*

*

Ads

Kamis, 24 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 151

Setelah gadis itu duduk, pemuda itupun berkata dengan halus.
“Sesungguhnya, hanya kebetulan saja kita bertemu. Aku memang sedang melakukan penyelidikan ditempat tinggal Lam-hai Giam-lo untuk mencari seseorang. Ketika aku melihat engkau dikeroyok oleh dua orang itu, tentu saja aku merasa penasaran dan menegur mereka. Untunglah bahwa kita masih dapat lolos, karena kalau terlambat, entah apa yang akan terjadi. Mereka adalah orang-orang yang amat sakti. Akan tetapi engkau sendiri, seorang gadis yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, bagaimana sampai dapat terperangkap disana, Nona?”

Bi Lian mengerutkan alisnya. Menurutkan wataknya yang keras, ia dapat marah mendengar pertanyaan ini. Pemuda ini ia tanya belum menjawab, belum memperkenalkan keadaan dirinya, sudah balas bertanya, seolah-olah tidak percaya kepadanya. Akan tetapi, ia menahan diri dan menahan kemarahannya karena bagaimanapun juga, harus diakuinya bahwa ia berhutang budi kepada pemuda ini.

“Hemm, agaknya karena engkau telah menolongku, maka akulah yang harus memperkenalkan diri lebih dulu. Begitukah?”

Suaranya jelas mengandung nada ketus dan alisnya berkerut, sepasang matanya yang amat tajam itu seperti sepasang pedang menusuk.

Pemuda itu tersenyum sabar dan menggeleng kepala.
“Maaf, bukan maksudku, Nona. Aku memang sungguh merasa tertarik dan heran sekali melihat seorang gadis seperti Nona berani menentang orang-orang seperti mereka itu, karena itulah aku tadi bertanya. Baiklah kalau Nona ingin mengetahui, namaku adalah Pek Han Siong….”

“Aihhh….!!” Bi Lian terbelalak.

Han Siong tersenyum.
“Ada apa lagi Nona? Kenapa namaku mengejutkanmu?”

“Jadi engkau inikah Pek Han Siong … engkau… Sing-tong itu? Kakak kandung Pek Eng?”

Kini pemuda itu yang terbelalak dan bahkan meloncat turun dari atas batu yang dudukinya.

“Engkau tahu semuanya, Nona?” Pemuda itu memang Pek Han Siong.

Seperti kita ketahui, pemuda ini mencari jejak Pek Eng, adik kandungnya yang melarikan diri, minggat dari rumah keluarga Pek karena tidak suka dijodohkan dengan keluarga Song dari Kang-jiu-pang. Dia menemukan jejak adiknya itu dan mendengar bahwa adiknya di tawan oleh kaki tangan Lam-hai Giam-lo dan dibawa ke selatan, ke Pegunungan Yunan.

Maka diapun melakukan perjalanan kesana dan mencari-cari di Pegunungan Yunan sampai akhirnya pada hari itu dia dapat menemukan tempat tinggal Lam-hai Giam-lo dan melihat Bi Lian dikeroyok dua orang lihai itu.

Bi Lian merasa gembira bukan main mendengar bahwa pemuda ini adalah kakak Pek Eng, gadis yang disukainya, gadis yang menjadi tawanan Lam-hai Giam-lo dan kemudian bahkan diambil menjadi murid dan anak angkat. Kiranya Pek Eng tidak bohong, kakaknya itu hebat!

“Sungguh kebetulan sekali!” katanya gembira. “Aku mendengar tentang dirimu dari Adik Eng yang baru saja kukenal. Ia juga berada disana, kini ia menjadi murid bahkan anak angkat Lam-hai Giam-lo.”

“Hehh…??” Tentu saja Han Sion terkejut dan heran bukan main mendengar keterangan itu. “Bagaimana pula ini? Apa saja yang telah terjadi dan engkau… siapakah engkau ini, Nona?”

“Aku Cu Bi Lian…”

Bi Lian berhenti bicara karena ia melihat betapa wajah pemuda itu berubah matanya terbelalak dan muka pemuda itu menjadi agak pucat.
“Kau… kau kenapa kah?”

“… Cu… Bi… Lian…?”

Perlahan-lahan Han Siong mengulang nama ini matanya menatap wajah gadis itu penuh selidik.

“Benar. memangnya kenapa?” Bi Lian balas bertanya.






Han Siong menelan ludah sebelum menjawab,
“Tidak apa-apa… rasanya aku seperti pernah mengenal nama itu…” katanya agak gugup.

Tentu saja dia mengenalnya. Cu Bi Lian, atau Singkoan Bi Lian, puteri dari suhu dan subonya! Inilah gadis itu yang harus dicarinya, bahkan yang oleh suhu dan subonya telah ditunangkan dengan dia, menjadi calon isterinya! Inilah tunangannya. Siapa orangnya tidak menjadi tegang hatinya dihadapkan pada kenyataan yang begini tiba-tiba dan tidak disangka-sangka?

“Ah, tidak mungkin. Baru sekarang kita saling bertemu.” Jawab Bi Lian.

Han Siong masih memandang bengong. Bertemu dengan gadis itu, berhadapan, sadar sepenuhnya bahwa inilah gadis yang diperuntukkan dirinya, yang oleh ayah ibu kandung gadis ini sendiri ditunangkan kepadanya, membuat jantungnya berdebat.

Dia menatap penuh perhatian dan harus diakuinya bahwa Bi Lian adalah seorang gadis yang amat cantik jelita dan gagah perkasa. Tubuhnya demikian padat dan ramping, penuh daya kekuatan tersembunyi. Rambutnya panjang dan hitam, dikuncir tebal dan digelung diatas kepala. Matanya demikian tajam dan indah, bagaikan sepasang bintang dengan hidung kecil mancung dan mulutnya demikian manis, dengan bibir yang merah basah. Mukanya bulat telur dan tahi lalat di dagu itu. Manis bukan main!

Gadis ini puteri suhu dan subonya, akan tetapi diserahkan kepada keluarga Cu sehingga gadis itu tidak tahu bahwa ia sebenarnya She Siangkoan. Menurut suhu dan subonya gadis ini ketika kecil pernah mendapat latihan ilmu dari suhu dan subonya, kemudian gadis itu lenyap. Bagaimana kini Bi Lian dapat menjadi seorang yang sedemikian lihainya?

“Heii! Kenapa engkau memandangku seperti itu??”

Bi Lian menegur. Ia memang galak dan paling tidak suka kalau melihat pria memandangnya dengan sinar mata yang mengandung kekaguman, karena biasanya hal ini dianggap sebagai kekurang ajaran.

“Ah, tidak, aku…. aku teringat kepada Adikku…”

“Adik Eng? Ia masih berada disama. Tentu ia tidak tahu bahwa kakaknya telah muncul, bahkan menjadi lawan dari gurunya sendiri.”

“Aku sungguh masih merasa bingung mendengar betapa Adikku menjadi murid dan bahkan anak angkat orang seperti Lam-hai Giam-lo, dan juga heran melihat engkau berada diantara mereka, Nona.”

“Menurut cerita Adikmu, ia mencarimu akan tetapi bertemu dengan anak buah Lam-hai Giam-lo lalu ditawan, akan tetapi ia dapat membujuk Giam-lo sehingga ia diterima menjadi murid dan gurunya itu bahkan telah membatalkan ikatan perjodohannya dengan keluarga Kang-jiu-pang. Mengenai diriku, ah, panjang ceritanya dan baru saja kedua orang Guruku tewas disana karena saling serang sendiri, gara-gara Kulana dan Lam-hai Giam-lo yang berhasil membujuk Guruku agar aku mau menjadi calon isteri Kulana.”

Han Siong terkejut. Dua orang guru gadis ini tewas karena saling serang sendiri? Orang-orang macam apakah guru-guru gadis ini?

“Siapakah guru-gurumu, Nona?” tanyanya, teringat kepada suhu dan subonya.

“Guruku adalah Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi…”

Kembali Han Siong terkejut setengah mati. Dua nama itu adalah nama dua orang datuk sesat yang merupakan iblis-iblis, bahkan mereka adalah dua orang diantara Empat Setan yang tersohor itu. Pantas gadis ini lihai bukan main. Ngeri dia membayangkan bahwa puteri suhu dan subonya itu, yang telah dijodohkan dengannya, telah menjadi murid dua orang datuk sesat itu.

Melihat sikap Han Siong terkejut, Bi Lian tersenyum mengejek.
“Memang aku murid mereka. Guru adalah dua orang diantara Empat Setan yang terkenal jahat seperti iblis! Lalu mengapa? Apa kau kira aku juga lalu menjadi jahat?”

“Ah, sama sekali tidak, Nona. Akan tetapi… kalau aku tidak salah dengar bukankah ada hubungan antara Lam-hai Giam-lo dan kedua orang tua itu?”

“Benar, kedua orang Guruku masih Susiok dari Lam-hai Giam-lo.”

“Kalau begitu Nona masih Sumoi dari Giam-lo.”

”Begitu maunya, akan tetapi aku tidak merasa menjadi Sumoinya. Apalagi setelah kedua orang Guruku tewas. Dia yang menjadi gara-gara, dia dan Kulana, si keparat! Aku harus membalas kematian dua orang Guruku kepada meraka berdua!”

Tiba-tiba Han Siong memberi isarat kepada gadis itu yang agaknya juga sudah melihat berkelebatnya bayangan orang di kejauhan. Keduanya sudah menyelinap dan lenyap bersembunyi di balik batang pohon besar sambil mengintai bayangan itu bergerak cepat sekali dan tak lama kemudian mereka berdua melihat seorang laki-laki telah berada disitu. Melihat orang ini, Bi Lian marah sekali dan iapun sudah melompat keluar dari balik pohon sambil membentak.

“Kulana jahanam, engkau datang mengantar nyawa!”

Bi Lian meloncat keluar dan langsung menyerang dengan tusukan kedua jari tangan kiri kearah pelipis lawan, sedangkan tangan kananya mencengkeram ke arah lambung. Serangan ini cepat dan kuat, dahsyat bukan main karena dilakukan dalam keadaan marah dan penuh dendam.

Han Siong terkejut melihat serangan itu dan hampir saja dia turun tangan mencegah kalau saja dia tidak melihat bahwa orang yang diserangnya itupun bukan orang sembarangan.

Laki-laki itu juga terkejut karena tidak menyangka bahwa di tempat itu dia akan diserang seorang gadis yang dimikian lihainya, apalagi serangan itu merupakan serangan maut. Namun, dia bersikap tenang dan sigap sekali. Dengan kecepatan seorang ahli, tubuhnya sudah merendah sehingga tusukan ke arah pelipis itu luput, sedangkan cengkeraman tangan kanan Bi Lian kearah lambungnya ditangkis dengan gerakan memutar.

“Dukk!”

Dua lengan bertemu dan akibatnya kedua orang itu terdorong mundur dan merasa betapa lengan mereka masing-masing tergetar hebat, tanda bahwa keduanya memiliki tenaga sinkang yang amat kuat berimbang.

Bi Lian semakin marah, ia memang sudah tahu akan kelihaian Kulana, maka iapun sudah siap untuk menyerang mati-matian. Akan tetapi pada saat itu terdengar Han Siong berseru kepadanya.

“Nona, tahan dulu, jangan serang dia!”

Bi Lian mengerutkan alisnya. Ia tidak mengharapkan bantuan Han Siong, akan tetapi iapun tidak ingin pemuda itu mencegah niatnya.

“Hemm, Pek Han Siong, engkau mau apa sih sebenarnya!” ia membentak.

“Nona Cu, lihat baik-baik. Dia ini bukanlah Kulana!”

Barulah Bi Lian terkejut dan ia memandang penuh perhatian. Hemm, pemuda itu ada apakah? Jelas orang ini Kulana, mengapa berkata bahwa dia bukan Kulanan? Bi Lian mengamati orang itu. Wajahnya yang anggun berwibawa, pakaiannya yang seperti pakaian bangsawan, mewah dan indah dengan kain kepala warna-warni dihias burung merak emas permata, pandang matanya yang lembut namun mencorong dan sikapnya yang tenang dan halus. Siapa lagi kalau bukan Kulana?

Mulana tersenyum dan balas menjura.
“Akan tetapi Ji-wi belum mengenal betul siapa aku ini. Mungkin Ji-wi sudah mengenal Kulana. Ketahuilah bahwa aku bernama Mulana dan aku adalah saudara kembarnya dari Kulana. Tadinya kehidupan kami di Birma dapat dikata amat baik, kedudukan kami berdua terhormat sebagai penasehat raja, dan terutama sekali Kulana membuat jasa besar ketika terjadi penyerbuan pasukan Tiongkok dengan mengatur barisan pertahanan yang berhasil memukul mundur musuh. Akan tetapi, dia masih belum puas dan dia melakukan usaha untuk merampas kedudukan raja. Ketika ketahuan, dia melarikan diri dan aku sebagai saudara kembarnya, terpaksa ikut pula menjadi buruan. Karena kami berdua dalam hal pemberontakan itu tidak cocok, maka kami saling berpisah dan tidak lagi saling mencampuri urusan pribadi. Aku lalu hidup di bukit ini bersama isteriku yang akan saya perkenalkan nanti kepada Ji-wi. Nah, sekarang harap Ji-wi suka memperkenalkan diri sebagai tamu-tamu yang kami hormati!.”

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar