*

*

Ads

Kamis, 28 Juni 2018

Ang Hong Cu Jilid 020

Setelah memainkan beberapa macam ilmu silat Cin-ling-pai. Kui Hong lalu mencabut sepasang pedang pemberian neneknya, yaitu Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) yang berwarna hitam sehingga nampak dua gulung sinar hitam. Dan gadis ini segera memainkan kedua pedangnya itu dengan ilmu pedang Hok-mo Siang-kiamsut yang dipelajarinya dari neneknya!

Bukan main hebatnya ilmu pedang ini. Terdengar suara mengaung-ngaung tinggi rendah dan diseling suara berdesing-desing dan yang nampak hanyalah dua gulungan sinar hitam yang menyeramkan dan dahsyat sekali. Tidak aneh karena ilmu pedang ini adalah ilmu dari nenek gadis itu yang bernama Toan Kim Hong. Di waktu mudanya, Toan Kim Hong ini sudah terkenal dengan menyamar sebagai seorang nenek berjuluk Lam Sin, termasuk seorang diantara tokoh-tokoh dan para datuk aneh di empat penjuru dunia!

Semua murid Cin-ling-pai memandang bingung. Permainan sepasang pedang itu tidak mereka kenal sama sekali! Biarpun amat hebat, namun jelas bukan ilmu silat Cin-ling-pai, maka mereka saling pandang dengan heran walaupun mereka merasa kagum sekali.

Baru dimainkan sendirian saja sudah dapat dilihat jelas betapa ampuh dan kuatnya ilmu sepasang pedang itu, membuat orang merasa jerih. Setelah selesai bersilat pedang pasangan dan memberi hormat kepada penonton, semua tamu bertepuk tangan memuji.

Banyak diantara tamu yang tidak hafal akan ilmu-ilmu Cin-ling-pai dan mengira bahwa ilmu bermain sepasang pedang itupun merupakan ilmu dari Cin-ling-pai. Melihat sambutan meriah yang diberikan para tamu kepada cucunya, Cia Kong Liang menggapai dan memanggil cucunya itu. Setelah Kui Hong duduk di dekatnya, dia menegur.

"Kui Hong, kalau tidak salah, engkau memainkan ilmu pedang dari nenekmu di Pulau Teratai Merah! Itu bukan ilmu dati Cin-ling-pai!"

Teguran itu mengandung nada yang tidak senang. Memang sejak dahulu tokoh Cin-ling-pai ini tidak begitu suka kepada Pendekar Sadis dan isterinya, terutama isteri Pendekar Sadis yang tadinya seorang datuk sesat!

Akan tetapi Kui Hong adalah seorang gadis yang keras hati pula, dan ia tidak akan mengalah terhadap siapapun juga kalau merasa bahwa ia benar. Mendengar teguran kong-kongnya itu, iapun berkata, walaupun suaranya lirih, namun tegas.

"Kong-kong, siapapun tahu bahwa permainan Tang Cun Sek tadi tidak asli dan berbau ilmu silat dari luar, akan tetapi kong-kong tidak menegur atau mencelanya. Aku sengaja memperlihatkan Hok-mo Siang-kiam agar dia tahu bahwa akupun mempunyai ilmu lain di luar ilmu-ilmu Cin-ling-pai asli."

Kakek itu mengenal watak cucunya ini, maka dia menghela napas panjang, lalu berkata lantang,

"Tiga orang calon ketua sudah memperlihatkan kepandaian masing-masjng! Ternyata ketiganya memiliki tingkat yang sudah tinggi dan matang dalam ilmu-iimu silat Cin-ling-pai. Oleh karena itu, untuk menentukan siapa yang paling pandai diantara mereka, akan diadakan pertandingan antara mereka. Pertama kali akan berhadapan calon pertama dan kedua, yaitu Tang Cun Sek dan Gouw Kian Sun!"

Dua orang itu memberi hormat lalu menuju ke tengah panggung. Sebelum pemilihan itu dimulai, mereka sudah menerima petunjuk dari ketua Cin-ling-pai bahwa pertandingan itu diadakan menurut pilihan kedua calon yang berhadapan, dengan tangan kosong ataukah dengan senjata.

Dan mengingat bahwa semua calon adalah anggota keluarga perguruan sendiri, maka tentu saja mereka harus dapat menjaga agar jangan sampai melukai lawan dengan parah, apalagi sampai membunuhnya. Pertandingan macam ini membutuhkan keahlian dan kemampuan yang mendalam, yaitu mengenai sasaran tanpa mendatangkan luka parah.

Dengan sikapnya yang memang selalu menyenangkan, Tang Cun Sek memberi hormat kepada lawannya yang terhitung susioknya sendiri, bahkan susiok ini pula yang lebih banyak membimbingnya dalam latihan ilmu-ilmu silat Cin-ling-pai, kemudian berkata,

"Susiok, maafkan kalau hari ini teecu memberanikan diri menjadi calon lawan susiok karena terpaksa dipilih sebagai calon. Teecu menyerahkan kepada susiok cara apa yang susiok pilih."

Ucapan ini memang halus dan sopan, namun tidak urung mengandung nada menantang dan bahkan memandang rendah kepada sang paman guru sehingga pemuda itu bersikap mengalah dan mempersilakan susiok itu memilih cara pertandingan. Dia seolah-olah hendak melayani saja.

Gouw Kian Sun memandang tajam, lalu menarik napas. Diapun bukan seorang bodoh. Dia tahu bahwa suhunya, ketua lama, condong berpihak dan memilih pemuda ini, dan diapun tahu bahwa pemuda ini, sebelum menjadi murid Cin-ling-pai, telah memiliki ilmu silat yang tinggi. Biarpun pada mulanya dia menaruh curiga dan tidak mengerti mengapa pemuda yang sudah pandai ini mau menjadi murid Cin-ling-pai, akan tetapi melihat betapa suhunya menyayang pemuda ini, diapun menghilangkan kecurigaannya.






"Cun Sek, kita adalah orang sendiri, tidak perlu mempergunakan senjata. Engkau ataupun aku yang menjadi ketua, apa bedanya? Mari kita mulai, dengan tangan kosong saja."

"Tahan dulu!"

Tiba-tiba Cia Kong Liang berseru keras dan dia menyuruh seorang murid Cin-ling-pai mengambil dua batang mouw-pit (pena bulu) dan tinta bak. Kemudian dia berkata kepada dua orang calon ketua itu.

"Agar lebih mudah menentukan siapa pemenangnya, kalian pergunakanlah mouw-pit yang sudah dicelup tinta untuk saling serang. Pada akhir pertandingan, siapa yang lebih banyak terkena goresan atau totokan hitam pada pakaiannya, dia yang kalah."

Baik Cun Sek maupun Gouw Kian Sun menerima baik perintah ini, apalagi memang tidak akan enak terasa dalam hati kalau sampai mereka saling melukai. Betapapun pandainya mereka, kalau sampai terjadi pertandingan yang seimbang baik kekuatan maupun kemahiran ilmunya, bukan tidak mungkin mereka takkan mampu mengendalikan diri dan kesalahan tangan melukai lawan.

Dengan mouw-pit mereka dapat menotok atau mencoret pada bagian tubuh yang tertutup pakaian, biarpun tidak menotok keras, cukup kalau sudah menodai bagian pakaian itu sebagai bukti bahwa mereka berhasil saling melukai.

Pertandingan itupun dimulai. Karena mouw-pit itu hanya sejengkal panjangnya, dan dijepit diantara jari tangan yang terkepal, maka pertandingan itu lebih menyerupai pertandingan tangan kosong. Mereka berdua kini berhadapan, kedua tangan terkepal dan menjepit mouw-pit di masing-masing tangan, memasang kuda-kuda yang sama, yaitu kuda-kuda dari ilmu silat Thian-te Sin-ciang.

"Silakan, susiok!" kata Cun Sek.

Ucapan ini juga nampaknya saja dia menghormati susioknya agar menyerang lebih dahulu, padahal mereka berdua sama tahu bahwa dalam hal pertandingan semacam ini, seperti halnya latihan saja karena masing-masing mempergunakan ilmu silat yang sama, siapa menyerang lebih dahulu memiliki titik kelemahan.

Gouw Kian Sun mengeluarkan seruan keras sebagai isarat penyerangannya dan Cun Sek mengelak sambil membalas dan mulailah keduanya serang menyerang mempergunakan ilmu silat Thian-te Sin-ciang.

Mereka bertanding dengan pengerahan tenaga dan kepandaian sehingga nampak seru sekali. Mereka saling serang dan mengganti ilmu-ilmu silat mereka. Bagi para ahti silat Cin-ling-pai, nampak betapa setiap kali lawannya mendesak dan dia berada dalam ancaman pukulan atau lebih tepat colekan mouw-pit, Cun Sek tidak segan-segan untuk mempergunakan suatu gerakan yang menyimpang atau bukan gerakan ilmu silat Cin-ling-pai.

Suatu gerakan reflek untuk menghindarkan diri dari serangan dan dalam gerakan ini, secara otomatis ilmu yang lain dari ilmu-ilmu Cin-ling-pai yang dikuasainya keluar! Akan tetapi demikian cepat gerakan kedua orang jagoan ini sehingga kalau bukan ahli silat Cin-ling-pai, hal ini tidak akan nampak. Bahkan para murid Cin-ling-pai yang belum mencapai tingkat tertinggi juga tidak dapat membedakannya. Hanya Cia Kong Liang, Cia Hui Song, Ceng Sui Cin, Cia Kui Hong, dan beberapa orang murid kepala saja yang dapat mengetahuinya.

Seperti telah ditentukan dalam peraturan adu kepandaian itu, setelah sebatang hio (dupa biting) yang pada awal pertandingan tadi dinyalakan kini habis terbakar, pertandingan dihentikan dan para wasit menghitung jumlah noda yang terdapat di pakaian masing-masing.

Tentu saja dengan mudah dapat dilihat bahwa pada pakaian Gouw Kian Sun lebih banyak terdapat noda dan coretan. Hal ini berarti bahwa dia telah kalah. Diam-diam Gouw Kian Sun mengerutkan alisnya. Mulailah dia merasa tidak suka kepada Cun Sek, bukan karena iri, bukan karena dia dinyatakan kalah, melainkan dia melihat betapa murid keponakan itu ternyata seorang yang amat curang dan licik.

Dia tadi melihat Cun Sek banyak mempergunakan jurus ilmu silat lain yang dibaurkan dengan jurus ilmu silat Cin-ling-pai, dan bukan itu saja kelicikan pemuda itu. Juga dia tadi melihat betapa setiap menyerangnya, pemuda itu menggerak-gerakkan kedua mouw-pitnya sedemikian rupa sehingga tinta bak dari ujung bulu pena itu memercik dan menodai pakaiannya!

Percikan yang membuat noda pada pakaiannya itu bukan seluruhnya disebabkan tepatnya serangan kedua mouw-pit di tangan Cun Sek, melainkan sebagian besar karena percikan itulah. Dari hal ini saja dapat diketahui betapa curangnya pemuda itu. Tentu saja dalam pengumpulan noda pada pakaian lawan, Cun Sek memperoleh kemenangan yang banyak.

Dengan sikap gembira, kakek Cia Kong Liang mengumumkan bahwa pemenangnya adalah Tang Cun Sek, calon ketua nomor satu dan kini akan diadakan pertandingan antara calon nomor satu dan calon nomor tiga. Untuk itu, Cun Sek diharuskan berganti pakaian yang bersih, karena pakaiannya sudah berlepotan noda hitam.

Sementara menanti calon lawannya berganti pakaian, kesempatan itu dipergunakan oleh Kui Hong untuk mendekati kong-kongnya. Ia tahu bahwa kalau Tang Cun Sek sampai dapat menjadi calon ketua yang memperoleh banyak pendukung, bahkan kini mampu mengalahkan Gouw Kian Sun, hal itu adalah karena dukungan kakeknya ini.

"Kong-kong," bisiknya dan hanya kakeknya seorang yang dapat mendengarnya. "Kenapa kong-kong membolehkan Cun Sek itu melakukan kecurangan? Dia menggunakan banyak jurus di luar ilmu silat Cin-ling-pai ketika melawan susiok Gouw Kian Sun, bahkan dia menodai pakaian Gouw-susiok dengan percikan-percikan dari mouw-pitnya."

Kakeknya memandang kepadanya dan menjawab dalam bisikan pula.
"Kui Hong, hal itu menunjukkan kecerdikannya. Dialah yang paling tepat untuk memimpin perkumpulan kita, dapat menambah ragamnya ilmu silat kita. Kiranya engkau tidak perlu lagi maju, cucuku. Untuk apa seorang wanita menjadi ketua? Kalau engkau menjadi isterinya, itu baru tepat."

Kui Hong tidak menjawab, melainkan menjauhkan diri dari kakeknya dengan muka cemberut. Sialan, pikirnya. Kakeknya sudah benar-benar dipengaruhi oleh Tang Cun Sek sehingga sudah bertekad bulat untuk mendukung pemuda itu menjadi ketua Cin-ling-pai. Bukan itu saja, malah agaknya bertekad untuk menjodohkan pemuda itu dengannya. la segera melakukan persiapan untuk bertanding melawan pemuda yang cerdik itu. Kecerdikan harus dihadapi dengan kecerdikan, kelicikan harus dilawan dengan kelicikan pula, pikir gadis yang cerdik ini.

Tidak lama kemudian, dua orang muda itu sudah berada di tengah panggung, saling berhadapan. Kalau Tang Cun Sek berdiri dengan gagahnya, dengan pakaian baru yang bersih, berwarna serba hijau, warna kesukaan pemuda ini, dengan kedua tangan memegang sebatang mouw-pit yang sudah dibasahi bulu-bulunya dengan tinta bak, Kui Hong berdiri tegak dengan senyum mengejek dan hanya tangan kanannya saja yang memegang sebatang mouw-pit, sedangkan tangan kirinya kosong tidak memegang apapun, bahkan bertolak pinggang.

Para tamu dan para anggota Cin-ling-pai menyambut mereka dengan tepuk tangan dan dengan hati berdebar tegang. Tentu saja keinginan kakek Cia Kong Liang untuk menjodohkan Cun Sek dengan Kui Hong sudah bocor dan diketahui kebanyakan murid Cin-ling-pai, maka kini mereka semua memandang penuh perhatian.

Harus mereka akui bahwa kedua orang yang kini saling berhadapan sebagai calon lawan itu, keduanya calon ketua Cin-ling-pai yang kuat, memang serasi sekali. Dalam pakaiah barunya, Cun Sek nampak ganteng dan gagah perkasa, wajahnya yang berkulit putih itu tampan sekali. sebaliknya, Kui Hong juga nampak cantik jelita dan gagah perkasa, apalagi ia tersenyum-senyum manis.

Melihat betapa Kui Hong hanya membawa sebuah mouw-pit di tangan kanannya, terdengar Ceng Sui Cin, ibunya, berseru,

"Kui Hong, engkaupun harus memegang dua buah mouw-pit seperti Cun Sek!"

Akan tetapi Kui Hong menengok kearah ibunya dan berkata lantang sehingga terdengar oleh semua orang,

"Tidak perlu, ibu. Sebuah mouw-pit saja sudah cukup!"

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar