*

*

Ads

Rabu, 15 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 132

Tiba-tiba dia membuat gerakan aneh, tubuhnya bergulingan dan dari bawah, dia menyerang dengan tendangan bertubi-tubi, dengan gerakan memutar, kearah kedua lutut dan kaki Mayang.

Gadis ini mengeluarkan seruan kaget dan berloncatan dengan kacau karena tendangan itu susul menyusul, menendang, menyapu dengan kekuatan luar biasa.

Selagi ia kebingungan menghindarkan diri dari semua tendangan itu, tiba-tiba Han Lojin mengeluarkan suara melengking panjang, tiba-tiba saja ada sinar putih mencuat ke atas dan lengan Mayang sudah terlibat sehelai kain putih. Kain itu dibetot dan tubuh Mayang terhuyung, lalu Han Lojin meloncat dan sekali dia menggerakkan kedua tangan yang kiri menotok dan yang kanan merampas, bangku itu sudah berpindah tangan! Mayang terpaksa melepaskan bangku itu karena lengan kanannya seperti lumpuh terkena totokan tangan kiri lawan.

Han Lojin meloncat ke belakang, mengamati bangku itu untuk melihat kalau-kalau rusak. Lalu dia meletakkan kembali bangku itu ditempatnya semula.

"Engkau kuda betina yang binal, perlu kutundukkan cepat-cepat!" kata Han Lojin.

Mayang sudah menjadi marah bukan main. Dengan mata berapi-api ia sudah menyerang lagi, tidak perduli akan kenyataannya bahwa ia memang bukan tandingan ketua Ho-han-pang itu. Ia menyerang kalang kabut, mengamuk dan dengan nekat ia hendak mengadu nyawa.

Ketika ia mendapat kesempatan, ia meloncat dan menggunakan tendangan terbang dengan kedua kakinya ke arah dada Han Lojin. Tendangan dengan tubuh seperti terbang ini sungguh berbahaya sekali, baik bagi lawan maupun bagi diri sendiri. Namun Mayang sudah nekat dan ingin merobohkan lawan yang tangguh itu, maka ia mempergunakan jurus tendangan terbang yang berbahaya itu.

"Wuuuttt……… plakkk!"

Dengan perhitungan yang tepat mengandalkan tenaganya yang kuat, Han Lojin menyambut tendangan dengan kedua kaki itu dengan kedua tangannya dan dia berhasil miringkan tubuh lalu menangkap kedua kaki itu pada pergelangannya, dan dengan cepat sekali sabuk sutera putih tadi sudah melibat kedua kaki.

Gadis itu meronta, namun Han Lojin tertawa-tawa dan memutar tubuh gadis itu dengan berpegang kepada kedua kakinya. Tentu saja tubuh Mayang berputar seperti kitiran, kemudian tubuhnya jatuh ke atas pembaringan dengan kedua kaki diluar dan masih dipegangi oleh Han Lojin, bahkan kini kedua kakinya telah terbelenggu sabuk sutera putih.

“Keparat, lepaskan kakiku!" bentak Mayang dan dia mencoba untuk bangkit duduk dan menyerang dengan kedua tangannya.

Namun, Han Lojin menjauh, kemudian menangkis kedua tangan itu seperti orang bermain-main saja.






"Engkau memang manis sekali, Mayang. Seekor kuda betina binal yang manis. Ingin kulihat apakah tubuhmu juga semanis mukamu!" Han Lojin mencengkeram. Sia-sia bagi Mayang untuk menangkis.

"Bretttt!"

Leher bajunya kena dicengkeram dan direnggut sehingga robek memanjang, cukup lebar sehingga sepasang buah dadanya nampak sebagian karena pakaian dalamnya ikut robek oleh renggutan tangan yang kuat itu.

Dan Han Lojin berdiri bengong, terpesona, bukan terpesona melihat sebagian buah dada itu, melainkan terpesona melihat apa yang tergantung diantara buah dada. Dia menuding kearah dada gadis itu.

"Itu……. itu…….. dari mana kau dapatkan benda itu?" tanyanya.

Tadi Mayang terkejut dan marah bukan main karena bajunya terobek dan tadinya ia menyangka bahwa ketua itu hendak menggodanya dan bermaksud cabul dengan menuding kearah buah dadanya yang nampak sebagian.

Akan tetapi, ketika ia menggunakan kedua tangannya menutupkan kembali baju yang terobek, ia menyentuh benda yang tergantung di dada dan ia teringat bahwa Han Lojin menyinggung tentang benda itu, bukan tentang tubuhnya. Dengan tangan kiri menutupkan kembali bajunya yang robek, Mayang menjawab dengan ketus,

"Benda ini tidak ada hubungannya dengan engkau!"

Kini Han Lojin sudah nampak tenang, hanya sepasang matanya mengeluarkan sinar mencorong yang aneh dan mulutnya juga tersenyum aneh. Dia mengangguk-angguk.

"Hemm, sekarang mengertilah aku mengapa engkau menjadi adik Hay Hay. Hay Hay adalah seorang putera dari Ang-hong-cu, dan engkaupun mengenakan lambang Si Kumbang Merah pada dadamu. Jadi engkaupun seorang puteri dari Ang-hong-cu! Dan engkau datang dari Tibet? Apakah ibumu seorang wanita bernama……… Souli?"

Mayang terkejut sekali, menatap wajah yang tampan itu dan berseru,
"Bagaimana engkau bisa tahu?"

Akan tetapi kini Han Lojin tertawa bergetak.
“Ha-ha-ha-ha!"

Pada saat itu, terdengar suara dari luar pintu,
"Bengcu, dia sudah datang!"

Daun pintu besi terbuka dengan sendirinya dan diluar pintu berdirilah Sim Ki Liohg. Sejenak Sim Ki Liong memandang ke arah Mayang. Gadis itu berdiri dengan tegak, seperti orang terheran-heran dan terkejut, dan tangan kirinya menutupkan baju bagian dada yang terobek. Melihat ini, dia segera berkata kepada Han Lojin.

"Maafkan kalau saya mengganggu Beng-cu…..”

Akan tetapi Han Lojin tidak marah, dan dia nampak tegang mendengar pemberitahuan Ki Liong itu. Dia memandang lagi kepada Mayang dan berkata,

"Mayang, engkau tinggallah dulu disini. Segalanya tersedia lengkap untuk keperluanmu. Kakakmu sudah datang dan aku akan menyambutnya. Jangan mencoba untuk melarikan diri karena engkau takkan berhasil. Tenang-tenang sajalah disini."

Mendengar bahwa kakaknya sudah datang, ingin Mayang meloncat dan menerjang keluar dari tempat itu. Akan tetapi ia bukan gadis bodoh. Menghadapi seorang diantara mereka berdua saja ia tidak menang, apalagi kini bajunya di bagian dada robek sehinga kalau ia bergerak menyerang, tentu baju itu akan terbuka kembali dan dadanya akan nampak. Maka iapun hanya berdiri sambil memandang dengan penuh kemarahan ketika dua orang itu melangkah keluar dan daun pintu besi itu tertutup dengan sendirinya.

Masih bergema dalam telinganya suara ketawa ketua Ho-han-pang itu, suara ketawa yang aneh dan menyeramkan baginya. Kini, Mayang melupakan kekhawatiran terhadap dirinya sendiri, sebaliknya kini ia gelisah sekali memikirkan kakaknya, Hay Hay. Kini iapun mengerti mengapa dirinya dipancing keluar kota kemudian ditawan. Kiranya mereka itu menghendaki kakaknya!

Mereka menawannya hanya untuk memancing datangnya Hay Hay ke tempat berbahaya itu. Dan membayangkan betapa lihainya sang ketua dengan para pembantunya itu, ia merasa khawatir sekali. Akan tetapi ia harus membetulkan bajunya yang terobek tadi. Semua gerakannya takkan leluasa kalau bajunya terbuka seperti itu. Melihat di kamar itu terdapat sebuah almari, ia menghampirinya dan membukanya.

Ia terbelalak. Di dalam almari itu terdapat tumpukan pakaian yang serba indah. Ia hanya tinggal memilih saja! Pakaian wanita, pakaian pria, semua masih baru. Akan tetapi ia tidak sudi memakai pakaian bukan miliknya itu. Diambilnya saja sehelai sabuk panjang dan dengan sabuk itu, diikatnya bajunya yang robek sehingga kini dadanya tertutup rapat kembali.

Kemudian, ia meneliti keadaan di dalam kamar yang luas itu. Benar kata-kata ketua tadi. Kamar itu tertutup rapat, tidak ada jalan keluar. Tidak ada jendela, dan jalan satu-satunya hanyalah melalui pintu. Padahal daun pintunya terbuat dari besi yang tebal dan kokoh. Jalan sinar matahari dan hawa dari atas itupun tidak mungkin dilewati. Terlalu tinggi dan juga lubang di atas itu tertutup jeruji besi yang kokoh pula.

Terdengar suara pada pintu. Ia cepat bersiap siaga. Ia akan nekat menerjang keluar kalau pintu itu terbuka, tidak perduli siapa yang akan muncul di pintu. Ia harus dapat keluar dari situ, harus membantu kakaknya.

Akan tetapi, yang terbuka hanya sebagian sedikit saja di ujung bawah pintu. Terbuka lubang segi empat yang kecil saja, hanya cukup untuk memasukkan piring buah itu. Sebuah tangan nampak mendorongkan sebuah piring penuh buah-buah segar. Juga sebuah poci teh berikut mangkoknya didorong masuk. Kemudian tangan itu lenyap dan lubang itu tertutup kembali.

Hemm, mereka memperlakukan aku sebagai seorang tawanan yang dilayani dengan baik, seperti seorang tamu saja, pikir Mayang. Iapun tidak sungkan lagi. Buah-buah itu perlu untuk memulihkan tenaganya. Iapun memilih dan makan buah-buah yang segar dan pilihan. Juga minum teh itu karena ia yakin bahwa tidak perlu tuan rumah meracuninya. Ia sudah tidak berdaya. Kini ia hanya bisa menanti terbukanya kesempatan baik baginya untuk meloloskan diri.

Setelah makan buah-buahan dan minum teh, iapun duduk termenung di atas pembaringan yang lebar itu. Ia membayangkan sikap ketua tadi. Bagaimana ketua itu bisa tahu bahwa Ia puteri Ang-hong-cu dan bahkan mengenal pula nama ibunya?

Orang itu mengenal benda mainan kumbang merah yang tergantung dilehernya, juga mengenal nama ibunya, bahkan mengenal pula jurus Hek-coa tok-ciang! Hal ini menunjukkan bahwa tentu orang itu pernah ke Tibet! Siapakah ketua itu? Ia hanya dapat termenung dan merasa bingung.

**** 132 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar