*

*

Ads

Kamis, 28 Juni 2018

Ang Hong Cu Jilid 018

Mendengar ucapan ibunya itu, Kui Hong lalu merangkul dan mencium pipi ibunya dengan hati yang girang dan terharu. Ucapan ibunya itu saja sudah menunjukkan betapa besarnya cinta kasih ayah dan ibunya kepadanya.

"Terima kasih, ibu. Semoga saja aku akan menemukan seorang jodoh yang akan menyenangkan hati kita semua, termasuk hati kakek pula."

Kini hati Kui Hong merasa tidak enak. Yang diajukan oleh para murid Cin-ling-pai hanya dua orang saja, tiga dengannya. Dan diantara dua orang itu, agaknya Tang Cun Sek yang lebih unggul. Apakah ia harus memperebutkan kedudukan ketua dengan Tang Cun Sek? Padahal, ia sama sekali tidak ingin menjadi ketua! Membiarkan Tang Cun Sek menjadi ketua Cin-ling-pai yang baru? Hal inilah yang diragukan, karena ia belum tahu benar bagaimana watak orang baru itu. Bahkan ayah dan ibunyapun belum mengenal wataknya dengan baik. Ia mendekati ibunya dan berbisik.

"Ibu, bagaimana ini? Aku tidak ingin menjadi ketua. Apakah kita harus membiarkan Cun Sek itu menjadi ketua baru? Apakah susiok Gouw Kian Sun mampu mengalahkannya dalam ujian ilmu silat?"

Ibunya juga berbisik kembali kepadanya.
"Dengar, Kui Hong. Terus terang saja, aku masih belum percaya kepadanya. Kalau memang dia seorang murid yang baik, tentu dia tidak mengandalkan kepandaian dari luar untuk merebut kemenangan dan menduduki jabatan ketua! Tentu dia akan mengalah dan membiarkan susiokmu Gouw Kian Sun untuk menjadi ketua baru. Maka, lihat saja baik-baik dan kalau perlu engkau harus menjadi penghalang agar dia tidak menjadi ketua dengan jalan kekerasan atau mempergunakan kepandaian silat yang datang dari luar Cin-ling-pai. Mengertikah engkau?"

Kui Hong mengangguk dan pada saat itu terdengar suara kakek Cia Kong Liang, lantang berwibawa,

"Apakah hanya tiga orang itu yang dijadikan calon oleh para murid?"

Terdengar para murid Cln-ling-pai menjawab berbareng seperti sarang lebah diusik, semua membenarkan pertanyaan ketua lama itu. Akan tetapi tiba-tiba diantara para tamu, nampak seorang laki-laki bangkit berdiri dari kursinya. Dia seorang pria yang usianya kurang lebih tiga puluh tahun, dan dia adalah seorang diantara para wakil Bu-tong-pai.

"Maaf, Cia Lo-cian-pwe (orang tua gagah Cia). Bolehkah kami mengajukan pertanyaan karena walaupun bukan anggauta Cin-ling-pai namun kami hadir disini sebagai saksi."

Kakek Cia Kong Liang tersenyum mendengar pertanyaan itu.
"Tentu saja boleh. Silakan!"

“Lo-cian-pwe, apakah yang berhak menjadi calon ketua hanya murid atau anggauta Cin-ling-pai saja? Bagaimana kalau ada orang luar yang hendak masuk menjadi calon dan menghadapi ujian, ingin menjadi ketua Cin-ling-pai yang baru?"

Kakek Cia Kong Liang memperlebar senyumnya.
"Sungguh aneh pertanyaan itu, orang muda yang gagah. Kurasa tidak ada perkumpulan silat di dunia ini yang akan membolehkan orang luar menjadi ketua mereka. Dan kamipun tidak terkecuali. Tentu saja yang berhak menjadi calon ketua hanyalah seorang murid Cin-ling-pai."

“Maaf, Lo-cian-pwe," kata lagi orang itu. "Sudah bertahun-tahun kami mengenal Cin-Iing-pai, dan banyak murid-murid utama Cin-Ling-pai kami kenal sebagai pendekar-pendekar budiman. Saudara Gouw Kian Sun juga kami kenal sebagai seorang Cin-Ling-pai yang gagah perkasa dan sudah selayaknya kalau dia terpilih menjadi calon ketua. Juga nona Cia Kui Hong, sudah sepatutnya pula menjadi calon karena ia adalah seorang puteri Cia Pang-cu. Akan tetapi orang ketiga yang namanya disebut tadi, Tang Cun Sek, sama sekali tidak kami kenal. Apakah dia seorang anggota Cin-ling-pai?"

Mendengar pertanyaan ini, berkerut kening Tang Cun Sek dan hanya Kui Hong yang agaknya memperhatikan perubahan pada wajahnya. Gadis itu melihat betapa sinar mata Cun Sek seperti mengeluarkan api ditujukan kepada si pembicara.

"Tang Cun Sek memang seorang anggota baru," kata kakek Cia Kong Liang. "Baru empat tahun dia menjadi murid Cin-ling-pai, maka diapun berhak untuk menjadi calon ketua."

"Empat tahun?" Orang Butong-pai itu berseru heran. "Lo-cian-pwe, bagaimana mungkin seorang murid yang baru empat tahun mempelajari ilmu-ilmu dari Cin-ling-pai, dapat diangkat menjadi ketua? Tentu ilmu silatnya belum ada artinya sama sekali!"

"Tidak, biarpun dia baru empat tahun menjadi murid Cin-ling-pai, namun sebelumnya dia telah menguasai banyak macam ilmu silat tinggi. Kalau dia tidak memillki kepandaian tinggi, bagaimana mungkin dia dipilih?" Agaknya kakek itu ingin rnenyudahi percakapan itu, maka diapun segera berseru dengan suara lantang, "Tiga orang calon yang terpilih supaya maju dan naik ke atas panggung!"






Yang muncul lebih dahulu adalah Tang Cun Sek. Karena seperti para murid Cin-ling-pai lainnya diapun berdiri di bawah panggung maka kini dia meloncat ke atas panggung yang tingginya sekepala orang itu. Agaknya dia memang hendak memperlihatkan kepandaiannya karena ketika dia meloncat, seperti terbang saja tubuhnya melayang naik jauh lebih tinggi dari panggung itu, berjungkir balik tiga kali sebelum dia turun ke atas panggung.

Agaknya untuk minta maaf atas perbuatannya yang seperti memamerkan kepandaian ini, begitu kedua kakinya turun, dia langsung menjatuhkan diri berlutut di depan kakek Cia Kong Liang, memberi hormat kepada kakek yang terhitung kakek gurunya itu.

Cia Kong Liang memandang dengan wajah berseri,
"Cun Sek, bangkitlah dan berdirilah di tengah panggung agar dikenal oleh semua tamu."

Akan tetapi Cun Sek tidak segera bangkit berdiri, melainkan cepat memberi hormat kepada Cia Hui Song dan Ceng Sui Cin yang disebutnya suhu dan subo. Barulah dia bangkit dan mundur sampai ke tengah panggung, kemudian membalik dan menghadap ke arah para tamu sambil menjura dan bersoja (memberi hormat dengan kedua tangan dirangkap depan dada).

Para murid yang menjagoinya bertepuk tangan menyambut kehadiran orang muda tinggi besar ini. Para tamu yang melihat seorang pemuda berusia tiga puluh tahunan, bertubuh tinggi besar bermuka putih, tampan dan gagah, matanya mencorong, diam-diam memandang kagum.

Sementara itu, Gouw Kian Sun juga meloncat ke atas panggung, meloncat biasa saja lalu menjatuhkan diri berlutut memberi hormat kepada suhu dan suhengnya. Berbareng dengan itu, Kui Hong juga melangkah maju, berlutut di dekat susioknya.

"Suhu dan suheng. Sesungguhnya, teecu tidak berani maju dengan lancang untuk menjadi calon ketua, akan tetapi teecu didorong oleh para anggauta Cin-ling-pai yang memilih teecu."

Kui Hong yang berlutut di sampingnya cepat berkata, cukup keras untuk didengar semua orang,

"Susiok, mengapa begitu? Engkaulah satu-satunya orang yang tepat untuk menggantikan ayah kalau ayah mengundurkan diri!"

"Kian Sun! Kui Hong, bangkitlah dan berdiri di tengah panggung untuk memperkenalkan diri kepada para tamu!" terdengar kakek Cia Kong Liang berseru dengan suara nyaring.

Kian Sun dan Kui Hong bangkit dan berdiri di tengah panggung seperti yang dilakukan Cun Sek, dan para murid Cin-ling-pai yang mendukung mereka menyambut dengan tepuk tangan dan sorak sorai.

Kembali terdengar suara kakek Cia Kong Liang yang menyuruh tiga orang calon yang terpilih itu untuk duduk dan dengan lantang dia memberitahu kepada para tamu dan para murid Cin-ling-pai bahwa kini akan dimulai pemilihan ketua baru.

Pertama-tama, ketiga orang calon itu diharuskan memperlihatkan keahlian mereka dalam Ilmu Silat Cin-ling-pai untuk dinilai. Para penilainya, selain kakek Cia Kong Liang sendiri, juga Cia Hui Song sebagai pangcu, dan tujuh orang murid tertua yang menjadi suheng dan sute ketua.

"Calon ketua Tang Cun Sek, perlihatkan kemampuanmu!" terdengar kakek Cia Kong Liang berseru.

Pemuda tinggi besar itu bangkit berdiri, berjalan ke tengah panggung, memberi hormat ke arah kakek itu bersama para wasit, kemudian menjura ke arah para tamu dan mulailah dia bersilat. Dia menggerakkan tubuhnya dan memainkan Ilmu Silat Thai-kek Sin-kun, sebuah diantara ilmu-ilmu silat yang ampuh dari Cin-ling-pai. Ilmu ini memang indah sekali, dan kini dimainkan dengan gerakan sempurna, juga dengan pengerahan tenaga sakti yang membuat setiap gerakan tangan atau kaki pemuda itu mengeluarkan suara angin mencuit, dan terasa oleh para tamu betapa ada angin menyambar-nyambar dari arah panggung.

Diam-diam Kui Hong sendiri terkejut bukan main karena ia dapat pula merasakan sambaran angin itu dan tahulah gadis ini bahwa Tang Cun Sek memang seorang yang amat tangguh! Ia mengikuti semua gerakan pemuda itu dan biarpun permainan Silat Thai-kek Sin-kun itu amat hebat, namun ia masih dapat melihat suatu kekakuan atau ketidak wajaran, menunjukkan bahwa ilmu silat itu sudah "berbau" ilmu silat lain yang menjadi dasar gerakan pemuda itu. Hanya dalam pandangan mata seorang ahli sajalah hal ini akan dapat nampak.

Ia tahu bahwa para wasit yang terdiri dari kakeknya, ayahnya dan para supek dan susioknya, yang kesemuanya adalah ahli-ahli Ilmu Silat Thai-kek Sin-kun, tentu akan dapat melihatnya pula. Hanya saja, kenyataan ini dapat menimbulkan dua macam tanggapan, pertama adalah tanggapan bahwa Thai-kek Sin-kun yang dimainkan pemuda itu menjadi bertambah indah dan ampuh.

Dan diam-diam Kui Hong harus mengakui bahwa ilmu silat Thai-kek Sin-kun yang dimainkan pemuda itu memang hebat sekali, biarpun ia sendiri tidak melihat kemajuan dalam segi keindahannya karena "berbau" dasar ilmu silat lain, namun gerakannya cepat dan mengandung angin pukulan yang hebat. Pemuda ini akan menjadi lawan yang amat tangguh, pikirnya dan kini dia percaya akan keterangan kong-kongnya bahwa Cun Sek ini memiliki tingkat kepandaian yang sebanding dengan ayah dan ibunya. Harus diakuinya sendiri bahwa andaikata ia belum digembleng secara keras oleh kakeknya dan neneknya di Pulau Teratai Merah, ia sendiri bukanlah tandingan anggota baru Cin-ling-pai ini.

Tiba-tiba Cun Sek merubah ilmu silatnya dan dia kini memainkan ilmu silat Thian-te Sin-ciang, satu diantara ilmu silat yang amat tangguh dari perguruan Cin-ling-pai. Seperti juga Thai-kek Sin-kun tadi, ilmu inipun dalam pandangan Kui Hong berbau gerakan ilmu asing walaupun harus diakuinya bahwa gerakan-gerakan pemuda itu cepat sekali dan semua pukulannya mengandung tenaga yang kadang bertentangan, ciri khas ilmu silat Thian-te Sin-kun, tenaganya kadang keras kadang lunak.

Berturut-turut, Cun Sek memainkan sebagian dari ilmu-ilmu silat yang lain seperti San-in Kun-hwat, dan bahkan Im-yang Sin-kun yang merupakan ilmu simpanan dari ketua lama Cia Kong Liang.

Kini mengertilah Cia Hui Song dan isterinya bahwa diam-diam ayahnya telah mendidik pemuda itu dengan ilmu silat simpanan ini. Bukan itu saja, bahkan yang terakhir, pemuda itu menghunus sebatang pedang. Semua orang merasa silau ketika ada sinar emas berkilat dan pemuda itu sudah memainkan ilmu pedang Siang-bhok-kiam-sut, ilmu pedang yang paling rahasia dari Cin-ling-pai dan yang hanya diajarkan kepada murid-murid tingkat tertinggi saja!

Dan pedang yang dipergunakan itu bukan lain adalah Hong-cu-kiam, pedang yang dapat digulung, pedang pusaka milik kakek Cia Kong Liang. Kembali Cia Hui Song dan isterinya, Ceng Sui Cin, saling pandang dan mereka mengerti bahwa pemuda ini benar-benar telah dipilih oleh ayah mereka. Tentu kakek itu yang mengajarkan ilmu pedang itu dan memberikan pedang Hong-cu-kiam pula!

Kui Hong sendiri merasa betapa perutnya panas. Ia adalah cucu tunggal dari kong-kongnya sebelum adik tirinya, Cia Kui Bu terlahir. Dan kong-kongnya itu tidak pernah meminjamkan pedang pusaka itu kepadanya! Sekarang, tahu-tahu kakeknya telah memberikan atau meminjamkan pedang itu kepada pemuda ini. Dan kembali ia mengerutkan alisnya, maklum benar betapa tangguhnya pemuda ini dengan pedang pusaka Hong-cu-kiam itu.

Semua tamu yang terdiri dari tokoh-tokoh dunia persilatan, mengangguk-angguk dan kagum ketika melihat betapa sinar emas itu bergulung-gulung mengelilingi tubuh pemuda itu yang telah lenyap ditelan gulungan sinar emas!

Tiba-tiba sinar itu lenyap dan nampaklah pemuda yang gagah itu berdiri tegak dengan pedang telah melingkari pinggangnya, memberi hormat ke empat penjuru dan disambut sorak sorai dan tepuk tangan dari para pendukungnya, juga dari sebagian para tamu yang merasa kagum.

Pemuda itu dengan anggunnya lalu berlutut memberi hormat kepada Cia Kong Liang, kemudian kepada Cia Hui Song dan isterinya, baru dia mundur di tepi panggung dan duduk bersila dengan sikap sopan. Tang Cun Sek memang seorang pemuda yang pandai membawa diri. Orangnya gagah, dengan wajah tampan ganteng berkulit putih, tubuhnya tinggi besar sehingga pantaslah dia menjadi seorang pendekar.

Kakek Cia Kong Liang nampak gembira melihat sambutan semua orang terhadap pemuda yang disukanya itu. Dia menyukai Cun Sek memang, dan hal ini tidak dapat disalahkan. Memang pemuda itu pandai sekali mengambil hati, bukan dengan menjilat-jilat, melainkan dengan sikapnya yang amat sopan dan baik. Belum pernah selama menjadi murid Cin-ling-pai dia memperlihatkan sikap yang tercela. Selain tampan dan gagah, juga dia pantas menjadi murid kebanggaan Cin-ling-pai, dan menurut penglihatan Cia Kong Liang pemuda itu pantas pula menjadi cucu mantunya, menjadi suami Cia Kui Hong!

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar