*

*

Ads

Minggu, 19 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 144

Sementara itu, siang tadi di kota raja terjadi hal lain yang menarik hati. Seorang pemuda berusia dua puluh tiga tahun, berpakaian sederhana seperti seorang pelajar, berwajah tampan dengan muka bulat putih dan alis tebal, mata agak sipit, memasuki rumah penginapan Pak-hai-koan. Dia menggendong sebuah buntalan kuning dan gerak-geriknya halus dan tenang. Tidak nampak tanda bahwa dia seorang pemuda luar biasa, kecuali bahwa sepasang mata yang agak sipit itu mempunyai sinar cemerlang dan kadang-kadang tajam bukan main.

Pemuda ini bertubuh sedang namun tegap dan dia adalah Pek Han Siong, pemuda yang di waktu kecilnya disebut Sin-tong (Anak Ajaib) dan dikejar-kejar oleh para pendeta Lama untuk dijadikan Dalai Lama!

Seperti kita ketahui, akhirnya Han Siong dengan bantuan Hay Hay, mampu membebaskan diri dari pengejaran para pendeta Lama, bahkan telah bertemu dengan Wakil Dalai Lama yang menyatakan bahwa para pendeta tidak lagi menganggap Han Siong sebagai calon Dalai Lama. Bahkan Han Siong sempat pula ikut "menjodohkan" Hay Hay dengan Mayang, akan tetapi kemudian dia merasa menyesal bukan main karena perjodohan itu hampir saja menyeret keduanya ke dalam lembah kenistaan, karena ternyata bahwa Mayang adalah adik tiri seayah berlainan ibu dengan Hay Hay, Keduanya adalah anak-anak dari Ang-hong-cu!

Menghadapi peristiwa yang menyedihkan ini, Han Siong semakin marah kepada Si Kumbang Merah yang dianggapnya penyebab utama dari kesengsaraan batin yang diderita Hay Hay, sahabat baiknya yang sudah dianggapnya sebagai saudara sendiri, dan Mayang gadis yang tidak berdosa itu. Dia berpamit dari Hay Hay yang sedang dilanda duka itu dengan hati penuh semangat untuk mencari Ang-hong-cu dan membinasakannya, menghukumnya atas dosa yang dilakukannya terhadap adik kandungnya, Pek Eng, dan terhadap para gadis lain yang menjadi korbannya. Juga untuk dosanya terhadap Hay Hay dan Mayang!

Setelah meninggalkan Hay Hay yang juga sedang bersiap-siap untuk pergi bersama Mayang yang mencari Ang-hong-cu, Han Siong lalu pergi mengunjungi suhu dan subonya, yaitu suami isteri Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu yang tinggal di puncak Kim-ke-kok (Lembah Ayam Emas) Pegunungan Heng-tuan-san sebelah timur.

Dia mencoba mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa dia berkunjung untuk memberi hormat kepada suhu dan subonya, akan tetapi jauh di lubuk hatinya terpendam pamrih utama dari keinginannya berkunjung itu. Pamrih itu ialah untuk dapat melihat dan bertemu dengan Siangkoan Bi Lian yang sudah amat dirindukannya. Dia tak pernah dapat melupakan gadis itu. Gadis yang menjadi bekas tunangannya, yang kemudian menjadi pujaan hatinya.

Biarpun gadis itu menolak tali perjodohan itu dengan alasan bahwa ia tidak mempunyai perasaan cinta asmara kepada Han-Siong, melainkan hanya perasaan suka sebagai saudara seperguruan, namun dia tidak pernah dapat melupakannya dan tidak pernah berhenti mencintainya.

Akan tetapi ketika dia tiba di puncak Lembah Kim-ke-kok, yang menyambutnya hanyalah Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu. Suhu dan subonya itu menyambutnya dengan penuh kegembiraan dan kasih sayang. Mereka menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan dan mereka merasa ikut bangga dan gembira ketika mendengar akan pengalaman Han Siong di Tibet, gembira bahwa murid mereka itu kini telah terbebas dari pengejaran para pendeta Lama di Tibet.

Akan tetapi, walaupun pada lahirnya Han Siong juga menperlihatkan kegembiraannya, namun dia merasa kecewa bukan main karena tidak melihat adanya Bi Lian. Untuk bertanya kepada suhu dan subonya, dia merasa sungkan.

Akan tetapi, setelah mereka mendengarkan pengalaman yang amat menarik dari murid mereka itu, akhirnya Toan Hui Cu yang berpenglihatan tajam dapat menduga bahwa muridnya ini tentu diam-diam mempertanyakan ketidak munculan puterinya.

"Han Siong,. engkau tentu merasa heran mengapa Bi Lian tidak berada disini."

Berdebar rasa jantung di dada Han Siong.
"Benar, subo. Dimana sumoi? Kenapa teecu sejak tadi tidak melihatnya?"

"Sumoimu baru beberapa hari yang lalu pergi turun gunung, Han Siong. Ia pergi bersama……. sutemu."

"Sute? Siapakah yang subo maksudkan?" tanya Han Siong terheran.






"Belum lama ini kami menerima seorang murid baru, namanya Tan Hok Seng. Sebelum menjadi murid kami, dia telah memiliki ilmu kepandaian yang cukup lumayan."

Toan Hui Cu lalu menceritakan tentang Tan Hok Seng yang menjadi murid mereka, dan menjadi "suheng" baru Bi Lian.

"Dan sekarang mereka berdua pergi? Kemanakah kalau teecu boleh bertanya?"

"Mereka pergi ke kota raja untuk mencari orang jahat yang melempar fitnah kepada Tan Hok Seng sehingga dia dipecat dari kedudukannya sebagai perwira istana, bahkan dijatuhi hukuman. Karena merasa kasihan kepada suhengnya itu, Bi Lian membantunya dan mereka kini berada di kota raja untuk mencari musuh yang bernama Tang Bun An itu."

"Tang……..?"

Han Siong terkejut mendengar disebutnya she ini. She yang dihafalnya benar karena itu adalah she dari Hay Hay dan juga she dari Ang-hong-cu!

"Ya, Tang Bun An. Kenalkah engkau nama itu, Han Siong?" tanya Siangkoan Ci Kang yang sejak tadi membiarkan isterinya yang bicara.

Han Siong menggeleng kepalanya.
"Teecu belum pernah mendengar nama itu, akan tetapi she Tang itu yang menarik perhatian teecu karena Ang-hong-cu yang teecu cari-cari juga she Tang."

Suami isteri itu mengangguk-angguk.
"Demikian pula dengan Bi Lian. Ia tertarik karena she Tang itulah."

Han Siong mengerutkan alisnya.
"Teecu merasa khawatir, suhu. Siapa tahu sumoi akan berhadapan dengan Ang-hong-cu yang amat lihai dan jahat. Kalau suhu dan subo menyetujui, teecu akan menyusul mereka ke kota raja, hanya untuk melihat kalau-kalau sumoi menghadapi bahaya dan memerlukan bantuan teecu."

Suami isteri itu saling pandang, kemudian Siangkoan Ci Kang berkata,
"Memang sebaiknya begitulah, Han Siong. Kami berdua juga akan merasa lebih tenang kalau engkau suka membantu sumoimu."

Han Siong segera berpamit dan diapun menuruni Gunung Heng-tuan-san untuk menyusul sumoinya ke kota raja. Dia tidak tahu betapa suhu dan subonya mengikuti bayangannya dengan pandang mata penuh keharuan dan betapa subonya berkata kepada suhunya.

"Murid kita itu jelas masih mencinta Bi Lian."

Suhunya menghela napas panjang.
"Engkau benar. Kasihan dia……"

"Memang kasihan, akan tetapi kalau Bi Lian tidak suka menjadi isterinya, bagaimana kita itu dapat memaksanya? Dan nampaknya anak kita itu akrab dengan Hok Seng." ,

"Hemm, jodoh berada di tangan Tuhan. Biarlah Tuhan yang menentukan siapa yang akan menjadi jodoh anak kita. Kita hanya dapat berdoa semoga Bi Lian tidak akan salah pilih."

Demikianlah, Han Siong melakukan perjalanan yang tidak mengenal lelah, pergi ke kota raja mencari sumoinya. Dan pada siang hari itu, dia telah tiba di kota raja. Kota raja amat besar dan ramai. Sukar untuk mencari sumoinya yang tidak diketahuinya berada dimana.

Jalan satu-satunya baginya adalah menyelidiki tentang perwira yang bernama Tang Bun An itu. Akan mudah menyelidiki tempat tinggal seorang perwira dari pada seorang pendatang seperti sumoinya yang tidak dikenal orang-orang di tempat itu.

Han Siong memasuki rumah penginapan Pak-hai-koan. Sebelum melakukan penyelidikannya, dia akan mencari sebuah kamar penginapan dulu. Dengan demikian, dia akan lebih leluasa, meninggalkan buntalan pakaiannya di dalam kamar. Pula, dia merasa gerah dan pakaiannya kotor berdebu. Dia ingin mandi dan berganti pakaian. Dan di rumah penginapan itupun dia akan dapat memulai dengan penyelidikannya, bertanya kepada karyawan di situ tentang perwira Tang Bun An dan dimana dia tinggal.

"Selamat siang, kongcu." seorang pelayan rumah penginapan menyambutnya dengan ramah.

Biarpun pakaian Han Siong sederhana, namun dia rapi, tampan gagah dan juga sikapnya berwibawa dan lembut, seperti seorang terpelajar.

"Kongcu hendak menyewa kamar?"

Han Siong mengangguk.
"Benar, paman. Tolong beri saya sebuah kamar yang sejuk dan bersih."

"Ah, kamar tujuh kebetulan kosong, kongcu. Kamar itu sejuk dan bersih. Mari, silakan, kongcu."

Kamar itu memang bersih, walaupun tidak besar. Han Siong lalu minta disediakan air dan mandi sampai bersih sehingga tubuhnya terasa segar. Setelah mengenakan pakaian bersih, dia lalu duduk melamun dikamarnya. Kemana dia harus mencari Bi Lian? Dan dia terkenang akan perjalanannya dari tibet ke sini. Dia telah singgah di rumah ayah ibunya, yaitu di Kong-goan, Propinsi Secuan.

Ayahnya masih menjadi ketua Pek-sim-pang yang kini mengadakan usaha pengawalan barang-barang dalam lalu lintas barat timur dan sebaliknya. Hanya dengan adanya usaha piauw-kiok (perusahaan pengawalan ekspedisi) inilah perkumpulan Pek-sim-pang (Perkumpulan Hati Putih) dapat dipertahankan, bahkan nampak maju.

Ketika dia pulang, ayahnya yang berusia empat puluh tiga tahun itu minta agar dia tinggal saja di rumah membantu pekerjaan perkumpulan yang mempunyai perusahaan itu. Juga ibunya membujuk agar dia suka memilih isteri dan berumah tangga. Akan tetapi, dengan halus dia menolak ajakan ayah ibunya itu dan mengatakan bahwa dia masih ingin meluaskan pengalaman dan menambah pengetahuan, dan tentang perjodohan dia mengatakan bahwa dia belum mempunyai pilihan dan masih ingin menyendiri.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar