*

*

Ads

Minggu, 15 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 047

Kedatangan Tang Gun di kota Yu-sian dilakukan secara diam-diam. Bagaimana pun juga dia tidak berani secara terang-terangan memperlihatkan diri kepada umum pada saat dia mengunjungi kekasihnya, yaitu Hwee Lan dan A Sui yang kini sudah membuka sebuah toko kain di kota itu. Dia datang pada malam hari, melalui genteng rumah seperti seorang pencuri! Akan tetapi kedatangannya itu langsung disambut dengan mesra dan manis oleh Hwee Lan dan A Sui yang sudah merasa rindu sekali kepada pria ini.

Tetapi kemesraan itu diliputi mendung. Tang Gun yang juga merasa rindu kepada mereka, nampak diam dan murung. Tentu saja hal ini membikin dua orang wanita itu menjadi amat khawatir.

"Koko, apakah yang menyebabkan engkau terlihat murung dan tidak senang?" Hwee Lan merangkul dan duduk di atas pangkuan kekasihnya. Tang Gun menghela napas.

"Aku telah membunuh dayang A Cui..."

"A Cui....?!" A Sui terkejut sekali mendengar bahwa kekasih majikannya, juga kekasihnya sendiri itu, telah membunuh A Cui, seorang dayang istana yang menjadi sahabat baiknya.

"Membunuh A Cui? Mengapa...?" Hwee Lan juga berseru kaget dan dia segera turun dari atas pangkuan kekasihnya, akan tetapi masih merangkulnya dan mengamati wajah yang tampan itu dengan khawatir .

"Dia telah mengetahui rahasia kita, dan dia memerasku untuk melayaninya. Sebab itu aku lalu membunuhnya." Diceritakannya peristiwa dalam taman itu kepada dua orang wanita yang mendengarkan dengan wajah berubah pucat.

"Dan apa bila A Cui sampai mengetahui rahasia kita itu, sudah pasti bahwa salah seorang di antara kalian yang sudah membocorkannya dan menceritakannya kepada A Cui. Hayo, siapa yang telah bicara dengan A Cui? Mengaku saja!"

Hwee Lan memandang kekasihnya yang sudah bangkit berdiri itu dengan mata terbelalak, lantas dia menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku sama sekali tak pernah bicara tentang hubungan kita kepada siapa pun juga. Aku cukup mengetahui betapa berbahayanya kalau hal itu kulakukan. Akan tetapi A Sui...! Engkau..., tentu engkau yang telah bicara dengan A Cui, bukan? Aku tahu bahwa engkau adalah sahabat karib A Cui!" Bekas selir kaisar yang cantik jelita itu kini memandang kepada pelayannya.

Wajah A Sui menjadi semakin pucat. Ia menundukkan mukanya, kemudian dia berlutut di atas lantai dan menangis. "Ampun... saya kira... hal itu tidak ada bahayanya karena dia... dia adalah seorang sahabat baik yang biasanya setia... dan..."

"Goblok! Engkau lancang mulut!" Tang Gun dengan marah segera menggerakkan kakinya menendang.

"Bukkk!" Tubuh selir yang mungil itu terlempar dan menabrak dinding lalu terbanting jatuh. Dia menangis dan pipinya yang tertabrak dinding membiru, juga mulutnya berdarah.

"Kau... kau akan membikin celaka kita semua!" Tang Gun membentak lagi dan perasaan marahnya masih berkobar.

"Ampun... ampunkan saya..."

Bekas dayang itu merintih ketakutan. Sebelum Tang Gun kembali turun tangan menghajar atau mungkin membunuh bekas dayang yang menjadi kekasihnya itu, mendadak nampak bayangan berkelebat dibarengi suara seorang laki-laki,

"Tang Gun, apakah engkau hendak membunuh pula wanita ini seperti engkau membunuh dayang A Cui?"

Tentu saja tiga orang itu amat terkejut, terutama sekali Tang Gun. Dia cepat membalikkan tubuhnya dan ternyata di ruangan itu sudah berdiri seorang laki-laki yang tidak dikenalnya sama sekali. Seorang pria yang usianya sudah lima puluh lima tahun, pakaiannya sangat rapi, tubuhnya sedang dan setua itu masih nampak tampan menarik. Melihat bahwa pria itu hanya orang biasa saja, tidak membawa senjata, Tang Gun bersikap garang.






Sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah muka pria itu, dia membentak lantang, "Heh, siapakah engkau yang datang memasuki rumah kami tanpa diundang?" Walau pun suara dan sikapnya garang, akan tetapi hatinya berdebar tegang mendengar betapa pria ini telah tahu akan rahasianya yang ke dua, yaitu membunuh A Cui!

Pria setengah tua itu tersenyum mengejek dan kedua matanya mengeluarkan sinar tajam. "Aku adalah utusan kaisar yang datang untuk menangkap kalian bertiga lantas membawa kalian kembali ke istana!"

Wajah Tang Gun seketika pucat mendengar ucapan ini. Akan tetapi, melihat betapa orang itu hanya seorang diri saja dan tidak bersenjata, maka dia pun menjadi nekat. Dia harus membunuh orang ini apa bila ingin selamat. Secepat kilat dia sudah mencabut pedangnya dan tanpa banyak cakap lagi dia sudah menerjang dengan tusukan pedangnya ke arah dada orang itu.

"Singggg...!"

Pedang berdesing saking cepat gerakannya, tapi hanya meluncur lewat karena orang itu sudah dapat mengelak dengan amat mudahnya. Akan tetapi, dengan lompatan ke kanan Tang Gun sudah cepat membalikkan tubuh, kemudian pedangnya menyambar ganas, kini membacok ke arah leher dan gerakan pedang ini segera disusul dengan tendangan kaki kirinya ke arah bawah pusar lawan.

Serangan ini sangat hebat karena Tang Gun sudah memainkan jurus Li-kong Sia-ciok (Li Kong Memanah Batu), gerakannya selain cepat juga mengandung tenaga yang dahsyat. Namun ternyata lawannya adalah seorang yang lihai sekali. Dia tak pernah mimpi bahwa lawannya ini adalah orang yang dicari-carinya semenjak dia kecil, yaitu ayah kandungnya sendiri yang berjuluk Ang-hong-cu!

Ang-hong-cu Tang Bun An menghadapi serangan dahsyat itu dengan sangat tenang. Dia melangkah mundur sehingga bacokan tidak mengenai lehernya, dan ketika tendangan itu menyambar lewat, tangannya cepat bergerak menyentuh bawah kaki kemudian sekali dia menggerakkan tenaga ke arah tumit itu, tubuh Tang Gun lantas terlempar dan terjengkang ke belakang!

"Brukkk!"

Tubuh Tang Gun terbanting, akan tetapi orang muda inl sudah cepat meloncat bangun lagi dan menyerang lebih ganas. Dia kini dapat mengerti bahwa lawannya sangat pandai, maka dia menjadi nekat. Dia harus dapat mengalahkan orang itu, atau dia akan celaka!

Pedangnya lantas menyambar-nyambar, berubah menjadi cahaya yang bergulung-gulung, yang menyambar-nyambar bagaikan maut kelaparan mencari nyawa. Namun tingkat ilmu kepandaian silat yang dikuasai Tang Gun jauh berada di bawah tingkat Ang-hong-cu yang di samping ilmunya tinggi, juga sudah memiliki pengalaman luas, maka semua sambaran pedangnya tidak pernah mengenai sasaran.

Kalau Si Kumbang Merah itu menghendaki, bahkan dalam beberapa jurus saja Tang Gun tentu sudah roboh dan dikalahkan. Akan tetapi, mengingat bahwa perwira muda ini adalah puteranya sendiri seperti yang sudah diakui oleh Tang Gun dan yang dipercayanya pula, agaknya Si Kumbang Merah hendak menguji sampai di mana ketangguhan pemuda yang mengaku sebagai anaknya itu.

Setelah puas mempermainkan Tang Gun dengan elakan-elakan yang membuat tubuhnya berubah menjadi bayangan yang berkelebatan di antara cahaya pedang, tiba-tiba saja Si Kumbang Merah mengeluarkan seruan nyaring.

"Heiiiittttt...!"

Kedua tangannya bergerak, yang kiri menotok ke arah siku kanan lawan dan yang kanan mencengkeram pundak, dan di lain saat tubuh Tang Gun sudah menjadi lemas kemudian pedangnya dengan mudah berpindah tangan! Si Kumbang Merah cepat menyusul dengan totokan ke arah jalan darah thian-hu-hiat, maka tubuh perwira itu pun terkulai lemas tidak mampu bergerak lagi!

Dua orang wanita itu menjadi ketakutan sampai hampir terkencing-kencing. Akan tetapi Si Kumbang Merah tersenyum ramah dan berkata kepada mereka,

"Hayo kalian berdua ikut bersamaku. Kereta sudah menunggu di luar. Jangan sampai aku harus mempergunakan kekerasan terhadap kalian dua orang nona manis!"

Hwee Lan dan A Sui tak berani membantah pula biar pun mereka ketakutan dan maklum bahwa mala petaka menanti mereka. Ang-hong-cu menarik tubuh Tang Gun bangun, lalu memapahnya keluar sambil menggiring dua orang wanita itu yang berjalan dengan tubuh menggigil ketakutan. Ternyata di luar sudah tersedia sebuah kereta yang ditarik dua ekor kuda! Ang-hong-cu yang membayangi Tang Gun dan mengetahui tempat persembunyian perwira dengan dua orang kekasihnya itu telah mempersiapkan kereta untuk memboyong para tawanan itu kembali ke kota raja!

Setelah ketiga orang itu berada di dalam kereta, Tang Gun tertotok lemas dan dua orang wanita itu menangis lirih, Ang-hong-cu segera melarikan keretanya menuju ke kota raja. Penangkapan terhadap ketiga orang itu merupakan peristiwa yang aneh karena tidak ada orang lain yang mengetahuinya!

Dua orang wanita itu pun merasa tak berdaya, hanya mampu menangis ketakutan karena mereka dapat membayangkan bahwa mereka pasti akan menerima hukuman. Orang yang mereka percaya kini telah duduk setengah rebah di dalam kereta, tak dapat bergerak lagi dan hanya mampu memandang kepada mereka berdua dengan sinar mata putus asa dan ketakutan.

**** 047 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar