*

*

Ads

Senin, 13 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 130

"Tangkap bocah ini akan tetapi jangan melukainya. Kepung dan tangkap, belenggu kaki tangannya!" bentak Sim Ki Liong memberi aba-aba.

Belasan orang anak buah Ho-han-pang itu seperti mendapatkan perintah yang amat menyenangkan. Mereka itu dengan gembira bergerak maju mengepung ketat dan hendak berlumba agar dapat lebih dulu meringkus tubuh gadis yang denok manis itu.

Melihat betapa belasan orang yang mengepungnya itu sudah mulai bergerak, dengan kedua tangan dijulurkan hendak mencengkeram dan menangkapnya, Mayang lalu menggerakkan cambuknya dengan cepat. Cambuk itu berputar-putar ujungnya, seperti ujungnya berubah menjadi belasan banyaknya dan terdengar suara meledak-ledak dan mencicit saking cepatnya cambuk itu bergerak.

Ujung cambuk itu mematuk, menyengat, melecut dan para pengeroyok itu jatuh bangun, mengaduh-aduh karena lecutan cambuk itu sungguh amat nyeri. Di bagian tubuh mana saja ujung cambuk mematuk, tentu kulit menjadi pecah berdarah dan terasa panas dan perih. Karena mereka tidak dibenarkan menggunakan senjata, tidak boleh melukai, hanya maju dengan tangan kosong maka kini mereka menjadi gentar dan merekapun mundur menjauhkan diri dari jangkauan cambuk yang panjang.

Marahlah Sim Ki Liong. Dia memberi tanda dengan mata kepada Cun Sek dan dua orang pemuda ini lalu meloncat ke depan dan menggerakkan tangan hendak menangkap lengan Mayang.

“Wuuuttt!"

Mayang terkejut ketika merasa betapa ada angin pukulan yang kuat sekali dan tangan pemuda tinggi besar itu dari samping menyambar ke arah pundaknya. Karena tangan itu mengandung tenaga dahsyat, Mayang cepat menangkis dengan tangan kiri sambil menggerakkan cambuknya menghantam dari atas ke arah kepala lawan.

"Dukk…..! Tarrr……!"

Mayang mengeluarkan teriakan kecil ketika merasa tubuhnya tergetar dan terhuyung oleh pertemuan lengannya yang menangkis. Ia tidak tahu bahwa pemuda tinggi besar itu adalah Tang Cun Sek, murid dari Cing-ling-pai yang telah menguasai tenaga Thian-te Sin-ciang (Tenaga Sakti Langit Bumi).

Akan tetapi, gadis ini lihai dan biarpun pertemuan tenaga itu membuat ia terhuyung ke belakang, namun tetap saja cambuknya menyambar dan melecut ke arah kepala Tang Cun Sek yang tadi menyerangnya. Cun Sek terkejut, cepat miringkan kepalanya, namun ujung cambuk itu masih sempat mencium dan mencabik ujung pita rambutnya!

Dengan marah Cun Sek lalu menerjang dan kini dia menyerang dengan pukulan dari ilmu silat Thai-kek Sin-kun. Kembali Mayang terkejut, akan tetapi pukulan yang datangnya dari kanan kiri dengan kedua tangan itu dapat dihindarkannya dengan meloncat jauh ke belakang dan cambuknya kembali menyambar kini ke arah leher Cun Sek.

Cun Sek yang sudah marah itu mengeluarkan kepandaiannya. Dia mengerahkan tenaga sin-kangnya ke lengan kiri, menangkis sinar cambuk yang menyambar.

"Prattt!" Ujung cambuk mengenai lengan dan melibat.

Cun Sek sengaja membiarkan lengannya dilibat, lalu tangan kanannya menangkap cambuk itu menariknya. Mayang mempertahankan dan selagi keduanya mengerahkan tenaga saling tarik, saat itu dipergunakan oleh Sim Ki Liong untuk menyerang. Tangannya menotok ke arah tengkuk Mayang.

Gadis itu berusaha untuk mengelak, namun karena ia sedang mengadu tenaga dengan Cun Sek, gerakannya lambat dan jari tangan yang kuat dan ampuh dari Ki Liong rnasih sempat mengenai jalan darah di pundaknya., Mayang rnengeluh, dan iapun terpelanting roboh dengan tubuh lemas. Sim Ki Liong segera meringkusnya dan dalam keadaan pingsan, Mayang dibawa pergi oleh rombongan orang Ho-han-pang itu.

Ketika Mayang siuman dan membuka matanya, ia segera teringat akan apa yang telah menimpa dirinya. Cepat ia hendak bangkit, akan tetapi hanya untuk rnendapatkan kenyataan bahwa kaki tangannya terbelenggu dan ia tidak mampu bangkit. Ia rnenenangkan hatinya, lalu membuka mata untuk menyelidiki keadaannya.

Ia rebah telentang di atas sebuah pembaringan di dalam kamar yang luasnya kurang lebih lima kali tujuh meter. Sebuah kamar yang cukup mewah. Dinding dan langit-langit kamar itu dicat putih bersih, dimeriahkan oleh gantungan kain sutera beraneka warna. Pembaringan itu sendiri berkasur tebal, dengan tilam kain sutera merah, kelambu kehijauan. Ada sebuah meja kecil bundar dekat pembaringan, dengan empat buah bangku terukir indah. Ia seorang diri saja di kamar itu.






Ia mengingat-ingat. Ia dihadang serombongan orang Ho-han-pang yang lihai sekali, terutama dua orang pemuda tampan yang memimpin rombongan itu. Ia dikeroyok dan kalah. Agaknya ia pingsan dan ditawan, lalu dibawa ke tempat ini. Dibelenggu di atas pembarigan!

Mayang mengerahkan tenaganya, mencoba melepaskan belenggu kaki tangannya. Namun, ternyata tali pengikat kaki tangannya itu kuat bukan main, terbuat dari kulit. Pergelangan kaki dan tangannya sampai terasa pedih dan panas ketika ia mencoba untuk membebaskan diri. Akan tetapi ia berusaha terus. Ia harus dapat membebaskan dirinya. Ia maklum bahaya apa yang mengancam dirinya.

Kalau mereka itu memusuhinya dan ingin membunuhnya, tentu ia tidak akan ditangkap seperti ini. Kulit pergelangan tangan dan kakinya mulai lecet-lecet. Suara dibukanya pintu kamar itu membuat ia menghentikan usahanya dan iapun menoleh ke arah pintu dengan muka berubah karena hatinya tegang dan khawatir.

Mayang melebarkan matanya yang sipit untuk melihat dengan jelas orang yang memasuki kamarnya. Bukan seperti orang jahat, pikirnya. Juga bukan seorang diantara dua pemuda tampan yang telah menangkapnya. Dia seorang laki-laki yang usianya lima puluh tahun lebih, dengan kumis dan jenggot yang terpelihara rapi sehingga wajahnya nampak ganteng dan berwibawa, juga jantan. Pakaiannya rapi dengan rompi dari sutera mahal, sepatunya hitam mengkilap, rambutnya juga disisir rapi dan biarpun sudah bercampur uban, namun menambah jantan. Sepasang matanya bersinar-sinar tajam, mulutnya terhias senyum.

Wajah seorang pria yang jantan dan matang, wajah pria yang menarik dan menimbulkan rasa suka dan percaya. Dan ketika dia bicara, suaranya juga lembut dan dalam, suara yang berwibawa.

"Nona, percuma saja engkau mencoba untuk melepaskan diri. Tali belenggu itu terlalu kuat, dan hanya akan membuat kulit lengan dan kakimu lecet-lecet."

Mayang memandang kepada pria itu dengan alis berkerut.
"Siapakah engkau? Dan kenapa aku ditawan?"

Laki-laki itu tersenyum, lalu menghampiri dan duduk di tepi pembaringan sehingga tubuhnya menyentuh tubuh Mayang. Gadis itu mencium bau harum cendana keluar dari orang itu!

"Nona, engkau manis sekali, dan sesungguhnya kami tidak mempunyai permusuhan denganmu. Aku adalah Ho-han Pang-cu (Ketua Ho-han-pang), juga Beng-cu (pemimpin) dari dunia kang-ouw. Engkau kami tawan untuk mengundang kakakmu itu kesini……"

"Hay-koko?"

"Benar, Tang Hay. Dan tergantung dari sikap dialah nasibmu ditentukan. Kalau dia mau berbaik dengan kami, tentu engkau akan segera dibebaskan, bahkan engkau akan menjadi anggauta kehormatan kami. Tapi, nona bagaimana engkau dapat menjadi adik Hay Hay? Setahuku, dia tidak mempunyai seorang adik perempuan!"

Mayang mengerutkan alisnya. Kiranya ia ditangkap untuk memancing Hay Hay! Kakaknya berada dalam bahaya. Ia tidak tahu siapa orang ini, akan tetapi tentu lihai sekali, maka tidak perlu ia menceritakan keadaan dirinya, dan apa hubungannya dengan Hay Hay. Tidak boleh ia bersikap lancang, apalagi kini kakaknya terancam bahaya.

"Kalau engkau tidak mau membebaskan aku, aku tidak sudi bicara lagi denganmu!” katanya dan iapun membuang muka.

Han Lojin tersenyum. Senang dia melihat gadis yang memiliki kecantikan khas ini. Selain wajahnya cantik manis, juga bentuk tubuhnya padat dan indah menggairahkan. Ditambah lagi sikap yang begitu tabah, pemberani dan penuh semangat! Seorang wanita pilihan dan jelas wanita seperti ini membangkitkan gairahnya.

"Hemm, tidak ada untungnya bagimu bersikap angkuh, nona. Ketahuilah bahwa Ho-han-pang adalah perkumpulan para pahlawan, dan aku bukan orang jahat. Kalau kakakmu itu suka membantu perjuangan kami mengamankan negara, dia akan menjadi pembantu utamaku dan engkaupun akan kuangkat menjadi kepala pelayan dan pengawal pribadiku."

"Tidak sudi aku! Dan Hay-ko tentu tidak sudi pula menjadi pembantumu. Pergilah dan tidak usah merayu! Aku…. huh, muak aku melihat mukamu!"

Mayang sengaja bersikap kasar dan menghina agar laki-laki itu marah dan kehilangan gairah yang membayang dimatanya, dan meninggalkan ia sendiri.

Akan tetapi Mayang tidak tahu dengan laki-laki macam apa ia berhadapan. Makin galak ia, makin berkobar pula gairah berahi Han Lojin. Pria setengah tua ini pada hakekatnya amat membenci wanita yang disebabkan oleh dendam sakit hati. Dia tidak pernah dapat mencinta wanita. Yang ada hanya nafsu berahi dan nafsu menyiksa, mempermainkan.

Mula-mula, wanita dirayunya sampai benar-benar bertekuk lutut dan amat mencintanya, setelah melihat wanita itu mencintanya setengah mati, lalu dia tinggalkan begitu saja, dia patahkan hatinya, dia hancurkan perasaannya. Dan dia akan meninggalkan wanita yang menangisinya itu sambil tertawa bergelak, dengan hati amat puas.

Kalau melihat wanita yang galak dan angkuh, makin berkobarlah berahinya karena makin besar keinginannya untuk menaklukkan wanita itu dan menghancurkan keangkuhan dan harga dirinya. Oleh karena itu, ketika Mayang membentak dan marah-marah memperlihatkan kegalakannya, dimata Han Lojin ia nampak semakin menggairahkan!

“Ha-ha, engkau memang cantik dan gagah. Seperti seekor kuda betina yang liar dan binal! Ha-ha-ha, akulah yang akan mampu menundukkanmu, manis, seekor kuda betina yang binal akan menjadi seekor kuda betina yang jinak dan penurut, ha-ha-ha!"

Melihat perubahan sikap pria itu, Mayang merasa ngeri. Akan tetapi juga kemarahannya dan kebenciannya bertambah.

"Cih, laki-laki tak tahu malu! Kiranya engkau ini pangcu dan bengcu macam apa? Hanya laki-laki rendah dan hina yang menghina wanita, pengecut yang hanya berani mengganggu kalau orang tidak berdaya. Lepaskan ikatanku dan aku akan menghancurkan kepalamu. Mari kita bertanding sampai mati!" tantangnya.

"Ha-ha-ha, engkau sungguh amat gagah dan menarik. Aku akan melepaskan engkau, lalu kita boleh bertanding. Akan tetapi kalau engkau kalah, engkau harus mau menjadi pelayanku dan juga kekasihku yang tercinta. Mau janji?"

Sepasang mata Mayang melotot.
"Kalau aku kalah, aku roboh dan mati. Siapa yang kalah akan mampus!"

Makin gembiralah hati Han Lojin.
"Ha-ha, mari kita main-main sebentar kalau begitu, akan tetapi bukan disini tempatnya!"

Dengan cepat sekali tangannya bergerak, jari tangannya menotok jalan darah di bawah tengkuk dan Mayang seketika lemas. Ia tadi miringkan tubuh ketika membuang muka maka mudah saja terkena totokan. Ia tidak mampu menggerakkan kaki tangannya dan Han Lojin sudah melepaskan belenggu kaki tangannya, lalu memondong tubuhnya dan dibawa keluar dari kamar.

Mayang membuka mata memperhatikan keadaan. Pria setengah tua itu memondongnya dengan ringan seolah-olah ia seorang anak kecil, lalu membawanya menuruni anak tangga, menuju ke ruangan bawah tanah!

Sebuah pintu besi terbuka sendiri, agaknya ada alat rahasianya disitu dan iapun dibawa masuk ke sebuah kamar. Kamar ini luas dan mewah. Terdapat sebuah pembaringan yang besar, yang agaknya cukup untuk ditiduri sepuluh orang! Dan disitu terdapat pula meja besar dengan belasan buah kursi. Luas kamar itu sama dengan lima kamar biasa dijadikan satu! Dipasangi lampu penerangan siang malam, walaupun ada sedikit sinar matahari turun dari sebuah lubang berterali baja di atas sana. Lantainya ditilami permadani hijau. Kamar itu dilengkapi pula dengan sebuah kamar mandi yang lengkap. Sebuah kamar yang besar dan mewah, enak ditinggali.

Sambil tersenyum Han Lojin merebahkan tubuh lunglai Mayang ke atas pembaringan yang besar itu. Mayang sudah merasa gelisah bukan main karena ia mengira bahwa pria itu akan memperkosanya dan ia tidak akan mampu mencegah, tidak akan mampu meronta atau melawan. Ia merasa ngeri sekali.

Akan tetapi, ternyata pria itu tidak menjamahnya lagi, melainkan meninggalkannya dan menghampiri pintu. Ia tidak melihat pria itu menutupkan daun pintu, akan tetapi daun pintu itu menutup dengan sendirinya. Tentu ada alat rahasianya pula, pikir Mayang. Setelah menutupkan daun pintu besi itu, Han Lojin lalu menghampirinya sambil tersenyum dan kembali Mayang merasa ngeri, matanya membelalak, akan tetapi ia tidak mampu bergerak.

“Jangan khawatir, nona manis. Aku pantang memperkosa wanita sekarang. Wanita harus menyerah dengan suka rela, menyambutku dengan mesra, seperti yang akan kau lakukan nanti."

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar