*

*

Ads

Rabu, 30 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 179

Bukan watak Hay Hay untuk membiarkan diri tenggelam dalam duka. Dia memang merasa menyesal bukan main bahwa dia telah lupa diri dan membiarkan dirinya hanyut dalam kemesraan, bahkan menyeret Kui Hong sehingga gadis itu mengira bahwa dia mencintanya. Kemudian, karena dia tidak membohong atau menipu, biarpun pahit, dia berterus terang dan tentu saja gadis itu tersinggung dan menjadi benci kepadanya.

Hanya sehari dua hari saja dia kelihatan muram dan menyesal, akan tetapi beberapa hari kemudian, dia sudah melupakan pengalaman yang tidak enak itu. Dia sudah pulih kembali, menjadi seorang yang riang jenaka dan memandang dunia ini dari segi yang terang benderang. Senyumnya kembali lagi, tak pernah meninggalkan sudut bibirnya dan matanya kembali bersinar-sinar, wajahnya kembali berseri-seri.

Biarlah yang lewat berlalu sudah, tak perlu dikenang lagi. Inilah pendiriannya sehingga Hay Hay tidak pernah mau menyimpan semua pengalaman yang lalu, maklum bahwa mengingat kembali hal-hal lalu hanya akan mendatangkan sesal dan duka, kecewa dan dendam. Dengan gembira dia melanjutkan perjalanan, menuju ke selatan, Pegunungan Yunan.

Hay Hay tahu bahwa yang mengganggu dia dan Kui Hong semalam adalah lima orang pendeta Pek-lian-kauw (Agama Teratai Putih), yang selain memiliki ilmu silat yang cukup lihai, juga pandai ilmu sihir sehingga membikin takut kepada Kui Hong. Dia berhasil mengusir mereka tanpa perkelahian, hanya dengan mengalahkan ilmu sihir mereka dan menangkis serangan mereka dengan tenaga saktinya yang jauh lebih kuat daripada tenaga mereka.

Disangkanya bahwa lima orang pendeta Pek-lian-kauw itu menjadi takut dan melarikan diri. Dia tidak tahu bahwa peristiwa semalam itu membuat orang-orang Pek-lian-kauw menjadi curiga dan waspada kepadanya sehingga perjalanannya selalu dibayangi dari jauh.

Mereka melihat seorang lawan yang amat berbahaya dalam diri pemuda ini, apalagi ketika melihat bahwa pemuda itu melakukan perjalanan ke selatan! Kecurigaan mereka semakin besar ketika mereka tahu bahwa di dalam perjalanannya, ketika melewati sebuah kota pemuda itu mencari keterangan kepada orang-orang di jalan tentang Pegunungan Yunan.

Jelaslah bahwa pemuda itu hendak pergi ke Pegunungan Yunan. Walaupun pemuda itu tidak pernah mengatakan kepada siapapun juga apa urusannya di Pegunungan Yunan, namun pihak Pek-lian-kauw sudah dapat menduga bahwa tentu pemuda ini hendak mencari sarang persekutuan mereka!

Karena itulah, maka jauh sebelum Hay Hay tiba di perbatasan Pegunungan Yunan, para pimpinan persekutuan kaum sesat itu telah lebih dulu tahu akan keadaan dirinya.

Dari keterangan yang diperolehnya di perjalanan, Hay Hay mendengar bahwa yang disebut Dataran Tinggi Yunan adalah daerah di bagian utara Propinsi Yunan yang berbatasan dengan Propinsi Secuan dan Kwei-couw. Di perbatasan itu terdapat Sungai Cin-sa, yang menjadi anak sungai besar Yang-ce-kiang.

Menurut keterangan Menteri Yang Ting Hoo, sarang Lam-hai Giam-lo itu berada di lembah sungai itu, diantara kedua gunung besar atau Pegunungan Heng-tuan-san di barat dan Pegunungan Tatiang-san di timur, dan pegunungan atau dataran tinggi Yunan itu terapit oleh dua pegunungan ini.

Hay Hay mengambil jalan melewati Propinsi Kwei-couw, dan pada suatu hari tibalah dia di kota Wei-ning. Kota ini terletak di dekat sebuah telaga besar yang disebut Cao-hai (Lautan Cao) atau juga Cao-hu (Telaga Cao). Sebuah telaga yang amat indah, terletak di lereng bawah Pegunungan Wu-meng-san, di dekat tapal batas sebelah barat dari Propinsi Kwei-couw, tak berapa jauh lagi dari daerah Yunan sebelah timur.

Karena melihat telaga yang demikian indahnya di dekat kota Wei-ning, Hay Hay tidak dapat menahan hatinya untuk tidak berhenti di kota itu dan menikmati keindahan telaga itu selama beberapa hari.

Sudah terlalu lama dia melakukan perjalanan melalui gunung-gunung yang tinggi, bukit-bukit yang luas, melalui dusun dan kota, akan tetapi baru sekali ini dia melihat sebuah telaga besar yang airnya kebiruan dan demikian luasnya. Pantaslah kalau Telaga Cao itu kadang-kadang disebut Lautan Cao, karena memang airnya biru saking dalamnya, seperti air laut.

Apalagi dilihat dari ketinggian sebelum Hay Hay memasuki kota Wei-ning, telaga itu nampak amat indahnya. Banyak pohon tumbuh di sekelilingnya, dan di bagian selatan nampak sekelompok pohon cemara yang indah, tumbuh di lereng di tepi telaga. Rumah-rumah para penduduk kampung berada di sebelah barat dan utara, sedangkan di bagian timur telaga itu adalah daerah kota Wei-ning.

Para penghuni rumah perkampungan di sekitar telaga itu pada umumnya adalah para petani dan nelayan karena telaga itu selain dapat mengairi sawah sehingga para petani dapat menanam bermacam padi-padian sepanjang tahun, juga telaga itu sendiri mengandung ikan yang seakan-akan tiada habisnya biarpun setiap hari dikail dan dijala oleh para nelayan.

Burung camar nampak beterbangan di permukaan air telaga kadang-kadang menyambar turun dan ketika melayang naik lagi, paruh mereka telah menangkap seekor ikan. Riuh rendah suara mereka seperti sedang bekerja mencari nafkah dengan gembira dan bersendau-gurau diantara teman.






Banyak pula nampak perahu nelayan dan perahu-perahu indah dimana orang-orang kota, baik dari Wei-ning maupun dari kota lain yang sengaja datang berkunjung dan bersenang-senang di telaga. Perahu para nelayan memilih bagian yang sepi, jauh di barat dan di tepi-tepi yang sunyi, karena akan sia-sia sajalah usaha mereka mencari ikan kalau berdekatan dengan perahu-perahu pelesiran yang selalu gaduh itu.

Memang sebagian besar perahu-perahu pelesiran itu disediakan untuk para pria yang ingin bersenang-senang. Ada yang bermain kartu sambil minum arak, ada pula yang minum arak saja sampai mabok. Ada pula yang memanggil gadis-gadis penyanyi dan penari, dan banyak pula yang memanggil gadis panggilan atau pelacur-pelacur untuk menemani mereka minum arak atau menemani mereka tidur di bilik-bilik perahu besar itu.

Ada pula pria-pria tua muda yang lebih suka menyendiri, menyewa perahu-perahu kecil dan mereka itu ada yang mencoba peruntungan mereka mengail ikan, ada pula yang hanya duduk membaca buku, ada yang bermain musik sendirian, meniup suling atau bermain yangkim, ada yang melukis atau menulis sanjak sambil minum arak.

Tak lama kemudian, perahu yang ditumpangi Hay Hay sudah menyelinap diantara ratusan buah perahu yang lain. Dia menyewa sebuah perahu kecil yang dicat merah, membawa bekal makanan dan minuman yang dibelinya di pantai tempat menyewa perahu, lalu mendayung perahu itu meluncur ke tengah telaga, bercampur dengan ratusan buah perahu lain.

Hay Hay merasa lapar dan dia memilih tempat yang agak sunyi, jauh di tengah, lalu membuka buntalan daging ayam panggang, saus tomat semacam sayur hijau yang menjadi masakan, beberapa butir buah pir dan appel, juga seguci kecil arak dan seguci kecil air teh. Mulailah dia makan minum seorang diri dengan hati lapang. Sungguh lezat makan di atas perahu, di tengah telaga dengan hawa yang sejuk nyaman dan bersih.

Ah, kalau saja ada Kui Hong di dalam perahunya, pikirnya dan ingin Hay Hay menampar kepalanya sendiri. Kenapa mendadak saja dia merasa kesepian dan teringat kepada Kui Hong? Gadis itu tentu akan marah-marah dan mungkin akan menyerangnya di atas perahu! Mengingat akan hal ini, Hay Hay tersenyum lucu. Tentu mereka keduanya akan tercebur ke dalam air telaga dan akan mengalami hal-hal aneh dan berbahaya lagi bersama-sama!

Tidak, tak boleh dia mengharapkan kehadiran Kui Hong. Bagaimana kalau Bi Lian? Setelah pikirannya menolak kehadiran Kui Hong, Hay Hay teringat kepada Bi Lian. Cu Bi Lian yang berjuluk Tiat-sim Sian-li itu. Murid dari dua diantara Empat Setan, yaitu Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi. Bukan main gadis itu! Tidak kalah oleh Kui Hong dalam segala hal. Cantiknya, lincahnya, galaknya! Bahkan lebih galak di banding Kui Hong, walaupun belum tentu menang lihai. Akan tetapi Bi Lian juga lihai bukan main, dengan ilmu yang aneh-aneh. Tahi lalat di dagunya itu, bukan main manisnya!

Tapi kemunculan Bi Lian tentu juga hanya akan mendatangkan keributan, karena bukankah gadis itu pernah mengancamnya bahwa kalau bertemu lagi, gadis itu tentu akan menyerangnya dan tidak akan memberi ampun? Dia tersenyum gembira teringat kepada Bi Lian. Seorang gadis yang hebat dan dia kagum dan suka sekali kepada gadis itu. Akan tetapi tidak, terlalu berbahaya kalau di tempat ini berjumpa dengan Bi Lian. Kalau sampai Bi Lian menggulingkan perahu!

Memang benar, selama tinggal bersama suhunya yang kedua, yaitu Ciu Sian Lokai yang menjadi majikan di Pulau Hiu, dia sering kali mandi di laut dan sudah pandai dan menguasai ilmu renang, akan tetapi ilmunya ini tidak cukup tinggi untuk dapat melindungi diri di dalam air kalau sampai dia diserang musuh. Tidak, lebih baik jauh dari Bi Lian kalau dia ingin bersantai di telaga itu.

Begitu dia mengusir bayangan Bi Lian dengan tahi lalat di dagunya yang manis itu, tiba-tiba saja muncul bayangan Pek Eng! Hay Hay mengeluh. Ada apakah dengan dirinya hari ini? Kenapa perempuan melulu yang memenuhi benaknya? Bayangan gadis-gadis cantik saja yang teringat olehnya? Biarpun dia mencela diri sendiri, tetap saja kini nampak wajah Pek Eng yang lucu dan manis menarik itu. Hitam manis, mata sipit yang indah, hidung yang ujungnya agak menjungkat naik, bibir yang selalu merah membasah, dan lesung pipit di pipi kiri itu. Aihh, gadis remaja yang segar, dengan tubuh tinggi semampai yang menggairahkan. Lincah jenaka dan manja!

Hay Hay tersenyum ketika teringat betapa Pek Eng pernah mencium pipinya, mengira bahwa dia adalah kakaknya yang bernama Pek Han Siong! Gadis yang amat menyenangkan, kalau saja berada di dalam perahunya, tentu akan diajaknya bersendau-gurau! Dan Pek Eng tidak akan membahayakan dirinya. Pek Eng sudah memaafkannya karena kesalah pahaman itu, ketika gadis itu marah-marah sebab menciumnya, mencium orang yang salah. Kembali Hay Hay tersenyum dan tanpa disadarinya, tangan kirinya mengusap pipi kiri yang pernah disentuh hidung dan bibir lembut Pek Eng.

Tapi, aku tidak mencinta Pek Eng, juga tidak mencinta Bi Lian atau Kui Hong walaupun terhadap mereka ada rasa suka yang mendalam di lubuk hatinya. Dia tidak mencinta mereka dan sebaiknya kalau dia tidak dekat dengan mereka. Selalu timbul keributan kalau dia dekat dengan seorang gadis.

Bagaimana kalau Hui Lian? Jantungnya berdebar kencang karena dia membayangkan apa yang pernah terjadi antara dia dengan Hui Lian, janda muda itu. Bau tubuhnya yang harum! Bagaimana dia dapat melupakan wanita itu? Takkan pernah dia mampu melupakan Hui Lian! Dengan Hui Lian, hampir saja dia tak dapat menguasai dirinya lagi, hampir saja terjadi pelanggaran antara mereka. Dan dia tidak pernah menyalahkan dirinya.

Pria mana yang akan mampu bertahan kalau sudah bergaul demikian dekatnya dengan seorang wanita seperti Hui Lian? Baru keharuman tubuhnya saja sudah membuat pria menjadi mabok. Ah, kalau ada Hui Lian disitu, di dalam perahu bersamanya, tentu dia akan merasa semakin gembira. Tidak akan ada bahaya diserang Hui Lian, yang ada hanyalah diserang gairah nafsunya sendiri. Dan ini bahkan jauh lebih berbahaya daripada kalau dia diserang orang!

Bagaimana dengan keadaan Hui Lian sekarang? Dimana ia berada dan apa saja yang dilakukannya? Tiba-tiba ia merasa rindu sekali kepada Hui Lian, apalagi karena diapun yakin bahwa Hui Lian cinta kepadanya. Dia tahu bahwa andaikata dia menanggapi cinta itu, sudah pasti mereka berdua takkan pernah saling berpisah lagi. Ah, betapa akan senangnya kalau kini mereka berdua berperahu di telaga itu, makan bersama dan bersenda gurau bersama. Dia tidak membayangkan hal-hal yang mesra, hanya ingin dekat dan bercakap-cakap dengan wanita yang luar biasa itu!

"Hay Hay….!"

Hay Hay terlonjak kaget. Suara Hui Lian! Gila benar! Apakah lamunannya tentang wanita itu tadi membuat dia menjadi gila sehingga dia mendengar suaranya? Biarpun dia tidak percaya bahwa itu adalah suara Hui Lian yang sesungguhnya, namun dia menengok juga ke kanan dan... tak salah lagi! Yang memanggilnya tadi bukan lain adalah Kok Hui Lian!

Wanita itu nampak semakin cantik, wajahnya segar berseri tidak seperti dahulu yang agak diliputi mendung kedukaan. Wanita itu duduk di dalam sebuah perahu yang sedang besarnya dan melambai kepadanya. Dapat dibayangkan betapa girangnya rasa hati Hay Hay. Baru saja dirindukan, dilamunkan dan kini benar-benar berada disitu, di atas perahu yang jaraknya hanya sekitar lima meter dari perahunya, Hui Lian yang cantik jelita, Hui Lian yang manis, Hui Lian yang harum!

Saking gembiranya, Hay Hay bangkit berdiri dan sekali loncat, tubuhya sudah melayang kearah perahu Hui Lian. Untung bahwa mereka berada di bagian yang sepi sehingga perbuatan Hay Hay itu tidaklah kelihatan orang lain yang tentu akan menimbulkan kekaguman dan perhatian.

"Enci Hui Lian…!" teriaknya. "Ah, Enci Hui Lian, betapa rindu aku padamu…!"

“Hay Hay, tak kusangka akan berjumpa denganmu di sini!" kata Hui Lian, juga dengan suara yang gembira sekali.

Begitu kedua kakinya hinggap di atas perahu Hui Lian, Hay Hay lalu menghampiri dan memegang kedua tangan wanita itu sambil mengamati Hui Lian dari ujung rambut kepala sampai ke kaki.

"Aih, engkau nampak segar dan semakin cantik saja, Enci Hui Lian!"

"Hushhh…! Engkau masih juga belum berubah, pemuda mata keranjang!" kata Hui Lian sambil tertawa geli, akan tetapi kedua tangannya juga membalas remasan tangan Hay Hay, tanda bahwa ia girang dan gembira sekali bertemu dengan pemuda itu.

Pada saat itu terdengar suara batuk-batuk dan seorang laki-laki muncul dari dalam bilik perahu itu. Hay Hay merasa terkejut dan heran, akan tetapi Hui Lian bersikap tenang dan biasa saja, bahkan ia belum melepaskan kedua tangan pemuda itu dari genggamannya, hanya menoleh dan memandang kepada pria yang baru muncul itu sambil tersenyum girang.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar