*

*

Ads

Senin, 25 Juni 2018

Ang Hong Cu Jilid 001

Pria itu usianya sudah limapuluh lima tahun, akan tetapi masih nampak tampan, gagah dengan pakaiannya yang rapi, dengan rambutnya yang sudah terhias uban itu tersisir rapi dan halus mengkilap oleh minyak harum. Sepasang matanya memancarkan gairah dan kegembiraan hidup, mulutnya selalu tersenyum dan wajahnya tidak dikotori kumis atau jenggot karena dicukur licin halus seperti wajah seorang pemuda.

Dengan langkah-langkah santai dia menuruni bukit pada pagi hari itu, menyongsong matahari pagi yang baru muncul dari balik bukit di depan. Pagi yang cerah itu menambah kegembiraan pria yang tampan gagah itu, dan agaknya kegembiraan pula yang mendorongnya untuk bernyanyi di tempat yang sunyi itu. Suaranya lepas dan merdu, dan lagunya juga gembira.

“Bebas lepas beterbangan
dari taman ke taman
mencari kembang harum jelita
untuk kuhisap sari madunya
setelah puas kumenikmatinya
kutinggalkan kembang layu merana
untuk mencari kembang segar yang baru
Si Kumbang Merah, inilah aku!”

Pria itu bernyanyi dengan suara lantang. Padahal, kalau nyanyiannya itu terdengar orang, apalagi tertangkap oleh pendengaran seorang pendekar, tentu dia akan menghadapi kesulitan.

Di dunia persilatan, nama Si Kumbang Merah sudah amat terkenal. Ang-hong-cu (si Kumbang Merah) adalah nama seorang jai-ho-cat (penjahat pemetik bunga), yaitu penjahat cabul yang suka mempermainkan dan memperkosa wanita, yang dimusuhi oleh semua pendekar.

Di dijuluki si Kumbang Merah karena setelah meninggalkan korbannya, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, dia selalu meninggalkan pula tanda mata berupa perhiasan berbentuk kumbang merah terbuat daripada tembaga berlapis emas.

Jarang ada yang sempat melihat mukanya, karena penjahat ini bekerja cepat, memperkosa wanita dalam kegelapan atau kalau hal itu dilakukan di siang hari, dia selalu menyembunyikan mukanya di balik bermacam topeng. Selain tinggi ilmu silatnya, Ang-hong-cu inipun ahli dalam hal menyamar sehingga mukanya dapat berubah-ubah dan tidak ada yang pernah melihat wajahnya yang asli.

Karena inilah, maka semenjak dia malang-melintang di dunia kang-ouw dan menjadi seorang jai-hoa-cat yang telah mengorbankan banyak sekali gadis atau isteri orang, ratusan mungkin sudah ribuan, dia selalu dapat lolos dari pengejaran para pendekar yang berusaha untuk menangkap atau membunuhnya.

Siapakah pria berusia limapuluh lima tahun yang berjuluk Ang-hong-cu dan yang di benci oleh semua pendekar ini? Dan kenapa pula seorang yang memilki ilmu kepandaian tinggi, wajah yang tampan gagah, seperti dia itu, yang juga agaknya pandai membuat sajak, tanda bahwa dia berpendidikan, dapat menjadi seorang penjahat cabul yang demikian kejam dan ganas? Mari kita menengok kebelakang untuk melihat riwayat hidup Ang-hong-cu ini, semenjak dia masih kanak-kanak.

Tang Siok adalah seorang pejabat tinggi yang mempunyai kedudukan penting di kota raja. Pada waktu itu, Kaisar Ceng Tek baru saja dinobatkan menjadi kaisar dalam usia lima belas tahun, dan karena kaisar yang amat muda ini sama sekali tidak berwibawa, dan hanya mengejar kesenangan, maka tentu saja pengawasan terhadap para pembesar amatlah kurang. Hal ini membuat para pejabat berlaku sewenang-wenang terhadap rakyat, berlomba untuk menggendutkan kantung uang dan perut sendiri.

Tidak ketinggalan Tang Siok atau Tang-taijin. Dia hidup mewah dan biarpun usianya sudah lebih dari setengah abad, dia masih saja menambah penghuni harem-nya yang sudah penuh dengan selir-selir yang cantik jelita dan muda belia, diantara para selirnya, yang paling disayang adalah Kui Hui, seorang wanita cantik menarik dan pandai memikat hati.

Kui Hui menjadi selir Tang-taijin ketika ia berusia tujuhbelas tahun. Kini ia telah berusia duapuluh enam tahun dan mempunyai seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun yang di beri nama Tang Bun An. Karena dapat mempunyai anak laki-laki inilah agaknya yang membuat Tang Siok semakin sayang kepadanya. Selir cantik ini dimanja, lebih daripada selir lainnya, bahkan lebih daripada isteri pertamanya. Karena itu, tentu saja para selir merasa iri hati, namun tak seorangpun berani menantang atau menyatakan kebencian mereka terhadap Kui Hui dengan berterang.

Tang-taijin yang sudah berusia enampuluh tahun ketika Kui Hui berusia duapuluh enam tahun itu, juga amat sayang kepada Tang Bu An. Sejak kecil Tang Bun An dimanja oleh ayah dan ibunya dan dia memperoleh pendidikan yang baik, mempelajari ilmu baca tulis dari seorang guru sastra yang dipanggil oleh ayahnya untuk mengajar Tang Bun An dan saudara-saudara tirinya.






Dia merupakan anak yang paling tampan diantara para saudaranya, dan hal inilah yang membuat ayahnya paling sayang kepadanya. Apalagi selain tampan, ternyata Tang Bun An juga memiliki otak yang cerdas sekali dan dia selalu menonjol dalam mata pelajaran baca dan tulis. Bahkan dalam usianya yang tujuh tahun itu, dia mulai pandai membuat sajak dan syair berpasangan, suatu bentuk kesenian yang membutuhkan penguasaan bahasa, keahlian menulis dan bakat seni yang besar.

Akan tetapi, tiada satupun yang sempurna di dunia ini, dan tiada satupun yang kekal. Keadaan yang penuh kemuliaan dan kebahagiaan itu tiba-tiba saja mengalami perubahan yang tidak disangka-sangka oleh Tang Bun An. Anak ini tidak tahu betapa ibu kandungnya mulai merasakan penderitaan hidup dengan semakin menuanya suaminya. Sebagai seorang wanita cantik jelita berusia duapuluh enam tahun, yang menerima pandang mata penuh kagum dari banyak mata pria muda.

Kui Hui tentu saja masih memiliki gairah yang besar. Oleh karena itu, mulailah ia merasa kesepian ketika Tang Siok semakin lama semakin lemah dan tidak hangat lagi seperti dulu-dulu, bahkan semakin jarang tidur di dalam kamar selir tersayang ini. Bukan karena Tang Siok sudah bosan kepadanya, melainkan karena akhir-akhir ini, kesehatan Tang Siok memang menurun banyak. Hal ini mungkin saja disebabkan karena sewaktu mudanya, dia terlalu mengumbar nafsu sehingga dalam usia enampuluh tahun, dia mulai loyo.

Agaknya, perasaan kesepian ditambah dorongan gairahnya yang masih menyala-nyala, maka mudah bagi setan untuk menggoda wanita muda ini. Di dalam gedung Tang-taijin yang besar dan luas seperti istana, terdapat belasan orang pengawal di sebelah dalam gedung, dan lebih banyak lagi pengawal jaga di luar gedung. Mereka bertugas menjaga keselamatan Tang-taijin sekeluarga.

Diantara para pengawal dalam itu terdapat komandan pengawal bernama Ma Cun, seorang laki-laki berusia tigapuluh tahun lebih, tinggi besar dan tampan gagah seperti tokoh Si Jin Kui dalam dongeng. Mula-mula dua pasang mata bertemu pandang sekilas saja yang akhirnya dengan muka ditundukkan oleh Kui Hui sebagai seorang wanita, dan pandang mata dialihkan oleh Ma Cun yang merasa rikuh sebagai seorang pegawai, terhadap nyonya majikannya.

Akan tetapi, api gairah cinta mulai membara di dalam lubuk hati masing-masing. Pada kesempatan lain, adu pandang mata itu berlangsung lebih lama, kemudian disusul dengan iringan senyum simpul.

Saling tertarik antara pria dan wanita adalah suatu hal yang wajar. Sudah menjadi pembawaan setiap orang manusia untuk tertarik kepada lawan jenisnya. Hal ini memang penting untuk mendorong dua orang berlawanan jenis saling berdekatan sehingga terjadi hubungan antara keduanya yang menjadi sarana perkembang-biakan manusia di permukaan bumi.

Akan tetapi, manusia adalah satu-satunya makhluk yang berakal budi sehingga membentuk hukum dan tata susila, meletakkan batas-batas dan mengenal apa yang mereka namakan baik dan buruk sesuai dengan kebiasaan atau hukum yang dibentuk lingkungannya. Saling tertarik antara pria dan wanita ini biasanya hanya diperbolehkan terjadi kelanjutannya bagi pria dan wanita yang masih bebas, yang belum terikat dalam keluarga sebagai suami isteri.

Rasa saling tertarik itu akan segera diusir keluar lagi dari lubuk hati oleh seorang yang telah terikat menjadi suami atau isteri orang lain, terutama sekali bagi wanita yang telah menjadi isteri orang lain seperti Kui Hui. Mula-mula memang demikian. Namun, kesepian mendorongnya dan menggodanya. Akhirnya pertemuan yang dimulai dengan dua pasang mata saling beradu pandang itu berkelanjutan menjadi hubungan yang mesra antara Ma Cun dan Kui Hui yang tentu saja dilakukan dengan rahasia dan sembunyi-sembunyi. Hal ini tidak begitu sukar mereka lakukan karena Ma Cun memang seorang komandan atau pengawal dalam, sedangkan Kui Hui adalah selir tersayang yang bebas bergerak pula.

Ditambah lagi jarangnya Tang-taijin datang berkunjung membuat kedua orang yang dimabok nafsu birahi itu leluasa menyalurkan gairah memuaskan birahi mereka.

Pada suatu pagi, Bun An yang semestinya pergi ke ruangan belajar, pulang ke kamar ibunya tidak seperti biasa. Kiranya, guru sastra hari itu jatuh sakit dan tidak mengajar, maka anak-anak itu diliburkan. Bun An berlari pulang ketempat tinggal ibunya yang merupakan bagian sebelah belakang kiri dari perumahan besar Tang-taijin dan langsung saja dia berlari memasuki kamar ibunya.

Begitu membuka daun pintu, anak laki-laki yang baru berusia tujuh tahun itu terbelalak, mukanya berubah penuh keheranan. Biarpun dia belum begitu mengerti, namun melihat ibunya dalam keadaan bugil berada di atas pembaringan bersama perwira Ma Cun yang juga bugil, dia dapat menduga apa yang terjadi antara ibunya dan perwira itu.

Pengertian yang timbul ketika dia melihat perkawinan binatang seperti ayam, cecak, anjing, kucing dan sebagainya ditambah percakapan sembunyi-sembunyi dengan kakak-kakak tirinya yang lebih tahu akan hal itu. Ibunya telah bermain cinta dengan Ma-ciangkun! Perasaannya tidak karuan, berbagai pikiran menyelinap dalam benaknya.

Kui Hui dan Ma Cun terkejut bukan main. Dalam desakan gairah yang menggelora, keduanya sampai lengah dan tidak dikuncinya pintu kamar dari dalam. Hal inipun wajar karena siapakah berani memasuki kamar Kui Hui tanpa ijin? Tang-taijin tak mungkin muncul di pagi hari itu, dan Bun An, satu-satunya orang yang berani masuk tanpa ijin selain Tang-taijin, sedang sibuk di ruang belajar. Sungguh tidak mereka sangka bahwa anak itu akan pulang lagi karena tidak jadi belajar.

Setelah hilang rasa kaget yang membuat kedua orang yang sedang berjina itu seperti lumpuh, keduanya cepat meloncat turun dari pembaringan sambil membungkus tubuh dengan selimut. Kui Hui cepat menghampiri Bun An yang masih bengong, lalu menutup pintu dan mengunci dari dalam. Saking malu, kaget dan takutnya kalau sampai perbuatannya terlihat oleh orang lain dan terdengar oleh Tang-taijin, tangan ibu ini menampar keras pipi puteranya.

“Plakk!!” tamparan itu keras sekali, membuat muka Bun An tersentak ke samping dan pipi kirinya menjadi biru kemerahan, matanya terbelalak, bukan hanya karena nyeri yang dideritanya, melainkan lebih lagi karena kagetnya. Belum pernah ia ditampar ibunya seperti sekarang ini.

“Bocah bengal! Mengapa kau berani membuka pintu ini? Kau….. kau tidak belajar?” bentak Kui Hui.

Saking kagetnya, Bun An sejenak tidak mampu bicara, hanya memandang kepada ibunya dengan bengong, kedua matanya basah air mata.

“Hayo jawab!” bentak ibunya sambil mengguncang tubuhnya dengan mencengkeram pundak dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya memegangi selimut yang hanya menutupi setengah tubuhnya.

“Aku…. aku…… siang-seng sakit, tidak mengajar…….”

Tiba-tiba Ma Cun yang mempergunakan kesempatan itu untuk mengenakan pakaian kembali secara tergesa-gesa sehingga terbalik-balik dan salah memasukkan kancing, sudah menghampiri Bun An. Tiba-tiba dia mencabut pedangnya dan tangan kirinya mencengkeram tengkuk anak itu, tangan kanan yang memegang pedang menempelkan mata pedang ke leher Bun An.

“Anak bodoh! Apa kau ingin aku menyembelih lehermu?” bentak Ma Cun.

Perwira ini tiba-tiba saja bersikap keras karena takutnya. Kalau sampai anak ini membuka rahasia dan hubungannya dengan Kui Hui diketahui Tang-taijin, dia akan celaka. Tentu akan disiksa dan dibunuh. Karena takutnya, maka kini dia dapat bersikap kejam dan galak.

Sedangkan Kui Hui sendiri juga karena takut rahasianya ketahuan, pada saat itu lupa akan kasih sayangnya kepada anaknya sendiri. Ia tahu bahwa tanpa diancam, Bun An tentu akan membuka rahasia itu dan kalau suaminya tahu bahwa ia berjina dengan Ma Cun, tentu ia akan celaka, disiksa dan dibunuh pula, setidaknya diusir dari situ, dari kemuliaan dan kemewahan!

Wajah Bun An seketika pucat ketika pedang itu ditempelkan dilehernya. Baru sekali ini selama hidupnya dia merasa ketakutan. Dia tidak mampu menjawab hanya menggeleng-geleng kepalanya.

“Plakk!”

Kini tangan kiri Ma Cun menamparnya dan Bun An merasa kepalanya pening, semua yang dilihatnya berputar dan tubuhnya terpelanting roboh terbanting keras.

“Hayo kau berjanji untuk tidak menceritakan apa yang kau lihat disini kepada siapapun juga!” bentak Ma Cun.

Bun An hanya menggeleng-geleng kepala. Rambutnya dijambak oleh ibunya dan diapun ditarik bangkit berdiri, dia melihat wajah ibunya tidak seperti wajah cantik biasanya, melainkan nampak seperti wajah setan yang mengerikan. Hampir dia menjerit, akan tetapi segera ditahannya karena dia tahu bahwa sekali menjerit, Ma Cun dan ibunya akan membunuhnya.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar