*

*

Ads

Kamis, 28 Juni 2018

Ang Hong Cu Jilid 019

Karena itulah maka selama ini dia sendiri menggembleng pemuda itu dengan ilmu-ilmu silat simpanannya, bahkan menyerahkan pedang pusakanya Hong-cu-kiam kepadanya. Bukankah pemuda itu calon ketua Cin-ling-pai dan calon cucu mantunya? Sudah sepatutnya mewarisi pedang pusakanya itu.

"Sekarang calon ketua Gouw Kian Sun, perlihatkan kemampuanmu!" terdengar kakek ini berkata.

Gouw Kian Sun adalah muridnya sendiri, murid Cin-ling-pai yang paling pandai tentu saja tanpa memperhitungkan Cun Sek.

Gouw Kian Sun maju, memberi hormat kepada Cia Kong Liang sebagai gurunya, kemudian kepada Cia Hui Song dan isterinya sebagai suheng dan juga ketua Cin-ling-pai, dan dengan sikap tenang diapun lalu melangkah ke tengah panggung. Setelah memberi hormat kepada para penonton, diapun mulai bersilat.

Seperti juga yang dipertontonkan oleh Tang Cun Sek tadi, ia memainkan semua ilmu silat Cin-ling-pai walaupun tidak semua jurus dikeluarkan, hanya dipilih jurus-jurus yang paling baik saja. Permainannya mantap dan menunjukkan kemahiran dan kematangan. Walaupun kecepatannya tidak seperti yang dipertontonkan Cun Sek tadi, juga sambaran angin pukulannya tidak sedahsyat pemuda tadi, namun semua yang ahli dalam ilmu silat Cin-ling-pai maklum bahwa inilah ilmu silat Cin-ling-pai yang asli.

Disudut hatinya, kakek Cia Kong Liang sendiri harus mengakui bahwa permainan silat Gouw Kian Sun itu memang sudah mendekati kesempurnaan, gerakan-gerakannya mantap dan matang dan dia bukan tidak tahu bahwa gerakan silat Cun Sek tadi berbau percampuran gerakan silat asing.

Namun karena dia condong untuk memilih Cun Sek yang dipercayanya akan mampu memimpin Cin-ling-pai dengan baik dan memajukan perkumpulan itu, maka diapun memberi nilai lebih tinggi kepada pemuda itu.

Berbeda dengan Tang Cun Sek yang tadi menutup demonstrasi silatnya dengan permainan Ilmu Pedang Siang-bhok-kiam-sut (Ilmu Pedang Kayu Harum), kini Gouw Kian Sun menutup permainannya dengan permainan tongkat pasangan yang disebut Siang-liong-pang (Tongkat Sepasang Naga). Dalam ilmu menggunakan senjata inipun gerakan Kian Sun mantap dan jelas dia merupakan seorang lawan yang amat tangguh.

Cia Hui Song sendiri diam-diam memuji kemajuan sutenya ini. Ketika pria berumur empat puluh tahun itu berhenti bersilat, para pendukungnya bertepuk tangan memuji, termasuk Kui Hong yang bertepuk tangan paling keras dan panjang! Secara terang-terangan gadis ini mendukung susioknya itu.

Akan tetapi, suara kong-kongnya sudah menyebut namanya dan dia diharuskan memperlihatkan kemampuannya bersilat sebagai seorang diantara tiga orang calon ketua yang dipilih oleh para anggota Cin-ling-pai.

"Kong-kong, haruskah aku maju pula? Bukankah sudah jelas bahwa ilmu silat susiok tadi jauh lebih baik dan asli? Susiok Gouw Kian Sun yang paling cocok dan tepat untuk menjadi ketua Cin-ling-pai yang baru menggantikan ayah kalau ayah mengundurkan diri!" Suaranya lantang didengar semua orang dan kakeknya mengerutkan kening.

"Cia Kui Hong," kakeknya berkata dengan suara yang lantang pula. "Menurut pemilihan para anggota, setiap calon harus maju dan memperlihatkan kemampuannya. Setelah itu baru diadakan pertandingan untuk menentukan siapa diantara para calon yang paling pandai sehingga tepat untuk menjadi ketua yang baru. Nah, perlihatkanlah kemampuanmu!"

Kui Hong menghela napas panjang. Ia sudah mengenal watak kakeknya. Keras hati. Kakeknya ini sudah menganggap bahwa Tang Cun Sek yang paling tepat untuk menjadi ketua karena memang dianggapnya paling baik. Dan agaknya kakeknya sudah demikian yakin akan kemenangan Tang Cun Sek! Tidak, ia yang akan menentangnya, bukan menentang kehendak kakeknya, melainkan menggagalkan pemuda itu menjadi ketua Cin-ling-pai! Kalau perlu, ia sendiri akan turun tangan dan menjadi pengganti ayahnya!

Tentu saja ia harus mampu mengalahkan Tang Cun Sek dan ia harus mengerahkan seluruh kepandaiannya karena ia maklum betapa lihainya pemuda pilihan kakeknya itu. Kalau pemuda itu berhasil memenangkan pemilihan ketua dan menjadi ketua baru, tentu kakeknya akan melanjutkan niatnya menjodohkan pemuda itu dengannya. Memang harus ia akui bahwa Cun Sek seorang pemuda yang tampan, gagah dan pandai ilmu silatnya, baik pula sikapnya. Akan tetapi entah mengapa, ada sesuatu pada diri pemuda itu yang tidak disukainya. Ia sendiri tidak mengerti mengapa dan apa sesuatu itu gerangan.

Ketika Kui Hong bangkit dan berjalan ke tengah panggung, para pendukungnya menyambutnya dengan tepuk tangan yang meriah. Juga para tamu banyak yang bertepuk tangan, terutama sekali para undangan.

Memang Kui Hong kelihatan cantik bukan main. Ia mengenakan celana biru dan baju merah muda, dengan sabuk berwarna kuning keemasan. Rambutnya digelung ke atas dan dihias tusuk sanggul dari emas berbentuk burung Hong dengan mata intan. Mulutnya tersenyum manis sekali, matanya tajam bersinar.






Gadis berusia sembilan belas tahun ini bagaikan kembang sedang mekar semerbak mengharum. Bukan hanya nampak cantik jelita, akan tetapi juga gagah sekali. Ketika ia memberi hormat kepada para tamu, semua orang tersenyum dan yang tua mengangguk-angguk, yang muda bertepuk tangan.

Sepasang mata Cun Sek juga menyinarkan api penuh kagum, dan diam-diam dia membayangkan betapa akan senangnya kalau dia dapat menjadi ketua Cin-ling-pai dengan gadis jelita itu duduk di sampingnya sebagai isterinya!

Sambil mengamati gadis yang sejak kepulangannya ke Cin-ling-pai telah membuatnya tergila-gila itu, Tang Cun Sek mengenang keadaan dirinya dan riwayatnya sendiri. Dia tidak pernah mengenal ayah kandungnya sendiri. Ketika dia sudah dapat mulai berpikir, dia mengajukan pertanyaan kepada ibunya mengapa dia memiliki she (nama keturunan) Tang, pada hal "ayahnya" seorang hartawan she Thio.

Ibunya dengan terus terang menceritakan bahwa ketika ibunya menikah dengan hartawan Thio, ia telah menjadi seorang janda yang masih amat muda, baru berusia dua puluh tahun, sedangkan Cun Sek berusia tiga tahun. Ibunya melahirkan ketika berusia tujuh belas tahun, masih muda sekali. Mengenai ayah kandungnya, dengan sepasang alis berkerut ibunya bercerita begini:

"Ayah kandungmu seorang she Tang. Namanya aku tidak tahu karena dia tidak pernah mengaku, akan tetapi dia seorang yang sakti, dan dia memperkenalkan julukannya sebagai Ang-hong-cu (Si Kumbang Merah) dan akupun bukan isterinya. Dia…. dia memaksaku dengan ancaman mati sehingga aku terpaksa melayaninya.

Selama tiga bulan dia sering datang ke kamarku di malam hari dan setelah aku mengandung, diapun meninggalkan aku, dan hanya meninggalkan benda ini agar kelak engkau mengenalnya. Inilah benda itu," demikian cerita ibunya sambil menyerahkan sebuah benda kecil yang selalu disimpan olehnya secara rahasia dan tak pernah terpisah dari tubuhnya.

Benda itu sebuah mainan berbentuk seekor kumbang merah terbuat dari emas dan permata. Hanya itulah yang diketahuinya tentang ayah kandungnya.

"Orangnya tampan sekali, dan pandai merayu, tubuhnya sedang, akan tetapi dia seperti iblis, datang dan pergi seperti pandai menghilang saja," demikian kata ibu kandungnya.

Sejak berusia tiga tahun, dia hidup di rumah gedung Thio Wan-gwe. (Hartawan Thio) yang dipanggilnya ayah karena memang merupakan ayah tirinya. Agaknya ayah tirinya tidak mau mengakuinya sebagai anak sendiri, sehingga ibunya terpaksa memberinya nama keturunan Tang, yaitu nama keturunan jai-hwa-cat (penjahat pemerkosa wanita) yang juga she Tang.

Sebagai putera keluarga kaya raya, walaupun hanya anak angkat, dia hidup serba kecukupan, mewah dan dimanja. Namun, sejak kecil Cun Sek memiliki kecerdikan yang lebih dari anak-anak biasa. Dia mempelajari kesusasteraan dengan amat tekun, akan tetapi setelah berusia sepuluh tahun, dia mempergunakan banyak uang yang diperoleh dari ibunya untuk belajar ilmu silat!

Diam-diam dia menanam bibit dendam kebencian kepada orang yang oleh ibunya disebut Ang-hong-cu, ayah kandungnya sendiri karena orang itu setelah memperkosa ibunya dan ibunya mengandung dia, lalu meninggalkan ibunya begitu saja!

Karena ibunya selalu menuruti permintaannya, dan Cun Sek menghamburkan banyak sekali uang, dia dapat mempelajari banyak macam ilmu silat dan dia memang berbakat sekali sehingga dia dapat menguasai bermacam ilmu silat.

Akan tetapi, ada suatu kelemahan dalam diri pemuda yang cerdik dan berbakat, juga penuh semangat ini. Semenjak berusia enam belas tahun, dia sudah mulai memperhatikan wanita. Bukan sekedar memperhatikan, bahkan dia mulai terangsang kalau bertemu wanita cantik.

Ayah tirinya mempunyai lima orang selir dan diantara mereka, ada dua orang selir yang masih amat muda, berusia delapan belas tahun. Dua orang selir ini mulai bermain mata dengan Cun Sek yang berusia enam belas tahun. Hal yang sukar untuk dihindarkanpun terjadilah! Cun Sek dan dua orang selir muda itu mulai bermain cinta. Dua orang selir itu yang menjadi "guru" Cun Sek dan membuat dia seolah-olah seekor kuda yang terlepas dari kendali, menjadi liar dan menjadi seorang pengumbar nafsu yang tidak ketulungan lagi!

Akhirnya, persaingan dan kebencian antara selir membuat hubungan itu diketahui oleh Thio Wan-gwe yang mendapat bisikan dari selir yang lain. Dan Cun Sek tertangkap basah! Ayah tirinya marah sekali dan Cun Sek diusirnya!

Pemuda inipun memiliki harga diri yang tinggi. Merasa bahwa dia memang bukan anak kandung hartawan itu, maka diapun pergi sambil membawa banyak sekali emas permata yang diperoleh dari ibunya yang memanjakannya.

Mulailah Tang Cun Sek bertualang, bebas seperti seekor burung di udara! Dengan hartanya yang banyak, dia mencari guru demi guru silat yang pandai, mempelajari pelbagai llmu silat, baik dari golongan putih maupun dari gerombolan hitam. Disamping itu, diapun mengumbar nafsunya, berkecimpung dalam dunia kesenangan bersama wanita-wanita pelacur. Dan diapun menjadi seorang kongcu hidung belang yang kaya raya dan yang menghambur-hamburkan uang untuk dilayani para wanita cantik dan menerima pelajaran silat dari guru-guru yang pandai.

Akhirnya diapun mulai bosan dengan pergaulannya dalam dunia pelacuran itu dan melanjutkan kehausannya akan ilmu silat sampai dia pergi mengunjungi guru-guru yang pandai di puncak-puncak gunung, mengangkat guru kepada siapa saja yang dia anggap memiliki kepandaian tinggi.

Tang Cun Sek, berkat pengetahuannya yang luas melalui bacaan, pandai membawa diri dan banyak sudah orang-orang pandai dunia persilatan menganggap dia sebagai seorang calon pendekar budiman maka merekapun tidak segan untuk mengajarkan ilmu silat mereka kepada pemuda ini. Bahkan, ketika mendengar tentang Cin-ling-pai, Tang Cun Sek dalam usia dua puluh enam tahun datang menghadap pimpinan Cin-ling-pai untuk menjadi murid perkumpulan silat yang besar dan terkenal itu.

Demikianlah riwayat yang dikenang kembali oleh Tang Cun Sek ketika dia mengamati gadis cantik di panggung itu. Tentu saja dia menyimpan riwayat ini sebagai rahasia pribadinya. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Tang Cun Sek seorang pemuda yatim piatu yang suka mempelajari ilmu silat tinggi, dan karena sikapnya memang amat baik, sopan dan halus, pandai membawa diri, pandai menyenangkan hati orang lain melalui sikap dan tutur sapanya, diapun diterima menjadi anggauta Cin-ling-pai dan ikut mempelajari ilmu-ilmu silat Cin-ling-pai.

Demikian pandainya dia menyenangkan hati orang sehingga kakek Cia Kong Liang sendiri sampai terpikat dan berkenan mengajarkan ilmu-ilmu simpanan Cin-ling-pai kepada pemuda ini.

Kini Kui Hong sudah mulai bersilat. Seperti dua orang calon sebelumnya, Kui Hong juga memainkan ilmu-ilmu silat Cin-ling-pai. Ia mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya karena ia ingin melebihi Cun Sek dalam segala-galanya! Dalam hal ilmu silat Cin-ling-pai, tentu saja sebagai keturunan ketua Cin-ling-pai, ia sudah menguasai semua ilmu dengan baik.

Akan tetapi dibandingkan dengan Gouw Kian Sun, ia tentu saja kalah matang karena susioknya itu sudah menguasai ilmu-ilmu itu selama puluhan tahun, dan terutama sekali karena setiap hari Gouw Kian Sun mempraktekkannya untuk melatih para murid Cin-ling-pai. Akan tetapi, karena gadis ini baru saja langsung digembleng oleh kakek dan neneknya di Pulau Teratai Merah, maka ia memperoleh kemajuan hebat dalam hal sin-kang dan gin-kang sehingga gerakan tubuhnya bagaikan kilat menyambar-nyambar.

Kecepatan gerakannya melebihi kecepatan Cun Sek dan hal ini memang disengaja oleh Kui Hong untuk mengurangi kesan baik yang diperoleh Cun Sek dalam pameran silatnya tadi. Tubuh gadis ini sukar diikuti pandangan mata. Tubuhnya berkelebat-kelebat menjadi bayangan warna-warni, merah biru, kuning dan angin menyambar-nyambar ke semua penjuru karena dorongan tangan dan tendangan kakinya.

Para penonton sampai terpesona karena memang apa yang diperlihatkan Kui Hong itu amat indah dan amat hebat pula. Cun Sek sendiri terpesona dan dia semakin tergila-gila kepada gadis itu.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar