*

*

Ads

Minggu, 15 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 048

"Cepat laksanakan penangkapan itu kalau benar engkau mampu melakukannya! Selama ini, seluruh pasukan pengawal tidak mampu menangkap dua orang perempuan itu. Sebab itu Tang Bun An, jika engkau melanggar janji kesanggupanmu dan mengecewakan kami, jika engkau gagal melakukan penangkapan, maka kami akan memberikan hukuman berat! Sebaliknya, kalau engkau berhasil memenuhi janji, yaitu dalam waktu sehari akan mampu menghadapkan dua orang wanita itu dan biang keladinya yang membuat mereka minggat dari istana, maka kami akan mengangkatmu menjadi kepala seluruh pasukan pengawal, baik yang di dalam mau pun yang di luar istana!" Demikianlah kata kaisar ketika Tang Bun An diperkenankan menghadapnya.

Tang Bun An menyatakan kesanggupannya untuk menangkap serta menyeret dua orang wanita, yaitu selir Hwee Lan dan dayang A Sui, kembali ke istana dalam waktu satu hari saja. Bahkan juga dia bersedia menangkap orang yang telah melarikan dua orang wanita itu dari dalam istana.

Mendengar ini, tentu saja semua pengawal menjadi terkejut dan heran sekali. Bagaimana mungkin orang setengah tua ini akan mampu menangkap buronan itu dalam waktu sehari saja, pada hal para pengawal yang pandai telah gagal sama sekali?

Tentu saja hal itu tidaklah terlalu mengherankan kalau saja mereka ketahui bahwa ketika Tang Bun An menghadap kaisar, tiga orang itu sudah menjadi tawanannya dan sekarang dia sembunyikan dalam sebuah kuil tua di dalam hutan sebelah utara kota raja!

Dengan sikap hormat dan gagah Tang Bun An segera menolak ketika kaisar menawarkan bantuan pasukan pengawal. Dia pun berangkat dan tepat pada keesokan harinya, pagi-pagi dia sudah kembali ke istana membawa tiga orang tawanan itu yang telah dibelenggu kedua tangan mereka dan dirantai kaki mereka.

Semua orang tentu saja menjadi bengong dan terkejut sekali melihat bahwa komandan pengawal muda itu menjadi tawanan, apa lagi pada saat mereka mendengar bahwa yang melarikan Hwee Lan dan A Sui adalah Tang Gun, perwira pengawal yang amat dipercaya oleh kaisar. Gegerlah seluruh penghuni istana mendengar bahwa Tang Gun tidak hanya melarikan selir dan dayangnya itu, akan tetapi juga dia yang telah membunuh A Cui yang disangka mati membunuh diri di Pondok Sarang Madu.

Kaisar sendiri tentu saja menjadi marah bukan kepalang. Dengan muka merah dan mata melotot dia mendengarkan pengakuan ketiga orang tawanan itu, kemudian dengan suara lantang kaisar menjatuhkan hukumannya. Hwee Lan dan A Sui dijatuhi hukuman menjadi nikouw (pendeta wanita), harus mencukur gundul rambut mereka dan selanjutnya mereka diharuskan menjadi nikouw, hidup di kuil untuk menebus dosa selama hidup mereka. Ada pun Tang Gun, karena mengingat akan jasa-jasanya yang pernah dilakukannya terhadap kaisar, perwira pengawal ini dihukum buang sesudah menerima cambukan sebanyak lima puluh kali!

Tentu saja Tang Bun An menerima hadiah seperti yang dijanjikan kaisar. Dia kemudian diangkat menjadi komandan seluruh pasukan pengawal! Suatu kedudukan yang tinggi!

Akan tetapi tentu saja kedudukan itu tidak diterimanya dengan begitu mulus dan mudah. Seorang di antara para menteri, yaitu menteri bagian keamanan, segera memperingatkan kaisar bahwa semestinya dalam menerima seseorang untuk menjadi komandan pasukan pengawal istana tidak dilakukan semudah itu,

"Ampun, Sribaginda, memang sudah ada bukti akan kesetiaan dan jasa dari Tang Bun An sehingga sudah sepantasnya bila dia menerima anugerah dari paduka. Akan tetapi, akan lebih bijaksana kiranya kalau dia diuji lebih dulu. Bagaimana pun juga, tingkat kepandaian seorang komandan seharusnya lebih tinggi dari pada tingkat semua perwira pasukan itu sehingga takkan menimbulkan perasaan iri di antara para prajurit mau pun perwira! Juga hal ini akan mempertebal ketaatan seluruh anak buah terhadap komandannya," demikian antara lain menteri itu mengemukakan pendapatnya.

Kaisar dapat menerima pendapat ini dan demikianlah, sebelum menerima pengangkatan dirinya sebagai seorang panglima, kepala seluruh pasukan pengawal istana, Tang Bun An diharuskan melewati ujian. Pengujinya adalah seseorang yang sangat disegani di seluruh pasukan pengawal, yaitu Coa-ciangkun (Panglima Coa) yang tadinya menjabat sebagai kepala pasukan pengawal tetapi kini harus menjadi orang ke dua setelah Tang Bun An!

Coa Ciangkun ini terkenal memiliki tenaga gajah dan juga ilmu silatnya tinggi, maka boleh dibilang dia adalah jagoan istana nomor satu yang selama ini sukar dicari tandingannya! Dia baru berusia empat puluh tahun dan tubuhnya tinggi besar menyeramkan.

Kaisar sendiri langsung tertarik ketika melihat sikap Tang Bun An yang sedikit pun tidak menyatakan ketakutan ketika dikabarkan bahwa dia akan diuji oleh Coa Ciangkun yang terkenal itu. Oleh karena itu kaisar berkenan hendak menyaksikan sendiri ujian atau adu kepandaian itu.

Mendengar bahwa kaisar sendiri hendak menyaksikan, legalah hati Tang Bun An. Kalau junjungan itu menyaksikan sendiri, sudah pasti perwira Coa itu tak akan berani melakukan kecurangan dan tentu adu kepandaian itu akan berlangsung dengan jujur dan adil. Hal ini melegakan hatinya yang tadinya merasa ragu-ragu dan khawatir kalau-kalau nantinya dia akan dicurangi oleh para pembesar istana yang tentu merasa iri hati kepadanya. Dan dia pun maklum betapa lihainya para jago istana sehingga kalau sampai dia dikeroyok, hal itu akan berbahaya juga baginya.

Pada hari dan waktu yang sudah ditentukan, sebuah lian-bu-thia (ruang berlatih silat) telah dipersiapkan dan kaisar sudah hadir bersama beberapa orang selir dan dayang yang suka akan ilmu silat. Juga para pembesar militer hadir untuk menilai hasil ujian itu.






Sesudah memberi hormat dengan berlutut di hadapan kaisar, Tang Bun An dan lawannya menuju ke tengah ruangan. Tang Bun An kemudian memandang kepada calon lawan itu dengan penuh perhatian.

Seorang raksasa berusia empat puluh tahun yang biar pun tubuhnya tinggi besar, namun gerak-geriknya keihatan gesit. Seorang lawan yang tangguh, pikirnya, akan tetapi sedikit pun dia tidak merasa gentar. Dia percaya kepada kemampuan dirinya.

Sekelebatan saja dia tahu bahwa dalam menghadapi lawan seperti itu, amat bodoh kalau dia harus mengadu tenaga. Jelas bahwa orang itu memiliki tenaga yang sangat kuat, baik tenaga otot mau pun tenaga dalam. Karena itu, satu-satunya cara untuk menghadapinya hanyalah mengandalkan kecepatan dan dia merasa yakin akan bisa mengatasi lawannya dalam hal kecepatan. Memang dia terkenal sebagai seorang ahli ginkang yang hebat, dan karena mengandalkan ginkang-nya inilah maka selama puluhan tahun ini tidak ada yang mampu menangkap Ang-hong-cu!

Pertandingan ujian itu akan segera dimulai. Untuk mentaati perintah kaisar yang khawatir kalau dua orang yang sangat berguna baginya itu mengalami cidera, maka pertandingan dilakukan dengan tangan kosong.

Begitu mereka bergebrak dan saling serang, tahulah Si Kumbang Merah bahwa lawannya memang amat tangguh dan mempunyai ilmu silat yang pada dasarnya adalah aliran silat Siauw-lim-pai namun gerakannya telah bercampur dengan silat dari utara dan barat. Akan tetapi, yang amat merepotkannya adalah kekuatan yang dahsyat dari lawan itu.

Meski pun dia sendiri memiliki sinkang yang kuat, namun setelah beberapa kali mencoba tenaga lawan dan mengadu tenaga, lengannya terasa agak nyeri karena dia kalah muda sehingga tulang-nya juga kalah kuat! Sebab itu mulailah Si Kumbang Merah Tang Bun An mempergunakan kecerdikannya.

Tubuhnya berkelebatan amat cepatnya dan benar seperti dugaannya. Biar pun si raksasa itu juga memiliki gerakan yang cepat, tetapi masih jauh kalah cepat jika dibandingkan dia. Coa Ciangkun mulai merasa pening karena lawannya lenyap, berubah menjadi bayangan yang terus berkelebatan di sekeliling dirinya! Lawannya itu seperti seekor kumbang yang beterbangan mengitarinya, membuat Coa Ciangkun kini terdesak dan repot sekali.

Setelah lewat lima puluh jurus dan membuat lawan benar-benar pening, dengan kecepatan kilat ketika tubuhnya berkelebat di belakang lawan, Tang Bun An mempergunakan ujung kakinya menendang cepat mengarah tekukan lutut kedua kaki Coa-ciangkun. Tidak keras tendangan itu, akan tetapi karena yang ditendang adalah bagian yang lemah, maka tanpa dapat dipertahankan lagi, kedua kaki perwira raksasa itu pun tertekuk dan dia berlutut!

Tang Bun An yang cerdik tidak ingin menambah musuh, maka cepat dia menjura kepada perwira itu sambil berkata, "Ciangkun, engkau sungguh hebat, maafkan aku."

Perwira Coa bangkit berdiri lantas balas menjura. Hatinya kagum sekali. Orang ini sangat lihai, pikirnya, akan tetapi pandai pula merendahkan diri. Meski pun dia tadi kalah, namun lawannya sengaja tidak membikin malu padanya. Dia tahu bahwa kalau lawan yang amat lihai itu menghendaki, dia dapat dikalahkan dalam cara yang lebih keras lagi.

Kaisar merasa puas dan para pembesar militer juga menyatakan kekaguman mereka. Semua orang tahu belaka bahwa pria setengah tua yang masih ganteng dan simpatik itu memang memiliki ilmu kepandaian yang tinggi dan boleh diharapkan menjadi komandan pengawal yang dapat dipercaya.

Mulai hari ini resmilah Tang Bun An menjadi Tang-ciangkun, dan kedudukannya bahkan jauh lebih tinggi dari pada Tang Gun. Lalu bagaimana dengan nasib Tang Gun? Bagi dua orang kekasihnya sudah jelas. Hari itu juga mereka digunduli dan diserahkan kepada para nikouw pengurus kuil, dan dua orang wanita muda itu dipaksa menjadi nikouw, setiap hari kerjanya hanya berdoa dan mempelajari kitab-kitab agama untuk menebus dosa mereka!

Ada pun Tang Gun sendiri, dengan punggung yang masih penuh babak belur serta terasa perih, lehernya dikalungi papan berlubang dan dikawal oleh dua orang petugas penjara, dibawa keluar dari kota raja dalam perjalanannya ke tempat pembuangan, jauh ke utara di mana terdapat tempat pembuangan dan di sana para terhukum itu dijadikan pekerja rodi, memperbaiki dinding dari Tembok Besar yang rusak, melayani pasukan penjaga dan lain-lain pekerjaan kasar, sampai mereka itu mati atau habis masa hukumannya.

Sesudah Tang Gun dikawal dua orang petugas penjara keluar dari kota raja, pada malam harinya Tang Bun An merasa gelisah di dalam kamarnya. Ia terkenang kepada Tang Gun, teringat akan percakapan antara Tang Gun dan Hwee Lan di dalam kuil sebelum mereka dia serahkan kepada kaisar. Dua orang itu bertangisan dan dalam keluh kesahnya itulah dia mendengar Tang Gun berkata dengan suara penuh duka.

"Aih, aku telah melupakan pesan ibuku, dan seperti juga ibuku, aku menjadi korban nafsu. Ibuku pernah bercerita bahwa karena terbuai oleh nafsu, dahulu ibuku telah menyerahkan diri kepada seorang pria. Ibuku mengandung dan pria itu pergi begitu saja. Ibu melahirkan aku lantas hidup merana dan itu semua adalah korban nafsu yang hanya beberapa waktu saja! Aku lupa akan pengalaman ibu, dan aku pun sudah tergoda oleh nafsu sehingga kita melakukan hubungan dan sekarang akibatnya sungguh pahit, sama sekali tidak sepadan dengan kesenangan sejenak yang kita nikmati..."

"Akan tetapi, koko. Kita saling mencinta... ," bantah Hwee Lan.

"Hemm, benarkah hal itu? Apa bila kita saling mencinta, tentu kita tidak akan melakukan hubungan yang akibatnya hanyalah mencelakakan kita sendiri. Kita saling mencelakakan. Yang mendorong hubungan kita bukanlah cinta, tapi nafsu birahi! Peringatan ibu sungguh tepat. Kita harus senantiasa waspada terhadap nafsu kita sendiri karena nafsu kita yang akan menyeret kita ke lembah kesengsaraan. Apa bila kita lengah, nafsu akan menerkam kita. Untuk kenikmatan yang hanya beberapa saat kita rasakan, mungkin akan menyeret kita ke lembah kesengsaraan selama hidup!"

Pemuda itu menangis dan merintih-rintih memanggil ibunya! Itulah yang selalu mengiang di dalam telinga Si Kumbang Merah pada malam hari itu. Dia sendiri tidak tahu siapa ibu pemuda itu, namun dia percaya bahwa Tang Gun adalah puteranya. Sudah terlalu banyak wanita dia permainkan sehingga dia tidak ingat lagi, wanita yang mana yang menjadi ibu pemuda itu! Dan dia pun tidak mempunyai hasrat untuk mengetahuinya.

Namun betapa pun juga Tang Gun adalah anak kandungnya! Dia tidak memiliki rasa cinta terhadap pemuda itu, akan tetapi, mengingat bahwa Tang Gun tidak bersalah kepadanya, dan juga tidak mengecewakan menjadi puteranya, pandai menjatuhkan hati wanita, maka hatinya merasa tidak tega.

Demikianlah, pada keesokan harinya ketika Tang Gun dan dua orang pengawalnya tiba di jalan sunyi di lereng sebuah bukit, tiba-tiba muncul seorang yang berpakaian serba hitam dan memakai kedok hitam pula. Tanpa banyak cakap, si kedok hitam ini menyerang dua orang pengawal itu.

Mereka mencabut golok lalu melakukan perlawanan. Namun percuma saja, hanya dalam beberapa jurus keduanya sudah terjungkal tewas dan si kedok hitam lantas menendangi mayat mereka sampai terlempar ke dalam jurang yang sangat dalam. Sesudah itu, masih tanpa bicara, si kedok hitam membikin pecah "Pang' (alat papan berlubang mengalungi leher), mematahkan semua rantai, kemudian menyerahkan sebuah buntalan kain kuning kepada Tang Gun. Buntalan kain itu ternyata berisi uang emas!

Tang Gun terheran-heran namun si kedok hitam meloncat pergi. Pemuda itu hanya dapat berteriak, "Kedok hitam, aku Tang Gun tidak akan melupakan pertolonganmu ini selama hidupku!"

Si Kedok Hitam itu tentu saja bukan lain adalah Si Kumbang Merah Tang Bun An. Setelah menolong dan membebaskan putera kandungnya serta memberi emas yang cukup untuk bekal hidup pemuda itu, dia lalu kembali ke kota raja dan hatinya merasa lega dan puas.

Tang Gun adalah anak keturunannya yang patut dibanggakan! Hanya sayang ilmu silatnya tak begitu tinggi, tidak seperti Hay Hay atau Tang Hay itu. Begitu teringat akan Tang Hay, diam-diam Si Kumbang Merah bergidik.

Anak itu sungguh luar biasa. Amat lihai dan memiliki ilmu sihir yang mengerikan pula. Dan timbul kekhawatiran di dalam hatinya bahwa anak kandungnya yang satu itu sekali waktu akan dapat menemukannya! Apakah dia akan sanggup menandingi anaknya itu? Apakah dia akan mampu menyelamatkan dirinya?

"Aku tidak perlu takut!" Akhirnya dia mengeluh.

Bukankah tidak seorang pun di antara mereka, termasuk Tang Hay sendiri, mengetahui bahwa dia kini sudah menjadi seorang panglima di istana? Panglima, komandan seluruh pasukan pengawal yang amat kuat! Maka, apa artinya musuh-musuh dari golongan para pendekar itu? Dalam kedudukannya sekarang, mereka takkan mampu berbuat sesuatu!

Sejak itu mulailah Si Kumbang Merah Tang Bun An menikmati kehidupannya yang baru. Seorang panglima yang ditakuti dan disegani, yang memiliki kekuasaan di istana, luar dan dalam. Dialah yang mengatur semua penjagaan, dia pula yang bertanggung jawab akan keamanan dan keselamatan istana, akan keamanan dan keselamatan kaisar sekeluarga!

Dia berkedudukan tinggi serta terhormat, juga hidup dalam kemewahan. Sebentar saja di dalam gedungnya yang megah telah dimeriahkan dengan adanya belasan orang pelayan wanita yang muda-muda dan cantik-cantik. Bahkan karena pengalamannya dalam urusan wanita, Si Kumbang Merah memilih gadis-gadis yang cantik dengan segala macam sifat dan pembawaan, ada sesuatu yang khas dan menjadi daya tarik bagi setiap para pelayan itu. Dia memilih dengan amat teliti sehingga sebentar saja para pejabat tinggi di kota raja mendengar atau melihat sendiri bahwa panglima baru ini mempunyai gadis-gadis pelayan yang hebat, yang tidak kalah dibandingkan dengan para dayang di istana kaisar!

**** 048 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar