*

*

Ads

Jumat, 10 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 111

Kui Hong bangkit dan menggosok-gosok pergelangan kaki dan tangannya. Lalu dia meloncat turun dan menyambar sepasang pedangnya yang tergantung di dinding. Betapa inginnya untuk mencabut sepasang pedang itu dan membunuh Ang-hong-cu, akan tetapi ia hanya memasang pedang itu di punggung, memandang kepada Ang-hong-cu dengan penuh kebencian. Mukanya terasa panas dan ingin ia menangis karena ia merasa begitu tak berdaya dan marah. Apalagi ketika pria itu memandang kepadanya sambil tersenyum-senyum, ia merasa seperti ditertawakan! Ia menekan perasaannya sendiri, lalu melangkah ke pintu kamar itu. Akan tetapi setelah tiba di ambang pintu, ia membalik dan sejenak mereka berdua saling pandang bagaikan dua ekor ayam jantan hendak bertarung.

"Ang-hong-cu, aku akan memegang teguh janjiku, akan tetapi aku bersumpah tidak akan menikah sebelum mendengar engkau mampus!"

Setelah berkata demikian, Kui Hong lalu meloncat keluar dan berlari cepat meninggalkan rumah itu agar Ang-hong-cu tidak mendengar isaknya. Ia berlari cepat menuruni bukit itu sambil menangis! Biarpun ia bebas dari perkosaan dan kematian, namun ia merasa amat tidak berdaya dan rendah, seolah ia menjadi seorang penakut yang begitu menyayang diri membiarkan seorang laki-laki sedemikian jahatnya hidup bebas hanya karena ia ingin dirinya selamat. Sungguh bukan seorang yang pantas disebut pendekar! Hal ini membuatnya sedemikian sedih dan bencinya sehingga terlontar sumpahnya bahwa ia tidak akan mau menikah sebelum Ang-hong- cu mati!

Ang-hong-cu Tang Bun An berdiri terpukau seperti patung. Hatinya yang tadi merasa mendapatkan untung besar, terguncang dan dia merasa gelisah. Dia tahu betapa hebatnya kemarahan dan kebencian gadis tadi terhadap dirinya. Sumpah yang dilakukan tadi sungguh merupakan sumpah yang berat bagi seorang gadis seperti ketua Cin-ling-pai itu! Dia tidak akan cepat mati! Kalau rahasianya yang diketahui oleh gadis itu tersimpan rapat, takkan ada seorangpun mengetahui bahwa dialah yang menjadi penggoda para wanita istana itu, juga tidak ada yang tahu bahwa dia adalah Ang-hong-cu. Semua orang mengenal dia seorang perwira pasukan pengawal yang setia dan berjasa besar terhadap kaisar. Dan mulai sekarang, dia harus berhati-hati menjaga tindakannya, terutama sekali terhadap Menteri Cang.

Setelah tiba di kaki bukit itu, Kui Hong berhenti di bawah sebatang pohon dan ia menangis sepuasnya sambil bersandar pada batang pohon itu. Ia adalah seorang gadis yang tabah, bahkan biasanya ia seperti pantang menangis. Akan tetapi sekali ini, ia merasa begitu gemas, begitu marah, namun begitu tidak berdaya! Ia tidak ingin ada orang lain melihat tangisnya, maka ia sengaja melepas tangisnya di tempat sunyi itu.

Ada setengah jam lamanya ia termenung dan menangis, menyesalkan diri sendiri, menyesalkan nasibnya. Ia tidak mempunyai pilihan lain! Ia masih waras, belum gila untuk membiarkan dirinya diperkosa dan dipermainkan tanpa dapat melawan sama sekali, kemudian membiarkan dirinya mati konyol. Ia terpaksa mengucapkan janji itu. Ia tidak merasa bersalah kepada siapapun juga, akan tetapi merasa berkhianat terhadap jiwa kependekarannya. Ia harus membiarkan saja manusia iblis itu berkeliaran.

Setelah perasaannya mereda dan tidak menangis lagi, barulah Kui Hong melanjutkan perjalanannya. Ia mencuci bekas air mata dari mukanya ketika melihat sumber air yang jernih, kemudian ia melanjutkan perjalanan, tidak kembali ke istana melainkan langsung ke gedung tempat tinggal Menteri Cang Ku Ceng.

Tentu saja Cang Tai-jin menerima gadis itu dengan penuh harapan karena tentu gadis itu memperoleh hasil baik maka sudah keluar dari istana untuk memberi laporan kepadanya. Kui Hong disambut dengan ramah di ruangan tamu dan disitu ia diterima oleh Menteri Cang sendiri dan dapat bicara empat mata.

"Selamat datang, lihiap. Tak kusangka engkau sudah secepat ini keluar dari istana. Apakah sudah memperoleh hasil baik?" tanya pembesar itu dengan sikap ramah.

Kui Hong menghela napas panjang. Hatinya terasa semakin penuh sesal melihat betapa baiknya sikap pejabat tinggi ini kepadanya. Begitu ramah dan seperti berhadapan dengan keluarga sendiri. Melihat gadis itu menarik napas panjang dan wajahnya yang jelita itu seperti penuh penyesalan, Menteri Cang segera berkata,

“Apakah berum ada hasilnya? Kui Hong, kalau memang belum berhasil, katakan saja, tidak perlu sungkan. Kami tidak akan menyesal karena memang kami sudah mengetahui betapa lihainya penjahat itu sehingga semua usaha untuk menangkapnya yang pernah kami lakukan selalu gagal. Bagaimanapun, ceritakan hasil penyelidikanmu."

Agak lega hati Kui Hong mendengar ini. Pembesar itu demikian ramah kepadanya sehingga kadang memanggil namanya begitu saja, seperti seorang paman kepada keponakannya. Hanya kalau ada orang lain dia selalu menyebut li-hiap.

"Paman, harap paman maafkan saya karena terus terang saja, penyelidikan saya telah gagal."

Kui Hong juga tidak lagi menyebut tai-jin kepada pembesar itu karena Cang Tai-jin berkali-kali minta agar ia menyebutnya paman saja.

"Hemmm, sudah kuduga sebelumnya. Memang penjahat itu lihai bukan main dan tentu dia sudah tahu akan penyelundupanmu ke dalam istana maka dia tidak berani muncul. Apakah engkau tidak menemukan tanda-tanda lain?"






Kui Hong ingin sekali meneriakkan segala-galanya, namun tentu saja ia tidak mau melanggar janji. Seolah-olah lehernya dicekik dan iapun hanya dapat menggelengkan kepala dan menundukkan mukanya. Bahkan ketika bicara, ia tidak berani mengangkat pandang mata untuk bertemu pandang dengan pembersar itu.

Cang Ku Ceng adalah seorang pejabat tinggi yang amat bijaksana dan cerdik. Juga dia memiliki banyak pengalaman, maka melihat sikap gadis perkasa itu, diam-diam dia merasa curiga sekali. Ini bukan sikap Cia Kui Hong yang wajar, pikirnya. Gadis itu kelihatan seperti berduka dan juga seperti orang yang sungkan dan malu-malu, seolah bersikap seperti orang yang menyembunyikan dosanya. Apakah yang telah terjadi?

Akan tetapi, sebagai seorang yang bijaksana, dia telah dapat mengenal watak gagah dari gadis itu. Kalau Kui Hong mengambil keputusan untuk menyembunyikan sesuatu, maka hal itu tentu dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Dan memaksa seorang gadis seperti Kui Hong ini untuk merobah sikap, akan sia-sia belaka.

“Sayang sekali," kata pembesar itu. “Akan tetapi tidak mengapalah, Kui Hong. Aku tetap yakin bahwa pada suatu hari aku akan berhasil membongkar rahasia penjahat itu dan menghukumnya! Dia telah mencemarkan nama baik istana dengan perbuatannya itu."

Mendadak gadis itu mengangkat mukanya dan sinar matanya penuh harap ketika ia berkata,

"Sayapun mengharapkan begitu, paman! Kalau perlu saya akan menghadap kakek dan nenekku di Pulau Teratai Merah agar mereka suka membantumu."

"Apa? Kau maksudkan kakekmu pendekar Ceng Thian Sin, Si Pendekar Sadis itu? Ah, tidak perlu, Kui Hong. Ini adalah urusan dan tugas kami para petugas negara. Aku tidak berani membikin repot lo-cian-pwe (orang tua gagah) itu. Kami masih mempunyai banyak orang yang cukup pandai dan akan kami kerahkan mereka agar menangkap penjahat licik itu."

Tentu saja Kui Hong tidak berani memaksa. Kalau ia membujuk kakeknya untuk membantu Menteri Cang, hal itu bukan berarti ia melanggar janjinya kepada Ang-hong-cu. Janjinya adalah bahwa ia sendiri tidak akan memusuhinya, tidak akan membongkar rahasianya. Dan ia sama sekali tidak melakukan hal itu. Karena merasa gagal dan malu kepada keluarga Menteri Cang, Kui Hong sekalian berpamit mohon diri untuk meninggalkan kota raja. Mendengar ini Menteri Cang terkejut sekali.

"Eh, kenapa engkau tergesa-gesa hendak pergi, Kui Hong? Tidak, engkau tidak boleh pergi begitu saja. Kalau bibimu dan kakakmu Cang Sun mengetahui, tentu mereka akan menyesal sekali. Engkau harus tinggal dulu beberapa lamanya di rumah kami, Kui Hong. Selain itu, apakah engkau sudah lupa akan tugasmu mencari dua orang itu?"

"Dua orang?"

Kui Hong memandang bingung. Pada saat itu, seluruh hati dan pikirannya terganggu dan dipenuhi persoalannya dengan Ang-hong-cu, maka ia sudah kurang memperhatikan persoalan lain.

"Eh? Apa engkau lupa? Bukankah engkau sedang mencari dua orang musuh besar yang bernama Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek yang melarikan pusaka Pulau Teratai Merah dan Cin-ling-pai itu?"

Kui Hong terkejut. Aih, bagaimana ia dapat melupakan mereka?
"Ahhh, mereka? Tentu saja saya tidak melupakan mereka, paman. Justeru saya berpamit untuk dapat segera melanjutkan perjalanan saya mencari dan menyelidiki mereka."

"Tenanglah, Kui Hong. Aku sedang menyebar para penyelidik ke mana-mana untuk mencari mereka. Bahkan kemarin aku mendengar berita tentang kedua orang itu."

Kui Hong mengangkat mukanya, memandang dengan sinar mata gembira ketika mendengar ucapan itu.

"Ah, benarkah, paman? Dimana dua orang keparat itu?"

"Tenanglah, dan dengarkan keteranganku. Baru kemarin, dua orang diantara para penyelidikku datang memberi laporan bahwa Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek diketahui berada di Kim-lian-san dan disana mereka mendirikan gerombolan penjahat yang merajalela. Akan tetapi, baru-baru ini gerombolan mereka diserbu dan dikeroyok oleh para anggauta perkumpulan lain sehingga gerombolan Kim-lian-pang itu dapat dibasmi. Akan tetapi, kedua orang itu kabarnya dapat meloloskan diri. Sekarang, para penyelidikku sedang mencari mereka. Percayalah, para penyelidik itu berpengalaman dan mereka tentu akan dapat menemukan kembali kedua orang musuhmu itu. Engkau tinggallah dulu menanti disini, Kui Hong. Mari, mari kuantar menemui bibimu dan kakakmu. Mereka selalu bertanya tentang dirimu."

Ketika mereka memasuki ruangan dalam, isteri Menteri Cang dan puteranya, Cang Sun, menyambut Kui Hong dengan wajah berseri.

"Adik Kui Hong! Ah, engkau sudah kembali? Lega dan senang hatiku melihat engkau selamat!”

Wajah Kui Hong berubah agak kemerahan melihat sikap pemuda itu, apalagi mendengar panggilan yang akrab itu seolah-olah mereka telah menjadi kenalan baik.

"Cang Kongcu !" katanya memberi hormat.

"Aih, Hong-moi (adik Hong), kenapa menyebut kongcu (tuan muda) kepadaku? Sungguh tidak enak didengarnya. Sebut saja toako (kakak), bukankah kami sudah menganggap engkau seperti anggauta keluarga sendiri?"

"Benar ucapan puteraku, Kui Hong." kata Nyonya Cang sambil melangkah maju dan memegang tangan gadis itu, diajaknya duduk. "Sebut saja dia Sun-toako (kakak Sun), karena dia sudah berusia dua puluh tujuh, lebih tua darimu. Akupun girang engkau sudah kembali dengan selamat."

"Terima kasih, bibi……,” kata Kui Hong, merasa tidak enak melihat keramahan keluarga pejabat tinggi itu.

Akan tetapi ia tidak menjadi rikuh. Ia seorang gadis yang sudah banyak merantau, tidak pemalu lagi, dan walaupun ia berada di antara keluarga bangsawan tinggi, akan tetapi ia sendiri adalah seorang ketua perkumpulan besar, ketua Cin-ling-pai! Bagaimanapun juga, kedudukan atau tingkatnya tidaklah rendah, maka iapun tidak merasa rendah diri, hanya merasa sungkan menghadapi keramahan rnereka, padahal, walaupun hanya ia sendiri yang tahu, ia telah membuat kapiran tugas yang diberikan kepadanya. Ia sudah dapat membongkar rahasia busuk yang terjadi di istana, akan tetapi ia tidak dapat menceritakannya kepada keluarga itu, bahkan mengaku bahwa tugasnya telah gagal! Diam-diam ia merasa bersalah.

"Tadinya Kui Hong berpamit hendak meninggalkan kota raja. Aku menahannya, karena selain kita masih rindu, juga para penyelidik sedang melakukan tugas menyelidiki dua orang penjahat yang dicarinya.”

Menteri Cang Ku Ceng berkata kepada isteri dan puteranya. Mendengar ini, ibu dan anak itu nampak terkejut.

"Ah, Hong-moi, kenapa begitu tergesa hendak pergi?" Cang Sun berkata, nadanya khawatir dan kaget.

"Kui Hong, tinggallah disini dulu dan jangan tergesa pergi meninggalkan kami. Kami sudah menganggapmu sebagai anggauta keluarga sendiri. Bukan hanya karena engkau pernah menyelamatkan pamanmu, akan tetapi juga karena kami merasa suka sekali kepadamu. Bahkan, terus terang saja, Kui Hong, paman dan bibimu ini telah bersepakat dan akan merasa senang sekali kalau engkau suka menjadi mantu kami! Sun-ji (anak Sun) juga sudah setuju!"

Cang Sun tersenyum dan ayahnya juga tertawa. Tentu saja Kui Hong tersipu malu. Keluarga bangsawan ini sungguh memiliki watak dan sikap yang terbuka, watak yang tentu saja amat cocok dan dihargainya. Akan tetapi karena yang dibicarakan adalah masalah perjodohannya, tentu saja ia tersipu.

"Ha-ha-ha, maafkan keluarga kami, Kui Hong." kata Menteri Cang sambil tertawa. "Bukan kami tidak menghargaimu, akan tetapi kami memang suka berterus terang, apa lagi mengingat bahwa engkau adalah seorang pendekar wanita, dari keluarga para pendekar besar, maka tidak perlu kami berbasa-basi dan langsung saja menanyakan pendapatmu tentang maksud hati kami itu. Kalau engkau sudah setuju, barulah secara resmi kami akan mengajukan pinangan kepada orang tuamu!'

Kui Hong dapat menghargai keterbukaan ini, maka biarpun ia merasa rikuh sekali dan tidak berani menentang pandang mata mereka bertiga secara langsung, ia menjawab,

"Terima kasih atas perhatian dan penghargaan yang diberikan oleh paman sekeluarga kepada saya. Akan tetapi tentang perjodohan, bukan berarti saya menolak kehormatan yang paman berikan kepada saya. Akan tetapi terus terang saja, pada waktu sekarang ini saya masih belum mempunyai niat sama sekali. Harap paman bertiga suka memaafkan saya."

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Kui Hong. Kami lebih senang kalau engkau berterus terang seperti ini. Baiklah, kami tidak akan mengungkit kembali soal perjodohan ini, kelak masih ada waktu untuk membicarakan lagi, seandainya engkau mulai berminat. Cang Sun, lupakan saja untuk sementara niat hatimu itu dan anggap Kui Hong sebagai adik saja."

Biarpun kecewa, Cang Sun dan ibunya dapat menerima alasan itu dan sikap mereka masih biasa, akrab dan ramah dan mereka tidak pernah menyinggung tentang usul ikatan jodoh itu. Hal ini membuat Kui Hong merasa bersukur dan berterima kasih sekali. Ia tahu bahwa ia telah ditawari suatu kedudukan yang amat mulia. Ia tahu bahwa kalau ia menjadi isteri Cang Sun, ia akan memperoleh seorang suami yang walaupun lemah karena tidak menguasai ilmu silat, namun tampan, pandai dan terpelajar, dan seorang calon pejabat tinggi yang baik.

Selain itu, juga ia akan menjadi mantu tunggal dari seorang menteri yang bijaksana, akan memiliki sepasang orang tua sebagai mertua yang baik. Juga akan memperoleh kedudukan tinggi yang terhormat, dan hidup serba kecukupan dan terhormat. Mau apalagi bagi seorang gadis? Namun, ada satu hal yang kurang, dan justeru ini penting sekali. Di dalam hatinya tidak ada perasaan cinta seorang calon isteri terhadap Cang Sun! Ia mengharapkan agar menteri itu akan dapat cepat memperoleh keterangan tentang dimana adanya Sim Ki Liong dan Tang Cun sek.

**** 111 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar