*

*

Ads

Rabu, 15 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 131

"Tidak sudi, lebih baik aku mati!” bentak Mayang.

Hanya kaki dan tangannya yang tak mampu bergerak, akan tetapi ia dapat bicara dan menggerakkan anggauta tubuh lainnya.

"Hemm, engkau cantik manis dan pemberani. Aku ingin melihat sampai dimana kelihaianmu pula. Menurut para pembantuku, engkau cukup lihai, berbahaya, maka dibelenggu kaki tanganmu. Sebaliknya, aku ingin melihat engkau menyambutku dengan rangkulan kaki tanganmu, bukan terbelenggu. Nah, sekarang aku akan membebaskan totokan itu, hendak kulihat engkau akan berbuat apa."

Dengan gerakan cepat, Han Lojin lalu menotok kedua pundak gadis itu. Harnpir Mayang tidak percaya akan apa yang dialaminya. Orang itu benar-benar telah rnembebaskan totokan pada tubuhnya. Ia dapat bergerak lagi! Ia maklum bahwa sehabis dihentikan jalan darahnya, maka kaki tangannya akan terasa kaku dan tidak leluasa bergerak. Oleh karena itu, ia tetap tenang, rnenggerak-gerakkan dulu kaki tangannya agar menjadi lemas kembali.

Sementara itu Han Lojin berdiri di tengah kamar sambil bersedakap, rnemandang kepada gadis itu dengan senyum simpul.

Setelah rnerasa kedua tangan kakinya dapat bergerak dengan wajar barulah Mayang meloncat turun dari atas pembaringan. Sikap ini saja sudah rnengagumkan hati Han Lojin dan tahulah dia bahwa gadis yang usianya paling banyak delapan belas tahun itu cukup cerdik.

Kini mereka berdiri berhadapan. Mayang dapat menduga bahwa pria ini tentu lihai sekali. Baru pembantu-pembantunya saja, seperti dua orang pemuda yang memimpin rombongan anak buah dan telah menawannya, demikian lihai. Akan tetapi ia sama sekali tidak rnerasa gentar. Ia akan melawan sampai mati karena maklum bahwa kalau ia tertawan kembali, la akan terhina oleh pria yang mengaku sebagai pangcu dan juga bengcu ini.

"Pangcu, aku sudah mendengar pengakuanmu tadi mengapa engkau menawanku, yaitu untuk memancing kakakku datang kesini dan engkau hendak membujuknya membantumu, membantu Ho-han-pang. Akan tetapi, aku yakin bahwa seperti juga aku, dia tidak akan sudi membantumu, karena biarpun perkumpulanmu mempergunakan nama yang muluk, yaitu Ho-han-pang (Perkumpulan Orang Gagah), namun sesungguhnya perkumpulan Orang Busuk! Kakakku adalah seorang pendekar besar. Dia akan marah dan akan menghancurkan engkau berikut Ho-han-pang. Oleh karena itu, sebaiknya engkau membebaskan aku dari sini dan kami berdua akan pergi, tidak akan mencampuri urusanmu."

Han Lojin tertawa. Dalam keadaan terjepit, gadis itu masih dapat mengancamnya! Betapa beraninya. Ia juga dapat menduga bahwa gadis seperti ini tentu akan melawan mati-matian. Andaikata dia sampai memperkosanya, tentu dalam suatu kesempatan gadis seperti ini akan membalas dendam atau membunuh diri. Maka, dia harus dapat menundukkannya, karena sekali menyerah, ia akan menjadi seorang pembantu yang setia dan seorang kekasih yang penuh semangat dan panas.

"Sudah kukatakan bahwa aku mengharapkan bantuan engkau dan kakakmu. Aku tidak ingin memusuhi kalian. Akan tetapi aku ingin melihat sampai dimana kelihaianmu. Nah, majulah, nona manis dan keluarkan semua kepandaianmu."

Mayang kehilangan cambuknya. Akan tetapi sebagai murid seorang guru yang berilmu tinggi, ia tentu saja tidak hanya mengandalkan cambuknya sebagai senjata. Sepasang kaki tangannya masing-masing merupakan senjata yang cukup ampuh. Ia tahu bahwa sekali ini tidak ada jalan lolos baginya. Ia dan ketua Ho-han-pang ini berada di ruangan bawah tanah, pintu besi itu telah tertutup. Jalan satu-satunya hanyalah berusaha merobohkan lawannya yang ia tahu tentu lihai sekali. Ia harus membela diri mati-matian, maka diam-diam Mayang sudah mengerahkan gin-kangnya, mengumpulkan kekuatan itu di dalam kedua lengannya sebelum ia melakukan penyerangan. Kemudian, ia mengeluarkan bentakan nyaring dan menerjang dengan cepat dan kuat.

“Haiiiiiiittt!!”

Gerakannya cepat dan dahsyat. Tangan kiri dengan jari-jari direntangkan menyambar ke arah muka lawan, sedangkan tangan kanannya juga dengan jari-jari terbuka, menusuk ke arah dada. Gerakan tangan kiri merupakan gerak pancingan atau gertakan, sedangkan inti serangan terletak kepada tangan kanan yang menyerang dada.






Biarpun tangan kanan Mayang itu berjari kecil meruncing dengan kulit halus namun jangan keliru sangka. Di dalam jari-jari tangan itu terkandung tenaga dahsyat yang akan mampu meremukkan tulang iga!

Han Lojin mengenal pukulan ampuh, maka diapun menghindarkan diri dengan melangkah ke belakang dan memutar kedua lengan melindungi tubuh, menangkis dengan cengkeraman untuk menangkap lengan lawan.

Namun Mayang sudah menarik kembali kedua tangannya yang gagal itu, lalu tubuhnya meloncat ke depan, kakinya melakukan tendangan kilat. Kaki kanannya mencuat dengan cepat sekali sehingga hampir saja lambung Han Lojin termakan tendangan. Namun, Han Lojin yang semakin kagum, sudah menangkis dengan lengan kirinya.

"Dukk!"

Mayang merasa betapa kakinya nyeri bertemu dengan lengan orang itu, namun ia menahan diri dan tidak mengeluh, melainkan melanjutkan serangan bertubi-tubi dan kini telapak tangannya yang kiri berubah menghitam. Melihat tangan hitam ini menyambar dahsyat Han Lojin terkejut dan cepat melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik beberapa kali.

"Heiiiii! Bukankah itu Hek-coa Tok-ciang (Tangan Beracun Ular Hitam)?" teriaknya ketika dia mencium bau amis terbawa oleh hawa pukulan tangan itu.

Mayang terkejut. Orang ini sungguh lihai, telah mengenal ilmu pukulannya, padahal ilmu pukulan itu merupakan ilmu simpanan yang ia pelajari dari Kim Mo Sian-kouw. Gurunya berpesan bahwa kalau tidak sangat terpaksa, ia tidak boleh mempergunakan pukulan beracun itu karena pukulan beracun sesungguhnya bertentangan dengan watak subonya.

Kini, menghadapi ancaman yang lebih mengerikan dari pada maut, terpaksa ia tadi mengeluarkan ilmunya itu dan sama sekali tak disangkanya, bahwa lawannya segera mengenal pukulannya. Hal ini membuktikan bahwa lawannya banyak pengalaman, tentu pernah berkelana ke daerah Tibet dan sangat boleh jadi pernah pula bertemu dengan subonya.

Mayang tersenyum mengejek.
"Aku adalah murid Subo Kim Mo Sian-kouw!"

Maksudnya dengan pengakuan ini agar lawannya menjadi jerih dan tidak akan mengganggunya.

Han Lojin nampak terkejut.
"Ahhh! Pantas engkau begini lihai, nona. Namamu Mayang, bukan? Nona Mayang, karena engkau murid Kim-mo Sian-kouw, pertapa yang sakti dan gagah itu, maka aku lebih senang lagi dan makin ingin menarikmu sebagai pembantuku dan sekutu kami, bersama kakakmu Hay Hay itu. O ya, bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Hay Hay? Engkau adiknya? Adik tirikah? Bagaimana Hay Hay dapat mempunyai seorang adik di Tibet?"

"Pangcu, lebih baik lagi kalau engkau sudah mengetahui tentang subo. Nah, sebaiknya engkau membebaskan aku dan tidak ada urusan lagi diantara kita. Kalau engkau masih kukuh ingin bermusuhan dengan kami, engkau akan menghadapi kehancuran. Pertama, aku akan melawan sampai mati, tidak sudi aku menjadi pembantumu atau sekutumu. Ke dua, kalau engkau menggangguku dan aku sampai tewas, kakakku Hay koko tentu tidak akan mau sudah begitu saja, dan akan membalas kematianku dengan bunga yang berlipat ganda. Dan ke tiga, kalau subo mendengar bahwa aku tewas disini, beliaupun pasti tidak akan tinggal diam dan akan menghukummu!"

Kembali Han Lojin tertawa.
"Ha-ha-ha, nona Mayang. Engkau sungguh hebat. Engkau berada dalam tawanan, engkau yang terhimpit dan terancam bahaya, akan tetapi engkau pula yang mengancamku! Ha-ha-ha, sungguh lucu. Aku tidak bermaksud buruk, ingin memuliakan engkau dan kakakmu, takut apa? Nah, mari kita lanjutkan, aku masih ingin menguji kepandalanmu."

Karena maklum bahwa bicara tidak akan ada gunanya, Mayang lalu menerjang lagi sambil mengerahkan seluruh tenaganya, mengeluarkan semua ilmu silat yang pernah dipelajarinya.

Namun lawannya adalah seorang yang jauh lebih berpengalaman dari padanya, dan bahkan memiliki tingkat kepandaian yang lebih tinggi, maka bagaimana dahsyatpun ia menyerang, selalu Han Lojin dapat menangkis atau mengelak, bahkan melakukan serangan balasan yang membuat Mayang menjadi kewalahan dan terdesak.

"Haiiittt!"

Mayang kembali memukul sambil merendahkan diri sehingga pukulan tangannya mengarah perut lawan. Ketika lawannya mengelak ke samping, tangan itu dibuka dan mencengkeram ke samping pula.

"Huttt!" Han Lojin menangkis, lalu dari atas tangan kirinya menotok ke arah tengkuk gadis i tu.

"Ihhhh!!"

Mayang melempar diri ke belakang, lalu bergulingan dan ketika ia meloncat bangun, ia telah menyambar sebuah bangku ukiran yang indah, mempergunakan bangku ini sebagai senjata dan ia menyerang lagi kalang kabut, menggunakan bangku yang diayun ke kanan kiri.

"Hemm, kuda petina yang liar!" Han Lojin memuji sambil berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan diri dari hantaman bangku. “Mayang, bangku itu mahal, terbuat dari kayu pilihan dan diukir oleh ahli. Jangan kau rusakkan!” teriaknya.

"Lebih baik aku mati daripada harus menyerah kepadamu, iblis busuk!"

Mayang kini memaki karena ia sudah merasa penasaran dan marah bukan main. Serangannya semakin hebat dan biarpun hanya bangku, namun di tangan gadis itu berubah menjadi senjata yang amat berbahaya.

“Wuuutt……. !”

Bangku itu menyambar sedemikian cepatnya sehingga biarpun dapat dielakkan oleh Han Lojin, namun angin pukulannya sempat membuat rambut kepala ketua Ho-han-pang itu menjadi tertiup kusut.

“Ihhh! Kalau kubiarkan, bisa hancur kepalaku oleh bangkumu itu. Dan aku masih sayang kepada kepalaku ini, heh-heh!"

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar