong keluar dari istana, makin menebalkan kepercayaannya kepada Tang Bun An. Malam itu, baru saja sehari Kui Hong meninggalkan istana. Malam yang gelap gulita. Seperti biasa, Tang Bun An melakukan pemeriksaan di sekeliling istana, untuk memeriksa apakah para perajurit yang menjadi anak buahnya melakukan penjagaan yang tertib sebagaimana biasanya.

Dalam hal ini harus diakui bahwa Tang Bun An melakukan tugas yang amat baik. Dia bahkan amat keras dan disiplin terhadap anak buahnya, maka tidak mengherankan apabila setelah dia menjadi kepala pengawal, di istana dan sekitarnya menjadi aman sekali.

Tang Bun An menciptakan kata-kata sandi yang amat dirahasiakan, dan setiap malam kata-kata sandi diantara para pengawal yang bertugas jaga, diganti sehingga akan sukar sekali bagi orang luar untuk mengetahuinya. Juga bunyi tanda bahaya yang sejak dahulu merupakan bunyi canang dipukul gencar, kini dia robah dengan bunyi sempritan. Tidak gaduh, namun terdengar sampai jauh dengan tanda bunyi tertentu.

Tang Bun An adalah seorang yang berpengalaman dan hati-hati sekali. Biarpun dia telah mendapatkan janji dari Cia Kui Hong bahwa pendekar wanita yang juga menjadi ketua Cin-ling-pai itu tidak akan membocorkan rahasianya sebagai Ang-hong-cu dan sebagai pengacau istana bagian puteri, namun dia tidaklah begitu bodoh untuk nekat melanjutkan petualangannya di istana. Pula, dia sudah mulai bosan dengan para selir kaisar itu.

Biasanya, dia mempermainkan wanita untuk membalas dendam, untuk melampiaskan kebenciannya terhadap wanita dengan cara lain. Dia biasa memperkosa mereka yang tidak suka menuruti kehendaknya sehingga dengan demikian dia merusak masa depan gadis yang diperkosanya.

Kalau seorang wanita dengan suka hati menyambutnya dengan hati yang mencinta, dia sengaja merayu dan menjatuhkan hatinya dan kalau wanita itu sudah tergila-gila, bahkan kalau sudah mengandung, lalu ditinggalkannya begitu saja, dipatahkan hatinya, dihancurkan perasaannya! Itulah caranya melampiaskan kebenciannya terhadap wanita.

Akan tetapi, di istana, dia merasa diperalat oleh wanita-wanita yang cantik itu. Dia dijadikan alat pemuas nafsu berahi mereka! Maka, kini dia merasa muak. Karena inilah, dan karena hati-hatinya, maka diapun mengambil keputusan untuk tidak lagi mendekati para wanita di istana. Apalagi kini dia bercita-cita untuk menjadi raja di luar istana, raja orang kang-ouw, raja dunia persilatan!

Ketika pada malam hari itu dia melakukan pemeriksaan di sekeliling istana, seperti yang dilakukannya hampir setiap malam, tiba-tiba terdengar suara sempritan dari arah barat. Di barat adalah istana bagian puteri!

Mendengar suara sempritan ini, yang disusul oleh suara sempritan lain sebagai balasan sehingga dalam waktu singkat saja seluruh pasukan keamanan yang bertugas jaga di semua penjuru tahu bahwa ada bahaya di istana bagian puteri, Tang Bun An cepat mempergunakan kepandaiannya, berlari cepat menuju ke barat.

Ketika tiba di bagian itu, di luar tembok yang memisahkan bagian puteri dengan bagian istana lainnya yang boleh didatangi para pengawal, dia melihat betapa belasan orang anak buahnya sedang mengepung dan mengeroyok dua orang yang berpakaian hitam-hitam.

Mereka adalah dua orang laki-laki yang usianya sekitar empat puluh tahun dan mereka itu lihai bukan main. Dengan permainan pedang mereka yang cepat dan mantap, mereka berdua sama sekali tidak terdesak walaupun dikeroyok empat belas orang perajurit pengawal, bahkan Tang Bun An melihat betapa sudah ada empat orang anak buahnya menggeletak mandi darah.

"Jahanam, berani kalian mengacau di istana?" bentak Tang Bun An yang sudah mencabut pedangnya dan diapun mengeluarkan teriakan sandi yang ditujukan kepada semua anak buahnya untuk mengepung kedua orang itu dan menjaga agar mereka jangan sampai lolos.

Segera para perajurit pengawal sudah mengepung dan tidak kurang dari enam puluh orang yang bertugas jaga malam itu, kini semua berada disitu, mengepung ketat.

Begitu Tang Bun An terjun ke dalam pertempuran, dua orang itu mengeluarkan seruan kaget. Seorang diantara mereka, yang berkumis tebal, menggerakkan pedangnya menyambut perwira yang melihat gerakannya meloncat saja jelas memiliki kepandaian tinggi.

“Tranggg !!” kedua pedang bertemu dan si kumis tebal itu terhuyung ke belakang.

Dia terbelalak, akan tetapi Tang Bun An tidak memberi banyak kesempatan kepadanya. Dia sudah menyerang lagi sehingga si kumis tebal terpaksa melindungi dirinya dengan memutar pedang dan membalas. Segera mereka berkelahi mati-matian, namun si kumis itu segera mengetahui bahwa dia berhadapan dengan seorang perwira yang memiliki kepandaian tinggi.

Sementara itu orang kedua yang mukanya kuning dikeroyok oleh belasan orang perajurjt pengawal. Karena temannya didesak oleh Perwira Tang dan dia harus seorang diri saja menghadapi pengeroyokan demikian banyaknya perajurit pengawal diapun mulai terdesak.

“Tangkap dia! Gunakan jaring!" Terdengar Tang Bun An berseru. "Tangkap hidup-hidup!"

Mendengar ini, diantara perajurit pengawal segera mengeluarkan sebuah jala yang memiliki delapan ujung. Setiap ujung dipegang oleh seorang perajurit. Dengan menarik ujung-ujung itu, jala berkembang dan biarpun dia tahu akan bahayanya jala itu, si muka kuning tetap saja tidak dapat menjauhkan diri karena dia sedang didesak oleh pengeroyokan belasan orang yang mengepungnya dari jarak jauh dan mereka itu kini menggunakan senjata tombak panjang.

Karena tidak mampu mengelak, jala yang menyambar turun seperti payung itu menimpa dirinya. Dia meronta dan berusaha membabat jala dengan pedangnya, namun sia-sia belaka. Jala itu dibuat secara istimewa, di bawah pengawasan Tang Bun An sendiri sehingga biar dibacokpun tidak putus dan tak lama kemudian, si muka kuning itu sudah seperti seekor ikan besar dalam jala yang dilipat-lipat dan dia tidak mampu bergerak lagi.

Melihat temannya tertawan, si kumis tebal menjadi semakin panik. Tak disangkanya sama sekali bahwa di istana dia akan berhadapan dengan seorang yang demikian lihainya seperti perwira itu.

"Haiiiitttt……. !"

Dia berseru nyaring dan pedangnya meluncur ke arah dada Tang Bun An dengan gerakan nekat yang amat berbahaya, baik bagi lawan maupun bagi dirinya sendiri karena serangan mati-matian itu membuka pula dirinya. Seluruh tenaga dan gerakannya ditujukan untuk menyerang, sama sekali tidak memperdulikan pertahanan diri lagi.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar