*

*

Ads

Rabu, 30 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 180

"Suheng, inilah pemuda luar biasa yang pernah kuceritakan padamu itu, yang bernama Hay Hay!" katanya gembira!.

Hay Hay memandang kepada pria yang disebut suheng (kakak seperguruan) oleh Hui Lian dan diam-diam diapun kagum. Seorang pria yang usianya tentu sudah lima puluh tahun lebih, lengan kirinya buntung sebatas siku, tubuhnya tinggi besar dan wajahnya membayangkan kejujuran, keterbukaan dan wibawa yang besar sehingga dia nampak gagah perkasa biarpun lengan kirinya buntung. Mengingat akan hebat dan tingginya ilmu kepandaian Hui Lian, dapat dia bayangkan bahwa tingkat suheng wanita itu sudah tentu lebih hebat lagi.

"Hay Hay, perkenalkanlah. Dia itu adalah Suheng Ciang Su Kiat. Dia Suhengku, juga Guruku, juga suamiku."

"Ahhh…!"

Mendengar kata "suamiku" itu, cepat-cepat Hay Hay melepaskan kedua tangannya yang sejak tadi saling berpegangan dengan kedua tangan Hui Lian, dan mukanya berubah kemerahan, sikapnya menjadi kikuk sekali.

Ciang Su Kiat memandang dengan sikap keren, sepasang alisnya yang tebal berkerut dan matanya mengamati wajah Hay Hay dengan tajam.

"Hemm, kiranya inikah pemuda itu? Pantas! Dia tampan menarik dan pandai merayu, seorang pemuda lihai yang mata keranjang. Sumoi, kau sebut dia pendekar mata keranjang? Hai, orang muda, kenapa engkau melepaskan kedua tanganmu setelah mengetahui bahwa Hui Lian adalah isteriku? Itu adalah suatu sikap pengecut yang sama sekali tidak dapat kuhargai. Bukankah ia nampak segar dan makin cantik katamu tadi? Ataukah itupun hanya sekedar rayuan belaka?"

"Suheng…!"

Hui Lian terbelalak memandang suaminya, terkejut karena belum pernah suaminya memperlihatkan sikap kurang senang seperti itu dan tahulah ia bahwa suaminya secara tiba-tiba dilanda cemburu!

"Sumoi, aku meragukan ceritamu bahwa pemuda ini memiliki ilmu kepandaian tinggi. Sikapnya menunjukkan bahwa dia hanyalah seorang perayu yang mata keranjang, dan tidak mampu menguasai perasaan hatinya sendiri. Orang muda, mari kita bicara di pantai agar tidak nampak orang lain."

"Tapi… baiklah!" kata Hay Hay yang tadinya meragu akan tetapi melihat sinar mata demikian jujur dan gagah dari Si Lengan Buntung, juga melihat sikap Hui Lian yang meragu dan agaknya gelisah, dia mengambil keputusan untuk menghadapi persoalan ini sampai tuntas.

Dia harus berani bertanggung jawab, untuk membela diri yang memang tidak mempunyai niat buruk, juga untuk mencuci nama baik Hui Lian dari kecurigaan suaminya. Apapun yang akan terjadi, akan dihadapinya secara jantan! Maka, sekali melompat diapun sudah melayang ke atas perarunya sendiri. Dia menanti sambil memegang dayung dan untuk sesaat lamanya, kedua orang pria itu saling pandang dari atas perahu masing-masing.

Hay Hay mengangguk kepada Su Kiat, memberi tanda bahwa dia akan mengikutinya dan Su Kiat lalu mendayung perahunya menuju ke pantai yang sepi. Hay Hay mengikutinya dari belakang, diam-diam mengagumi suami isteri itu karena selama mendayung perahu ke tepi, keduanya diam saja dan sama sekali tidak kelihatan mereka bertengkar. Sungguh sikap dua orang yang sudah matang dan tidak hanya menurutkan perasaan hati saja.

Biarpun hatinya merasa tegang, namun diam-diam Hui Lian ingin sekali melihat apa yang akan terjadi antara suaminya dan Hay Hay. Diam-diam iapun mendongkol sekali terhadap suaminya. Tidak tahukah suaminya bahwa cintanya hanya untuk suaminya, dan terhadap Hay Hay ia hanya merasa suka dan kagum, seperti seorang enci terhadap adiknya saja?

Memang, tidak disangkal bahwa ia pernah tergila-gila kepada pemuda ini, terdorong oleh gairah nafsu berahinya, akan tetapi itu terjadi dahulu sebelum ia menjadi isteri suhengnya. Sekarang, tentu saja tidak ada lagi gairah nafsu terhadap pria lain karena ia telah mendapatkan segala-galanya dari suaminya yang amat dicintanya.

Biarlah, dia cemburu dan hendak kulihat apa yang akan dilakukan terhadap Hay Hay, pikirnya. Ia tidak merasa khawatir karena ia mengenal benar Hay Hay yang sudah pasti tidak akan mencelakakan suaminya dan diapun tahu bahwa suaminya tidak akan dapat mencelakakan Hay Hay yang memiliki ilmu kepandaian tinggi itu. Pula, suaminya adalah seorang pendekar perkasa, tidak mungkin mau berbuat jahat terhadap orang lain hanya karena cemburu buta yang tidak beralasan sama sekali!

Ketika suami isteri itu meloncat ke darat, Hay Hay juga sudah tiba di darat dan diapun meloncat dengan sigapnya, menghadapi mereka dengan sikap tenang sekali.

"Toa-ko, aku masih tidak tahu apa maksudmu mengundangku ke tepi. Kalau kau menganggap aku bersalah karena kegembiraanku bertemu dengan Enci Hui Lian yang belum kuketahui bahwa ia sekarang telah menjadi isterimu, maka harap engkau suka memaafkan aku. Sungguh, aku tidak mempunyai maksud buruk, aku hanya demikian gembira dan hanya luapan kegembiraanlah yang membuat aku tadi memegang kedua tangan isterimu."






"Hemm, orang muda. Aku sudah mendengar tentang dirimu dari isteriku dan aku menghargai kejujuranmu. Melihat kemunculanmu dan engkau berpegang tangan dengan Sumoi Hui Lian, aku tidak apa-apa karena aku maklum bahwa tentu engkau bergembira bertemu dengannya, seperti juga isteriku bergembira bertemu denganmu.”

“Akan tetapi, begitu mendengar bahwa aku suaminya, engkau segera melepaskan pegangan tanganmu. Hal ini kuanggap bahwa engkau tidak jujur, bahwa engkau tak lain hanyalah seorang laki-laki mata keranjang yang pandai merayu wanita. Timbul dugaanku bahwa kalau dulu engkau tidak sampai melanjutkan pelanggaran susila terhadap Sumoi, hanya karena engkau tidak berani menghadapi kelihaian Sumoi. Kalau engkau sekarang mampu memperlihatkan bahwa tingkat ilmu yang kau miliki lebih tinggi dari tingkat Sumoi atau tingkatku, barulah aku percaya bahwa engkau memang tidak mau melakukan pelanggaran susila, dan baru aku akan percaya kejujuranmu. Nah, bersiaplah untuk menandingiku, orang muda, dan kalau engkau tidak mampu mengalahkan aku, maka aku akan menghajarmu karena engkau tak lain hanyalah seorang laki-laki mata keranjang perayu wamta yang hina!”

“Suheng!” Hui Lian berseru. “Jangan menuduh sedemikian keji terhadap Hay Hay! Dia bukanlah orang yang seperti kau duga itu, dan engkau takkan menang melawan dia, Suheng! Engkau dibikin buta oleh cemburu!"

Ciang Su Kiat mengangguk-angguk akan tetapi tersenyum kepada isterinya, sama sekali dia tidak memperlihatkan sikap marah kepada isterinya yang amat dicintanya itu.

"Memang benar, aku merasa cemburu, Sumoi. Belum pernah aku merasa cemburu seperti sekarang ini! Akan tetapi alasanku untuk merasa cemburu kuat sekali, bukan cemburu karena menyangka engkau tidak setia kepadaku. Sama sekali bukan. Dijauhkan Tuhan aku dari perasaan seperti itu kepadamu, Sumoi. Akan tetapi aku merasa cemburu oleh sikap pemuda ini dan sebelum dia menunjukkan bahwa persangkaanku terhadap dirinya tidak benar, yaitu dengan mengalahkan aku. Sebelum dia mengalahkan aku, hatiku akan selalu digoda cemburu dan prasangka buruk terhadap dirinya.”

"Tapi, sudah kuceritakan kepadamu betapa dia seorang yang kuat lahir batin, dan memang aku pernah tergila-gila kepadanya dan andaikata bukan dia yang kuat batinnya sehingga mengingatkan aku, tentu akan terjadi pelanggaran susila. Dialah yang mencegah terjadinya pelanggaran itu, Suheng. Semua itu telah kuceritakan kepadamu."

"Aku percaya padamu, Sumoi. Akan tetapi aku tidak percaya padanya. Dia bukan dewa, dan tidak mungkin dia kuat menolak dirimu! Kalau dia melakukan hal itu, tentu karena dia takut akan akibatnya, takut akan kelihaianmu dan takut menghadapi kemarahanmu kemudian. Nah, orang muda, majulah dan kita akan melihat bukti kejujuranmu."

"Suheng, engkau takkan menang." kata pula Hui Lian.

"Kalau begitu, baru hatiku puas dan aku akan minta maaf kepadanya, juga kepadamu, Sumoi. Marilah, orang muda."

"Hay Hay, layani dia. Si Keras Hati ini memang harus diperlihatkan buktinya, kalau tidak, dia akan gelisah terus, tak enak makan tak enak tidur!" Akhirnya Hui Lian berkata.

Hay Hay menarik napas panjang, lalu melangkah maju menghadapi Su Kiat sambil berkata,

"Ciang-toako, aku tidak menyangkal bahwa aku suka akan keindahan, suka akan kecantikan wanita seperti aku suka akan tamasya alam indah, akan bunga-bunga. Aku suka akan keindahan dan kecantikan wanita merupakan suatu keindahan yang mengagumkan. Enci Hui Lian adalah seorang wanita yang luar biasa cantik jelitanya. Kuakui bahwa aku pernah tergila-gila kepadanya. Akan tetapi bukan berarti aku mencintanya. Demikian pula Enci Hui Lian, ia tidak cinta kepadaku. Kami saling tertarik karena saling mengagumi, karena dorongan gairah berahi yang wajar. Katakanlah aku mata keranjang, akan tetapi jangan mengira bahwa nafsu berahi akan mudah begitu saja mengalahkan aku sehingga aku menjadi mata gelap dan melakukan pelanggaran susila. Dan aku sama sekali bukan takut menghadapi ilmu kepandaian Enci Hui Lian, melainkan takut kalau sampai aku menodainya dan membuat hidupnya sengsara karena merasa ternoda kehormatannya. Sekarang, engkau tidak percaya kepadaku dan hendak mengujiku. Silakan Ciang-toako!"

Ciang Su Kiat mengangguk-angguk.
"Bagus, nah, kau terimalah seranganku ini!"

Dan begitu orang yang buntung lengan kirinya ini menyerang, Hay Hay terkejut dan kagum. Dia sudah menyangka bahwa Si Lengan Kiri Buntung ini tentulah ahli gin-kang yang hebat, mengingat betapa dalam hal gin-kang, Hui Lian juga hebat bukan main. Dan dugaannya memang tepat. Biarpun tadinya Ciang Su Kiat tidak memasang kuda-kuda, hanya berdiri biasa saja, akan tetapi begitu kata-katanya habis, tubuhnya sudah menerjang dengan kecepatan yang akan mengaburkan pandang mata lawan saking cepatnya.

Lengan kanannya bergerak menyambar dengan pukulan ke arah dada Hay Hay, nampaknya perlahan saja, akan tetapi datangnya cepat sekali dan dari telapak tangannya menyambar hawa pukulan yang dahsyat. Pukulan ini menjadi semakin berbahaya karena dibayangi sambaran ujung lengan baju kosong yang menotok ke arah pelipis kanan Hay Hay!

Memang, Su Kiat yang ingin menguji kepandaian pemuda itu, tidak mau membuang banyak waktu dan begitu bergerak, dia telah mainkan Ilmu Silat Sian-eng Sin-kun, ilmu silat sakti peninggalan kitab dari Sian-eng-cu The Kok, seorang diantara Delapan Dewa. Tentu saja hebat bukan main serangannya itu.

Akan tetapi, yang diserangnya adalah seorang pemuda yang juga menjadi murid dua orang diantara Delapan Dewa, bahkan pemuda ini digembleng oleh dua orang sakti itu sendiri, tidak seperti Ciang Su Kiat yang hanya mempelajari dari peninggalan kitab.

Oleh karena itu, kalau dibuat perbandingan, tentu saja Su Kiat masih kalah jauh dalam hal ilmu silat dibandingkan Hay Hay. Akan tetapi, untuk mengurangi jarak kekalahannya dalam pendidikan ilmu silat, si lengan kiri buntung ini telah memiliki tenaga yang luar biasa berkat makan jamur selama sepuluh tahun, jamur aneh yang hanya terdapat dalam sebuah guha di tebing yang terjal, maka kekalahannya itu dapat ditebus oleh kekuatan mujijat itu. Makan jamur selama sepuluh tahun ini membuat Su Kiat dan Hui Lian memiliki tenaga sin-kang dan gin-kang yang istimewa, dan pada Hui Lian bahkan akibatnya membuat wanita ini memiliki keringat yang harum baunya!

Melihat datangnya serangan, Hay Hay melangkah ke belakang sambil mengibaskan kedua tangannya menangkis. Akan tetapi, dengan kecepatan yang luar biasa, Su Kiat telah menarik kedua lengannya dan sudah melangkah maju mendesak dan menyerang lagi dengan lebih ganas.

Ujung lengan baju kiri itu kini tiba-tiba saja menegang dan menusuk seperti sebatang pedang ke arah muka Hay Hay, diantara kedua matanya, sedangkan tangan kanan sudah melakukan cengkeraman ke arah perut. Dua serangan ini datang secara bertubi dan yang berbahaya adalah karena kecepatannya, dan ujung lengan baju tangan kiri itu juga tak boleh dipandang ringan karena setelah dialiri tenaga sin-kang, menjadi kaku seperti sebatang pedang dan kalau mengenai sasaran antara kedua mata Hay Hay, tentu amat berbahaya.

Namun, dengan tenang dan mudah saja, Hay Hay kembali dapat menghindarkan diri dengan memutar tubuh dan mengibaskan kedua tangan menangkis. Dia masih belum mau membalas karena belum merasa perlu dan belum terdesak.

Melihat betapa pemuda itu dengan mudahnya dapat menghindarkan diri, Ciang Su Kiat tidak mau memberi hati dan kini dia menyusulkan serangan bertubi-tubi, dengan ujung lengan baju kiri, dengan tangan kanan, bahkan dengan kedua kakinya yang dapat mengirim tendangan istimewa.

Kini Hay Hay didesak terus dengan serangan yang datang bagaikan gelombang samudera, susul-menyusul dan tiada hentinya. Dibandingkan dengan Kok Hui Lian, tentu saja tingkat Ciang Su Kiat lebih tinggi, karena sebelum keduanya menemukan kitab-kitab peninggalan dua orang diantara Delapan Dewa, yaitu mendiang In Liong Nio-nio dan mendiang Sian-eng-cu The Kok, Su Kiat telah memiliki ilmu silat cukup kuat sebagai murid pilihan Cin-ling-pai sedangkan Hui Lian merupakan gadis cilik yang belum pernah belajar ilmu silat.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar