*

*

Ads

Senin, 21 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 140

Perlu diingat bahwa dua pasang suami isteri ini sejak belasan tahun yang lalu pernah bermusuhan. Dengan mati-matian mereka memperebutkan Sin-tong yang dianggap akan mendatangkan keuntungan besar. Biarpun kemudian mereka bersatu dan bekerja sama, namun kini mereka dihadapkan pada perebutan kembali.

“Hemm, Lam-hai Siang-mo selalu tamak!” kata Tong Ci Ki marah. “Kalian mendengar sendiri kata-kata adik dari Sin-tong ini. Kamilah yang lebih pantas bertemu dengan kakaknya!”

“Tong Ci Ki perempuan iblis bermuka mayat! Engkau lebih percaya kepada bocah ini dan berani menghina kami?” bentak Ma Kim Li dengan marah. “Gadis itu kami yang tangkap, ia milik kami dan kalian tidak boleh mencampuri!”

“Enak saja engkau membuka mulut, Ma Kim Li. Perlu diselidiki lebih dulu siapa diantara kita yang lebih patut bertemu dengan Sin-tong, seperti yang diucapkan gadis itu.”

“Benar begitu!” Pek Eng berseru, “Lam-hai Siang-mo memang pengecut, beraninya hanya kepada aku, seorang yang masih amat muda, sekali berhadapan dengan pasangan yang lebih lihai, nyali mereka mengecil dan mereka hanya berani mengandalkan lebarnya mulut saja!”

Lam-hai Siang-mo marah sekali mendengar ucapan itu. mereka berdua mengeluarkan gerengan seperti dua ekor binatang buas, kemudian mereka menerjang ke depan untuk menyerang dan membunuh Pek Eng. Gadis itu cepat meloncat dan menyelinap ke belakang Kwee Siong dan Tong Ci Ki dan suami isteri ini maju menyambut serangan Lam-hai Siang-mo!

“Lam-hai Siang-mo, gadis ini berada dalam lindungan kami!” kata Kwee Siong.

“Bagus! Kalian hendak merampas tawanan kami!” bentak Siangkoan Leng dan dua pasang suami isteri itu sudah saling terjang dan saling serang dengan hebatnya.

Tingkat kepandaian mereka memang tidak banyak selisihnya, maka segera terjadi perkelahian yang seru sekali, yang membuat debu mengepul tinggi dan empat ekor kuda meringkik ketakutan.

Melihat betapa siasatnya mengadu domba berhasil dengan baik, Pek Eng lalu melompat dan melarikan diri. Ia tidak berani mempergunakan kuda, karena selain hal ini memakan banyak waktu dan akan lebih mudah mereka lihat, juga disitu masih terdapat tiga ekor kuda lainnya sehingga mereka tetap saja akan dapat mengejarnya dengan berkuda.

Akan tetapi perasaan girang di hati Pek Eng hanya sebentar saja. Belum ada satu li ia melarikan diri, tiba-tiba empat bayangan orang berkelebat dan tahu-tahu dua pasang suami isteri yang tadinya saling serang itu telah berdiri di depannya! Hal ini amat mengejutkan hati Pek Eng dan dengan mata terbelalak ia memandang mereka, lalu berkata gagap.

“Eh… lalu bagaimana hasilnya? Siapa diantara kalian yang… menang….?”

Empat orang itu cemberut! Untung mereka tadi menyadari bahwa mereka telah diadu domba ketika mereka melihat betapa gadis itu melarikan diri. Betapa mereka telah dibodohi oleh seorang gadis muda!

“Bocah setan! Kalau tidak mengingat bahwa engkau adik Sin-tong, sekarang juga engkau sudah kusiksa dan kucabut nyawamu!” bentak Ma Kim Li, marah sekali.

Pek Eng adalah seorang gadis yang tidak saja tabah, akan tetapi juga cerdik sekali. Kini ia yakin bahwa empat orang itu tidak akan membunuhnya, maka iapun tersenyum dan berkata,






“Kalau kalian hendak membunuh pun, aku tidak menyesal. Mati di tangan empat orang kakek nenek yang amat lihai, tidak menjadi penasaran. Akan tetapi, kalian yang akan menyesal karena tanpa aku, jangan harap dapat bertemu dengan Sin-tong!”

“Sudahlah, Lam-hai Siang-mo, tidak perlu banyak cakap dengan bocah setan ini. Kita bawa saja ia menghadap Lam-hai Giam-lo!” kata Tong Ci Ki.

“Menghadap Lam-hai Giam-lo?” Pek Eng berseru dengan wajah menunjukkan kegembiraan. “Bagus sekali! Semenjak mendengar namanya, aku sudah ingin sekali bertemu dengan orang tua itu. Agaknya hanya dia seoranglah yang cukup berharga untuk bertemu dengan Kakakku!” Ia lalu melangkah untuk kembali ke kereta sambil berkata, “Nah, marilah kita berangkat sekarang juga. Mau tunggu apa lagi?”

Empat orang itu saling pandang, tak tahu harus berbuat apa terhadap gadis ini. Kalau saja bukan adik Sin-tong, tentu mereka sudah membunuhnya. Perlu apa susah-susah membawanya menghadap Lam-hai Giam-lo? Akan tetapi, kalau mereka mempersembahkan gadis ini kepada Lam-hai Giam-lo, tentu pimpinan itu akan girang sekali dan mereka akan mendapat pujian dan dianggap berjasa.

Kini, tidak perlu lagi mempergunakan kekerasan karena kalau gadis ini mengadukan perlakuan yang tidak patut terhadap dirinya kepada Lam-hai Giam-lo, siapa tahu orang tua itu akan marah kepada mereka dan hal ini sungguh mengerikan.

Demikianlah, Pek Eng tertolong dan terbebas dari siksaan dan perlakuan kasar oleh sikapnya yang penuh ketabahan dan kecerdikan itu. Ia duduk di dalam kereta bersama Ma Kim Li karena Siangkoan Leng mengusiri kereta, sedangkan kakek dan nenek berpakaian hitam itu mengawasi di belakang kereta, di atas kuda mereka.

**** 140 ****
Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar