*

*

Ads

Selasa, 21 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 151

Waktu itu, musim semi telah lewat dan musim bunga membuat semua tanaman disitu berbunga. Bunga-bunga ini menarik kumbang dan kupu-kupu yang beterbangan di sekitar tempat itu, hinggap dari satu ke lain bunga untuk menghisap madunya.

Ang-hong-cu Tang BunAn dengan sangat asyik memandang kupu-kupu yang bermain-main diantara bunga-bunga itu. Ketika ada seekor kumbang merah terbang dengan cepat, mendahului kupu-kupu yang banyak itu hinggap di kembang-kembang yang masih penuh madunya, dia memandang dengan hati tertarik.

Pandang matanya membayangkan kegembiraan dan kebanggaan. Melihat kumbang merah menghisap madu kembang-kembang itu, diapun teringat akan semua pengalaman hidupnya. Sejak muda, diapun telah menghisap madu gadis-gadis muda yang cantik, tak terhitung banyaknya.

Si Kumbang Merah ini sama sekali tidak tahu betapa pada saat dia melamun itu, dua orang yang ditakutinya sedang melakukan pengejaran lewat terowongan rahasia!

Akhirnya, Hay Hay dan Han Siong tiba di ujung lorong rahasia di bawah tanah itu dan mereka merasa kagum melihat bahwa terowongan itu menembus ke sebuah lereng bukit yang dikepung jurang. Jalan satu-satunya menuju bukit itu hanyalah melalui terowongan rahasia tadi! Maka, merekapun tidak merasa ragu lagi. Sudah pasti Si Kumbang Merah yang mereka kejar itu berada di bukit ini. Merekapun lalu mendaki bukit itu dengan cepat namun hati-hati sekali karena maklum betapa licik dan berbahayanya lawan yang mereka kejar.

Ketika tiba di puncak, mereka melihat sebuah pondok. Nampaknya sunyi saja di sekitar tempat itu. Pondok itu seperti tidak ada penghuninya dan di sekeliling pondok terdapat taman bunga yang amat indah karena pada waktu itu, hampir semua tanaman berbunga. Dari tempat mereka mengintai saja sudah nampak banyak kupu-kupu beterbangan diantara bunga-bunga.

"Sebaiknya kita berpencar agar tidak terjebak keduanya. Engkau menuju pondok lewat depan dan aku lewat belakang, Han Siong. Akan tetapi berhati-hatilah. Orang itu penuh tipu muslihat."

Han Siong mengangguk dan mereka lalu berpencar. Hay Hay menyelinap diantara pohon-pohon, mengambil jalan memutar menuju ke arah belakang pondok, sedangkan Han Siong berindap-indap menghampiri pondok dari arah depan.

Jantung dalam dada Hay Hay berdebar tegang ketika dia melihat Ang-hong-cu Tang Bun An duduk seorang diri di belakang pondok, di dalam taman bunga, dikelilingi bunga-bunga beraneka ragam dan warna! Orang yang dicari-carinya berada di tengah taman itu, seorang diri! Dia tidak ragu lagi walaupun kini orang itu tidak berjenggot dan berkumis. Wajahnya bersih dan tampan, namun itulah wajah Han Lojin! Seorang pria yang usianya kurang lebih lima puluh lima tahun, tampan dan gagah, dengan sinar mata penuh semangat, wajahnya berseri, mulutnya tersenyum dan hidungnya mancung.

Dia yakin bahwa itulah wajah Ang-hong-cu yang sebenarnya! Wajah Han Lojin merupakan satu diantara wajah penyamarannya saja, walaupun wajah Han Lojin tidak berubah, hanya ditambah kumis dan jenggot.

Membayangkan nasib para gadis yang telah menjadi korban orang ini, terutama sekali Pek Eng dan Cia Ling, Hay Hay menjadi marah dan dia sudah hampir melompat keluar ketika dia menahan diri karena melihat pria itu tertawa-tawa seorang diri seperti orang yang miring otaknya.

Ang-hong-cu bangkit berdiri sambil tertawa, lalu dia memetik setangkai mawar merah yang baru mekar dan semerbak mengharum. Diciumnya mawar itu dan dia nampaknya menikmati keharuman mawar itu, mencium dengan mata terpejam. Kemudian, dia membuka mata, memandang bunga mawar yang tadi diciuminya itu, dan jari-jari tangannya memereteli kelopak bunga itu satu demi satu, menaburkannya di atas tanah, lalu membuang tangkainya. Dipetiknya bunga lain, diciuminya seperti tadi, penuh kasih sayang dan kemesraan seolah-olah hendak dihisap habis keharuman bunga itu, namun tak lama kemudian kembali jari-jari tangannya memereteli sampai habis.

Hay Hay yang mengintai, memandang dengan mata terbelalak dan dia menahan napas seperti terpesona. Dia melihat bunga-bunga itu seperti gadis-gadis yang menjadi korban Si Kumbang Merah, dihisap keharumannya lalu dirusak, dicampakkan begitu saja setelah keharumannya dihisap!

Setelah menghabiskan belasan batang kembang, Si Kumbang Merah lalu menangkap seekor kupu-kupu bersayap kuning kebiruan, indah sekali. Diamatinya kupu-kupu itu, wajahnya berseri, pandang matanya mengagumi keindahan sayap kupu-kupu, kemudian, jari tangan yang kejam itu memereteli sayap kupu-kupu.

Kupu-kupu itu meronta-ronta sampai akhirnya semua sayapnya patah-patah dan habis dan tinggal tubuhnya menggeliat-geliat dan meronta-ronta di atas tanah. Si Kumbang Merah memandang ke arah kupu-kupu itu, ke arah kelopak bunga yang bertebaran di depan kakinya dan diapun tertawa-tawa.

"Manusia berwatak iblis!"

Si Kumbang Merah terkejut mendengar seruan ini dan dia cepat membalikkan tubuhnya. Matanya terbelalak penuh keheranan ketika dia melihat bahwa yang menegurnya itu adalah Hay Hay!

"Kau……. ??!" serunya kaget karena sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa puteranya yang paling disegani ini dapat menyusulnya disitu.

"Ang-hong-cu, engkau manusia iblis! Engkau memperlakukan para gadis yang tidak berdosa seperti kembang-kembang itu, seperti kupu-kupu itu. Engkau memperkosa, mempermainkan wanita sesuka hatimu, kemudian engkau campakkan mereka dengan kejam! Engkau tidak patut hidup dipermukaan bumi ini, dan engkau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu yang busuk!"

"Hemmm, orang muda. Lupakah engkau bahwa engkau she Tang, bahwa engkau adalah putera Ang-hong-cu, puteraku? Engkau, seorang pendekar gagah perkasa dan budiman, apakah engkau hendak menjadi seorang yang durhaka, pengkhianat, membuat dosa menentang ayah kandung sendiri? Seorang pendekar harus berbakti kepada ayahnya!"






"Ang-hong-cu, engkau seorang penjahat besar, tidak perlu lagi memberi wejangan dan berkhotbah. Seorang gagah membela kebenaran dan keadilan, dan dalam membela kebenaran dan keadilan, hubungan keluarga tidak masuk hitungan! Biar ayah sendiri, kalau jahat dan melanggar kebenaran dan keadilan, harus kutentang!"

"Ha-ha-ha, Hay Hay anakku yang ganteng dan gagah! Coba katakan, kesalahan apa yang telah kulakukan? Kebenaran dan keadilan yang bagaimana yang telah kulanggar? Jangan melemparkan fitnah kepada ayah kandung sendiri!"

"Hemm, Ang-hong-cu. Sejak kapan engkau mengaku-aku anak kepadaku? Ibuku sendiri kau perkosa, kau permainkan dan kemudian kau campakkan begitu saja sampai ia membunuh diri. Dan masih banyak sekali wanita-wanita yang kau rusak hidupnya, gadis-gadis tidak berdosa, bahkan pendekar-pendekar wanita! Engkau manusia berwatak iblis!"

"Ha-ha-ha, kau maksudkan wanita-wanita itu? Hay Hay, engkau anak kecil tahu apa! Wanita itu seperti bunga, indah dan harum, sudah sepatutnya dikagumi dan dinikmati dan seorang laki-laki, seperti engkau, sungguh tolol kalau sampai terjatuh oleh rayuan wanita dan bertekuk lutut kepadanya. Akhirnya engkau sendiri yang akan menderita, yang akan dikhianati cintamu, ditinggal menyeleweng dengan pria lain!"

"Tidak semua wanita seperti itu!"

"Tidak semua wanita? Ha-ha-ha, engkau memang masih hijau. Karena pengalaman maka aku tahu benar akan hal itu. Dari pada disakiti hati oleh wanita, dari pada dipermainkan oleh wanita, lebih baik aku yang mempermainkan mereka."

"Engkau memang jahat dan keji!"

"Dan engkau sungguh mengecewakan hatiku. Engkau gagah perkasa dan tampan, engkau pandai menundukkan hati wanita, akan tetapi engkau lemah, engkau munafik, engkau pura-pura alim!"

"Cukup! Aku tidak mau banyak bicara lagi denganmu!" Hay Hay membentak dengan hati panas dan sebal.

"Hay Hay, habis engkau mau apa?"

"Aku akan menangkapmu! Ang-hong-cu, menyerahlah. Engkau harus mempertanggung jawabkan semua perbuatanmu!"

"Menyerah? Kepada anakku sendiri? Ha-ha-ha, anak baik, jangan dikira bahwa ayahmu ini selemah itu! Kalau aku tidak mau menyerah, habis engkau mau apa?"

"Terpaksa aku menggunakan kekerasan untuk menangkapmu!"

“Anak durhaka, engkau perlu dihajar. Majulah!"

Tentu saja ini hanya merupakan gertakan yang membual karena sebenarnya di sudut hatinya, Ang-hong-cu Tang Bun An merasa jerih terhadap Hay Hay. Dahulu pernah dia menjadi pecundang, dikalahkan anaknya sendiri itu. Karena maklum akan kehebatan Hay Hay, maka Si Kumbang Merah telah mengeluarkan senjatanya yang ampuh, yaitu rantai baja dengan kedua ujung dipasangi sebuah pisau dan sebuah kaitan. Diputarnya rantai itu dan terdengarlah suara mendesing-desing dan nampak gulungan sinar putih gemerlapan.

Hay Hay juga melepaskan pedang Hong-cu-kiam yang dapat digulung dan dipakai sebagai sabuk itu. Begitu pedang itu digerakkan, nampak sinar emas bergulung-gulung.

"Trangg! Cringgg……!!”

Ketika beruntun pisau dan kaitan itu menyambar dahsyat, Hay Hay menyambut dengan tangkisan pedang Hong-cu-kiam sambil mengerahkan tenaga dengan maksud untuk membabat putus senjata lawan dengan pedang pusaka dari Cin-ling-pai itu.

Pisau dan kaitan membalik, akan tetapi tidak sampai rusak. Hal ini menunjukkan bahwa senjata di tangan Si Kumbang Merah itupun terbuat dari baja yang kuat. Mereka segera bertanding dengan seru. Keduanya bertanding dengan hati-hati dan mengeluarkan semua simpanan ilmu mereka karena maklum bahwa lawan tidak boleh dipandang ringan, harus dihadapi dengan pengerahan tenaga sepenuhnya.

**** 151 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar