*

*

Ads

Senin, 20 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 150

Han Lojin atau Ang-hong-cu Tang Bun An memang telah berhasil melarikan diri ketika dia meledakkan alat peledak yang menimbulkan asap tebal, dibantu oleh kedua orang puteranya, Tang Cun Sek dan Tang Gun.

Mereka bertiga memasuki lorong bawah tanah dan kedua orang pemuda itu disuruh memanggul Cia Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian yang masih pingsan terbius. Dengan sendirinya dua orang pemuda itu memondong gadis pilihan masing-masing. Cun Sek memondong Kui Hong, dan Tang Gun memondong Bi Lian. Mereka melarikan diri melalui lorong rahasia dan berhasil keluar dari belakang, kemudian Han Lojin memimpin mereka melarikan diri ke sebuah bukit. Mereka tiba di puncak bukit dimana terdapat sebuah gubuk atau pondok yang memang dipersiapkan oleh Han Lojin di tempat itu.

Terdapat dua buah kamar di pondok itu dan dua orang gadis yang masih pingsan itu lalu direbahkan di atas dipan kayu. Kemudian, Ang-hong-cu Tang Bun An atau Han Lojin menyuruh dua orang puteranya keluar dan diajak bicara di luar pondok.

"Hemmm, semua usaha kita telah gagal. Entah siapa yang membocorkan rahasiaku sehingga pasukan pemerintah menyerbu. Ho-han-pang telah hancur, akan tetapi masih untung kita bertiga dapat menyelamatkan diri kesini."

"Tapi ayah," kata Tang Cun Sek, kini menyebut ayah dan agaknya hal ini tidak ditolak oleh Ang-hong-cu, "kenapa kita berhenti disini? Tempat ini tidak terlalu jauh dari markas Ho-han-pang. Bagaimana kalau mereka mengejar kesini"

"Benar sekali," kata pula Tang Gun. "Sebaiknya kalau kita berlari terus sehingga mereka kehilangan jejak kita."

Si Kumbang Merah tersenyum.
"Jangan kalian khawatir. Takkan ada seorangpun yang mengejar kesini. Hanya mereka yang tahu akan jalan rahasia itulah yang dapat kesini, sedangkan dari jalan lain, puncak bukit ini hampir tidak mungkin didatangi karena dikurung oleh jurang-jurang yang amat dalam. Takkan ada yang menduga bahwa kita berada disini, kalau mereka itu datang dari jurusan lain. Jalan menuju ke bukit ini hanyalah melalui terowongan rahasia itu. Hal ini sudah kuselidiki lebih dulu."

Mendengar ini, dua orang pemuda itu merasa lega.
"Tapi……. Sim Ki Liong si jahanam itu? Bagaimana kalau dia menjadi petunjuk jalan?" tanya pula Cun Sek, mendongkol ketika teringat akan sikap Sim Ki Liong yang berbalik memusuhi ayahnya. .

Si Kumbang Merah mengepal tinju. Diapun marah teringat akan peristiwa itu.
"Si pengkhianat keparat!" katanya lirih. "Kelak pasti akan kuhancurkan kepala pengkhianat itu! Akan tetapi dia sendiripun tidak pernah memasuki lorong terowongan rahasia itu. Tidak ada yang tahu kecuali aku sendiri. Kita aman disini."

"Kalau begitu, sekarang tiba saatnya ayah membuktikan bahwa ayah adalah seorang yang dapat menghargai jasa kami, dan juga seorang ayah yang baik. Kami berdua mohon agar ayah suka mengijinkan kami memperisteri dua orang gadis yang kami cintai itu, ayah. Aku ingin memperisteri Cia Kui Hong, dan adik Tang Gun ini ingin memperisteri Siangkoan Bi Lian."

"Benar sekali apa yang dikatakan oleh koko Cun Sek, ayah. Sudah sejak dulu aku mencinta sumoi Siangkoan Bi Lian, dan sekaranglah saatnya ayah memperkenankan aku memperisteri sumoi. Kuharap ayah tidak berkeberatan, sehingga tidak sia-sia sejak dahulu aku merindukan ayah kemudian bahkan membantu ayah dengan setia."

Sepasang mata itu mencorong seperti berapi, akan tetapi hanya sebentar saja, kemudian Ang-hong-cu tertawa bergelak sambil mengelus jenggotnya yang rapi.

"Ha-ha-ha-ha! Ini namanya tidak punya anak susah, punya anak juga susah. Dengan adanya kalian sebagai anak-anakku, kalian rewel dan membikin pusing saja! Sebelum ada orang yang mengaku anakku, setiap ada gadis terjatuh ke dalam tanganku, kumiliki sendiri tanpa ada yang mengganggu. Sekarang, aku menawan dua orang gadis pilihan, dan kalian ribut hendak merenggut mereka dari tanganku. Kalau kuturuti permintaan kalian, habis untuk aku sendiri apa?"

Dua orang muda itu saling pandang dengan alis berkerut, akan tetapi tidak berani membantah.

"Sekarang begini saja. Karena disini hanya ada dua orang gadis, maka biar yang seorang kuberikan kepada kalian, yang lain untukku. Nah, kalian boleh bertanding mengadu kepandaian. Siapa yang menang, boleh memilih seorang diantara dua orang gadis itu. Yang kalah tidak usah banyak rewel lagi, dan gadis kedua untuk aku. Nah, mulailah!”

Kembali dua orang muda itu saling pandang dengan alis berkerut, akan tetapi kini sinar mata mereka saling bertentangan. Tang Cun Sek lalu tersenyum menghadapi adik tirinya.






"Gun-te (adik Gun), engkau adalah adikku, maka sepatutnya kalau engkau mengalah sekali ini. Biar aku dulu yang menikah, kelak aku akan membantumu mencarikan seorang isteri."

"Tidak bisa begitu, twako!" bantah Tang Gun dengan alis berkerut. "Aku mencinta sumoi Siangkoan Bi Lian, maka aku akan mempertahankannya dengan taruhan nyawa. Engkau sajalah yang mengalah terhadap adikmu ini, toako, dan aku takkan pernah melupakan budimu ini."

"Mengalah dan melepaskan Cia Kui Hong? Tidak mungkin, Gun-te!"

“Akupun tidak mungkin dapat mengalah!"

“Hemm, mengapa kalian berdua begitu cerewet seperti perempuan-perempuan tua yang bawel? Hayo cepat mulai, atau kalau aku kehabisan sabar, dua-duanya akan kumiliki sendiri!"

Mendengar ucapan ayah mereka itu, Tang Cun Sek dan Tang Gun sudah meloncat ke bawah pohon. Tang Gun sudah mencabut pedang Kwan-im-kiam, sedangkan Tang Cun Sek mencabut sepasang Hok-mo Siang-kiam, yaitu pedang-pedang yang mereka rampas dari Bi Lian dan Kui Hong.

"Tidak boleh memakai senjata. Serahkan dulu pedang-pedang itu kepadaku!" Seru Ang-hong-cu. "Maksudku hanya untuk mengadu kepandaian, bukan mengadu nyawa!"

Dua orang pemuda itu tidak berani membantah dan mereka melemparkan senjata itu kepada Ang-hong-cu yang menyambutnya dengan cekatan. Dia tidak menghendaki kematian dua orang puteranya itu, karena dia masih membutuhkan bantuan mereka. Namun, tentu saja di dalam hatinya, dia tidak rela menyerahkan dua orang gadis tawanan itu kepada mereka. Dua orang gadis itu amat lihai dan terlalu berbahaya. Harus dia sendiri yang menundukkan mereka atau kalau mereka berkeras, membunuh mereka.

Dia tahu dengan pasti bahwa mereka itu tidak akan mau secara suka rela menjadi isteri kedua orang puteranya ini, dan kalau dipergunakan paksaan, tentu mereka makin tidak suka membantunya. Dia yang akan "menangani" mereka.

Kini Tang Cun Sek dan Tang Gun sudah saling berhadapan seperti dua orang jagoan yang hendak mengadu ilmu. Karena maklum bahwa kakak tirinya itu lihai sekali, Tang Gun tidak mau membuang waktu lagi.

"Lihat serangan!" bentaknya dan diapun sudah menggerakkan tubuhnya, menyerang dengan pukulan yang disertai loncatan seperti seekor ayam menerjang lawan.

Karena maklum akan kelihaian lawan, maka begitu menyerang, Tang Gun sudah mempergunakan Ilmu Kim-ke Sin-kun yang dipelajarinya dari suhu dan subonya! Melihat serangan yang dahsyat ini, Tang Cun Sek terkejut bukan main. Diapun cepat melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik sehingga terhindar dari serangan adik tirinya, kemudian membalas dengan memainkan ilmu silat andalan dari Cin-ling-pai, yaitu Thai-kek Sin-kun dengan pengerahan tenaga Thian-te Sin-ciang!

Tang Gun yang tidak berani menyambut, mengelak dengan loncatan ke samping, membalik dan menyerang lagi. Gerakannya lincah seperti seekor ayam jantan berkelahi, berloncatan ke sana-sini untuk mengelak, kedua lengannya seperti sayap ayam yang menyambar dari kanan-kiri, kakinya menendang-nendang dan gerakannya sukar diduga.

Terjadilah pertandingan yang amat menarik. Sebetulnya, ilmu silat yang dipelajari Tang Gun dari suhu dan subonya, yaitu Kim-ke Sin-kun, merupakan ilmu silat tinggi yang sukar dikalahkan. Namun sayang, belum lama Tang Gun mempelajarinya sehingga dia belum dapat menguasai benar ilmu itu. Andaikata dia sudah menguasai sepenuhnya, akan sukarlah bagi Tang Cun Sek untuk dapat mengalahkannya.

Di lain pihak, Tang Cun Sek adalah murid Cin-ling-pai yang tadinya amat dikasihi kakek Cia Kong Liang dan kakek itu sendiri yang menggemblengnya sehingga dia menguasai ilmu-ilmu simpanan dari Cin-ling-pai dengan baik sekali. Maka, tentu saja tingkat kepandaian dan tenaganya masih menang setingkat dibandingkan Tang Gun dan setelah lewat tiga puluh jurus, nampaklah betapa Tang Gun mulai terdesak hebat dan pemuda ini hanya mampu mengelak atau menangkis saja, tidak diberi kesempatan lagi untuk membalas.

"Hyaaattt !"

Sebuah tamparan dengan tenaga Thian-te Sin-ciang dari Tang Cun Sek menyentuh pundak Tang Gun. Biarpun yang terkena tamparan hanya pundak, namun rasa nyerinya sampai menembus ke jantung. Tang Gun terpelanting dan sebelum dia dapat bangkit kembali, Tang Cun Sek sudah menyusulkan serangan totokan dan Tang Gun roboh lemas tak sadarkan diri lagi.

"Bagus, coba kau lawan aku!"

Tiba-tiba saja Ang-hong-cu Tang Bun An sudah menyerang Cun Sek dengan hebatnya. Cun Sek sama sekali tidak menyangka bahwa ayanya akan menyerangnya, maka saking kaget dan herannya, dia tidak sempat lagi menghindarkan dirinya dan dua buah totokan mengenai pundak dan dadanya. Dia mengeluh dan roboh tak sadar diri lagi, dalam keadaan tertotok.

Ang-hong-cu tertawa.
“Ha-ha-ha, anak-anak nakal kalian! Ayah mana yang tidak ingin menyenangkan anaknya? Akan tetapi kalian juga harus menjadi anak-anak yang berbakti. Jangan khawatir, anak-anakku. Aku akan memberikan dua orang gadis itu kepada kalian, akan tetapi aku adalah Si Kumbang Merah penghisap kembang. Aku harus menghisap madu mereka dulu, baru akan kuserahkan mereka kepada kalian, ha-ha-ha!” sambil tertawa-tawa, Si Kumbang Merah mencengkeram punggung baju kedua orang pemuda yang pingsan itu mengangkat mereka seperti orang menjinjing dua ekor ayam saja dan menurunkan tubuh mereka di dalam pondok, di atas lantai. Kemudian dia menutupkan daun pintu pondok dan keluar lagi.

Si Kumbang Merah ini memang suka akan segala yang indah-indah. Bukan hanya wanita cantik, akan tetapi dia suka pula akan kembang-kembang yang indah dan harum. Di sekeliling pondok di puncak bukit itupun penuh dengan tanaman bunga beraneka ragam dan warna. Dia duduk di tengah-tengah taman yang dibuatnya sendiri itu sambil melamun dan menikmati keindahan alam.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar