*

*

Ads

Rabu, 22 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 156

"Aku bersedia mati bersama dia, enci Kui Hong!"

Pada saat yang menegangkan itu, Hay Hay sedang bertanding lagi melawan Ang-hong-cu. Akan tetapi telinganya mendengar dan mengikuti perdebatan itu dan hatinya menjadi gelisah bukan main. Dia tahu bahwa ada hubungan kasih antara Sim Ki Liong dan adiknya, dan kini bahkan adiknya membuat pengakuan yang demikian terbuka bahwa iapun mencinta pemuda itu. Dan mendengar suara Kui Hong agaknya berkeras hendak membunuh Ki Liong, Hay Hay menjadi semakin khawatir.

Karena perhatiannya terpecah, bahkan sebagian besar ditujukan ke arah adiknya dan Kui Hong, maka perlawanannya terhadap desakan Ang-hong-cu menjadi lemah dan diapun terdesak. Saking khawatirnya, Hay Hay meloncat ke belakang dan menoleh ke arah Kui Hong.

“Hong-moi……. , jangan bunuh dia. Dia telah membantu kami melawan para penjahat……”

“Cratt……… aughhh…….. !”

Hay Hay sudah mengelak namun tetap saja pangkal lengan kirinya tersabet pisau di ujung rantai yang digerakkan Ang-hong-cu Tang Bun An secara curang karena dia melihat kesempatan baik sekali ketika Hay Hay meloncat dan menoleh ke arah Kui Hong tadi. Hay Hay terhuyung dan melihat ini, Si Kumbang Merah menerjang dengan senjatanya. Kaitan itu menyambar ganas ke arah leher Hay Hay.

"Tranggg……… !”

Kaitan itu membalik ketika ditangkis oleh pedang di tangan Kui Hong yang sudah menolong Hay Hay.

"Ang-hong-cu iblis busuk! Engkau curang dan pengecut!" bentak Kui Hong sambil menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka orang itu sedangkan pedang Gin-hwa-kiam siap di tangan kanan.

Ang-hong-cu tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, Cia Kui Hong! Katanya engkau ketua Cin-ling-pai, akan tetapi ternyata hanya menjadi seorang pengeroyok. Siapa yang curang dan pengecut? Ha-ha, nona manis, engkau boleh membantu Hay Hay dan bersama dia mengeroyok aku!"

"Hong-moi, mundur. Aku masih sanggup menghadapinya!" kata Hay Hay setelah memberi obat bubuk kepada luka di pangkal lengan kirinya.

Kui Hong memandang kepada Hay Hay dengan alis berkerut.
"Akupun tidak sudi mengeroyok, dan akupun percaya bahwa engkau tentu akan dapat mengalahkannya, hay-ko. Dan aku percaya engkau harus tahu bahwa kebenaran dan keadilan harus ditegakkan, penjahat harus di hukum, tidak perduli siapapun dia! Hubungan keluarga tidak mempengaruhi keadilan!"

Setelah berkata demikain, Kui Hong melangkah mundur. Gadis ini melihat betapa tadi ketika membantu Mayang, Hay Hay sama sekali tidak pernah menyerang Ang-hong-cu, seolah-olah dia tidak tega dan sengaja mengalah terhadap ayah kandungnya itu. Karena itu kini ia mengingatkan Hay Hay agar tidak lemah. Ialah orangnya yang akan merasa menyesal dan kecewa bukan main kalau sampai Hay Hay melupakan kebenaran dan keadilan karena hubungan keluarga dan sengaja melindungi ayah kandungnya yang jahat sekali itu.

Hay Hay memandang kepada Kui Hong dan dua pasang mata itu saling tatap, dua pasang sinar mata bertaut sebentar.

"Aku mengerti, Kui Hong!"

Kini Hay Hay menghadapi Ang-hong-cu dan begitu dia mengeluarkan suara melengking nyaring yang memekakkan telinga dan mengguncang jantung, diapun menerjang dengan pedang Hong-cu-kiam diputar cepat. Nampak sinar emas bergulung-gulung, menyambar ke arah Ang-hong-cu yang cepat menyambut dengan senjata rantainya.

"Tranggg! Cringgg……!"

Si Kumbang Merah terkejut bukan main karena kini Hay Hay menggunakan tenaga sakti yang amat dahsyat sehingga ketika kedua ujung rantainya bertemu dengan pedang, dua senjata itu, pisau dan kaitan, menjadi patah! Sinar pedang emas itu masih terus menyambar ke arah kepalanya, demikian cepatnya sehingga kembali Ang-hong-cu menangkis dengan rantainya yang dipegang kedua tangan pada ujung yang sudah tidak ada senjatanya lagi.

"Tranggg……. !"

Rantai itu putus menjadi dua dan tubuh Ang-hong-cu terjengkang lalu dia berguljngan sampai jauh. Dia melompat bangun, wajahnya berubah pucat matanya terbelalak, akan tetapi wajah itu menjadi merah kembali dan dia tersenyum menyeringai.

"Bagus, Hay Hay! Engkau memang hebat. Akan tetapi aku belum kalah. Senjataku sudah putus dan tidak ada gunanya lagi, akan tetapi aku rnasih mempunyai tangan dan kaki!"






Dia membuang dua potong rantai itu dan memasang kuda-kuda dengan sikap gagah sekali. Tubuhnya tegak lurus, kaki kanan diangkat sehingga tumitnya menempel lutut kiri, tangan kanan menempel di pinggang dengan jari tangan terbuka, dan tangan kiri sedikit bengkok ke depan, juga dengan jari tangan terbuka.

Hay Hay menyarungkan pedang Hong-cu-kiam di pinggangnya. Dia adalah seorang gagah yang tidak mau melawan orang bertangan kosong dengan senjata, apalagi dia memang ingin menangkap Ang-hong-cu, bukan membunuhnya. Melihat Ang-hong-cu masih hendak melawannya dengan tangan kosong, bahkan bersikap menantang, Hay Hay menyimpan pedangnya dan diapun melompat ke depan lawan.

Ang-hong-cu menyambut Hay Hay dengan serangan gencar. Dia menyerang dengan kedua tangan terbuka, kadang-kadang menusuk dan kedua tangannya dipergunakan membacok dan menusuk seperti golok, kadang-kadang tangan itu terbuka untuk mencengkeram, dan di lain saat sudah dirobah lagi dengan kepalan yang memukul dahsyat.

Namun, dalam hal ilmu silat tangan kosong, Hay Hay jauh lebih lihai dibandingkan ayah kandungnya itu. Bukan hanya dia telah menerima gemblengan dari tokoh-tokoh Delapan Dewa, namun juga semua ilmunya itu menjadi matang oleh gemblengan kakek sakti Song Lojin.

Betapapun hebatnya ilmu silat tangan kosong Ang-hong-cu yang memiliki banyak kembangan dan tipu muslihat, namun begitu Hay Hay memainkan ilmu silat Cui-sian Cap-pek-ciang (Delapan Belas Jurus Dewa Arak), Ang-hong-cu menjadi bingung dan repot sekali. Dia sama sekali tidak mengenal gerakan puteranya itu dan tidak tahu bagaimana perubahannya. Namun, dia melihat betapa lawannya seolah-olah berubah menjadi banyak, padahal Hay Hay sama sekali tidak mempergunakan ilmu sihir .

Namun Ang-hong-cu tidak mau menyerah begitu saja. Dia mengeluarkan semua ilmunya dan mengerahkan seluruh tenaganya. Akan tetapi, dia sudah terlampau lelah, tenaganya semakin berkurang dan setiap kali mereka mengadu lengan, dia terdorong dan terhuyung ke belakang, dan menyeringai kesakitan. Hay Hay mendesak terus.

Kui Hong, Mayang, Han Siong dan Bi Lian hanya menoton dan mereka semua merasa lega dan kagum karena melihat betapa Hay Hay dapat mengungguli lawan yang amat tangguh itu. Dalam kesempatan ini, dengan suara lirih Mayang menceritakan tentang Sim Ki Liong kepada Kui Hong.

Ki Liong sendiri berdiri agak menjauh, juga ikut menonton pertandingan, namun lebih banyak menunduk. Baru terbuka benar matanya betapa selama ini dia lebih banyak bergaul dengan orang-orang sesat. Hal itu diakuinya, akan tetapi juga dia merasa terpaksa sekali. Dia sudah salah langkah untuk pertama kalinya ketika dia tergila-gila kepada Kui Hong kemudian melarikan diri dari Pulau Teratai Merah dan mencuri pedang pusaka Gin-hwa-kiam. Itulah kesalahannya yang pertama, yang memaksa dia bergaul dengan para penjahat dan orang sesat karena perbuatan itu tidak memungkinkan dia untuk berdekatan dengan para pendekar.

Kini baru terasa olehnya betapa ilmu silat dapat mendatangkan perasaan bangga dan bahagia kalau dipergunakan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, kalau dipergunakan untuk menentang kejahatan. Sebaliknya, kalau dipergunakan untuk mengejar kesenangan nafsu, hidupnya akan berlepotan kejahatan dan tidak akan merasakan ketentraman lagi.

Pada suatu saat, Hay Hay menerjang lawannya dengan pukulan dari bawah depan. Memang gaya permainannya sama aneh dan sukar diduga. Maklum karena penciptanya adalah Ciu-sian Sin-kai, si pengemis dewa arak sehingga gerakan itu seperti gerakan orang mabok kebanyakan minum arak. Justeru gerakan seperti itu malah membuat lawan menjadi bingung.

Ketika melihat tangan Hay Hay meluncur ke arah dadanya dengan gerakan yang aneh dan cepat, sama sekali tidak dapat menghindarkan lagi, Ang-hong-cu menjadi nekat. Dia tidak perduli lagi akan keselamatan dirinya, dan dia menerima begitu saja pukulan itu, akan tetapi membarengi dengan gerakan kedua tangannya mencengkeram ke arah leher Hay Hay dari kanan kiri!

"Dukk!"" Dada Ang-hong-cu terpukul.

"Plakk!"

Pukulan kedua tangan terbuka dari Ang-hong-cu juga mengenai leher Hay hay, akan tetapi alangkah kagetnya Ang-hong-cu yang merasa betapa dadanya nyeri dan napasnya sesak, ketika kedua tangan itu mengenai leher, dia merasa seolah-olah menampar leher yang terbuat dari baja yang keras dan licin. Kedua tangannya meleset ke bawah dan kini mencengkeram kedua pundak Hay Hay.

"Brettt.....!"

Baju di kedua pundak Hay Hay robek dan jari-jari tangan itu mencengkeram kulit dan daging sehingga kedua pundak Hay Hay luka berdarah!

Hay Hay menggerakkan kakinya dan lututnya menendang.

"Brukkk!"

Perut Si Kumbang Merah tertendang lutut dan diapun roboh telentang, meringis kesakitan. Dia masih berusaha untuk bangkit berdiri sambil kedua tangan memegangi dadanya, akan tetapi dia terjatuh kembali, jatuh terduduk.

Kui Hong, Bi Lian, Mayang, dan Han Siong kini berloncatan mendekati Ang-hong-cu dan tangan mereka siap untuk memukul. Jelas nampak dari sikap dan pandang mata mereka bahwa empat orang itu akan membunuh Ang-hong-cu.

Melihat ini, tanpa memperdulikan kedua pundak dan pangkal lengan kiri yang terluka parah, Hay Hay mendahului mereka, meloncat menghadang antara mereka berempat dan tubuh Ang-hong-cu yang masih terduduk dan meringis kesakitan.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar