*

*

Ads

Kamis, 02 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 098

"Kiong-hi (selamat), kiong-hi!" kata Wakil Dalai Lama ketika pada keesokan harinya dia mendengar bahwa Hay Hay dipertunangkan dengan Mayang. "Aih, sungguh tepat sekali. Pinceng (aku) mengenal baik siapa Kim Mo Siankouw, maka muridnya tentu hebat dan merupakan seorang gadis pilihan! Dan saudara ini, biarpun masih muda namun sudah memiliki kepandaian hebat! Tentu dia akan menjadi seorang yang amat berguna bagi negara dan bangsanya!”

Mereka semua berkumpul di ruangan tamu. Hay Hay pada hari itu terpaksa memberi jawaban dan tidak ada lain jalan baginya kecuali menerima usul perjodohan itu. Yang paling berat adalah kenekatan Mayang. Gadis itu akan membunuh diri kalau dia menolak ikatan jodoh itu! Dan tentu saja dia tidak ingin gadis itu mati karena dia! dan bagaimanapun juga, harus diakuinya bahwa Mayang seorang gadis hebat!

Demikianlah ketika pada pagi hari itu Kim Mo Siankouw mengundangnya, dan dia memasuki ruangan tamu, disitu Kim Mo Siankouw dan ibu Mayang telah menunggu! Dan dengan sikap halus namun serius, Kim Mo Siankouw bertanya.

"Bagaimana, Hay Hay, apakah engkau telah mendengar dari sahabatmu Pek taihap itu akan niat hati kami menjodohkan Mayang denganmu? Dan bagaimana jawabmu?"

Ditanya secara terbuka dan jujur itu, Hay Hay juga menjawab sejujurnya.
"Sesungguhnya, belum ada keinginan di dalam hati saya untuk menikah, Siankouw. Akan tetapi, sayapun tidak dapat menolak kehormatan yang diberikan kepada saya."

"Jadi, bagaimana keputusanmu?" tanya ibu Mayang.

Hay Hay menundukkan mukanya.
"Saya terima ikatan jodoh itu dengan rasa haru dan terima kasih."

"Siancai...... ! Giranglah rasa hatiku, Hay Hay." kata Kim Mo Siankouw.

"Terima kasih Hay Hay! Sungguh engkau telah membahagiakan kami semua," kata pula ibu Mayang dengan suara bercampur isak karena terharu. "Semoga Tuhan memberi bimbingan kepada anakku untuk menjadi isterimu yang setia dan membahagiakanmu kelak."

Hay Hay memberi hormat.
"Saya yang merasa berterima kasih. Akan tetapi, karena masih ada tugas penting bagi saya, yaitu urusan pribadi yang harus saya selesaikan lebih dahulu, maka saya mohon agar pernikahan dilaksanakan setelah saya menyelesaikan tugas pribadi itu."

Dua orang wanita itu mengangguk setuju. Diterimanya usul ikatan jodoh itu saja sudah amat membahagiakan hati mereka. Maka, mereka lalu mengumumkan ikatan perjodohan itu sehingga Wakil Dalai Lama yang masih berada disitu segera datang memberi selamat.

Kini diruangan itu mereka semua berkumpul. Bahkan Mayang dipanggil ibunya. Gadis yang biasanya tabah dan lincah ini nampak jinak dan malu-malu. Akan tetapi ketika ibunya menyuruh ia memberi hormat kepada calon suaminya, dengan cepat tanpa ragu ia lalu memberi hormat kepada Hay Hay yang dibalas oleh pemuda itu dengan muka kemerahan pula.

"Kiong-hi, sekali lagi kiong-hi kuucapkan kepadamu, Hay Hay, dan kepadamu, Mayang. Akulah orang pertama yang merasa paling berbahagia dengan terikatnya kalian menjadi calon suami isteri!" kata Han Siong.

Akan tetapi wajahnya sama sekali tidak membayangkan kegirangan hati, karena pemuda ini yang semalam tidak tidur masih terus teringat akan kematian Ouw Ci Goat.

"Kalau kelak diadakan upacara pernikahan, jangan lupa mengundang pinceng, Siankouw! Engkau memperoleh seorang mantu yang amat hebat, dan pinceng juga menghaturkan selamat kepadamu!"

Han Siong yang diam-diam merasa betapa dia juga telah ikut memaksa Hay Hay untuk menerima usul ikatan jodoh itu, kini melihat betapa Hay Hay nampak tersipu dan kehilangan kejenakaannya, berusaha menghiburnya dengan memuji-mujinya di depan orang banyak.

"Losuhu mungkin belum mengenal benar siapa adanya calon mempelai pria ini! Sahabatku ini pernah menjadi seorang pahlawan, membantu kedua orang Menteri Yang Ting Hoo dan Menteri Cang Ku Ceng, membasmi pemberontakan di Yunan yang dipimpin oleh mendiang Lam-hai Gim-lo!"

"Omitohud....." Wakil Dalai Lama berseru kagum. "Kiranya begitukah? Kami sudah mengenal kedua orang Yang Tai-jin dan Cang Tai-jin, dua orang menteri yang bijaksana. Bahkan pernah Yang Tai-jin mengirim pasukan untuk membantu kami membasmi pemberontak. Kalau begitu, kami hendak menitipkan sepucuk surat untuk dihaturkan kepada kedua orang menteri bijaksana itu. Maukah engkau membawa surat kami ke kota raja dan menyerahkannya kepada mereka, Tai-hiap?" Ucapan ini ditujukan kepada Hay Hay.






Tentu saja Hay Hay tidak berani menolak.
"Dengan senang hati, Losuhu. Akan tetapi hendaknya cu-wi (kalian semua) tidak mendengarkan bualan Pek Han Siong! Yang membasmi pemberontak yang dipimpin Lam-hai Giam-lo itu bukanlah saya sendiri, melainkan banyak pendekar ikut membantu pemerintah, termasuk Pek Han Siong sendiri!"

Wakil Dalai Lama memuji.
"Omitohud......ji-wi (kalian berdua) adalah pendekar-pendekar yang berjiwa patriot. Sungguh beruntung sekali sebuah negara yang memiliki orang-orang muda seperti ji-Wi!"

Setelah menerima hidangan makan pagi yang disuguhkan nyonya rumah, Wakil Dalai Lama lalu minta diri untuk kembali ke Lasha, dan dia menyerahkan sesampul surat kepada Hay Hay untuk disampaikan kepada kedua orang menteri itu.

Setelah Wakil DalaI Lama dan rombongannya pergi, yang tinggal di rumah Kim Mo Siankouw sebagai tamu hanya tinggal Hay Hay dan Han Siong berdua.

Siang hari itu, Hay Hay mendapat kesempatan untuk berdua saja dengan Mayang. Mereka duduk di taman belakang rumah. Mayang nampak cantik sekali dengan pakaian baru yang bersih. Potongan pakaiannya itu ketat dan mencetak tubuhnya yang tinggi ramping, dengan dada membusung dan pinggul yang padat membukit. Rambutnya dikuncir menjadi dua dan rambut yang lebat dan panjang itu bergantungan manis di kanan kiri, kadang-kadang di depan, kadang-kadang di belakang, ujungnya diikat sutera merah. Pakaiannya itu merupakan kombinasi warna hitam dan kuning, sehingga kulit yang nampak pada leher dan tangannya semakin putih, putih mulus dan kemerahan seperti kulit anak-anak bayi.

Mau tidak mau Hay Hay merasa bangga juga. Gadis ini memang seorang wanita hebat dan dia akan selalu merasa bangga memandang wanita ini sebagai isterinya. Biasanya gadis ini bersikap lincah jenaka dan tak mengenal rasa takut atau malu-malu. Akan tetapi sekarang ia hanya banyak menundukkan muka dan setiap kali mengangkat muka bertemu pandang dengan Hay Hay, wajahnya yang manis itu berubah kemerahan.

“Mayang, aku sengaja mencarimu karena aku ingin bicara denganmu.”

Kata Hay hay dan dia sendiri merasa heran mengapa suaranya tidak seperti biasa, agak gemetar dan mengapa jantungnya berdebar demikian keras! Belum pernah dia menjadi begini gugup berhadapan dengan seorang wanita. Seolah lenyap semua ketabahannya. Biasanya, mudah saja kata-kata manis meluncur dari mulutnya kalau memuji-muji wanita, akan tetapi sekarang, dia selalu khawatir kalau-kalau membikin hati gadis ini menjadi tak senang!

Mayang mengangkat mukanya dan sejenak dua pasang mata itu bertemu.
“Bicaralah, Hay Hay.” Kata Mayang lirih lalu ia menunduk kembali.

“Mayang, tentu Siankouw dan ibumu sudah memberi tahu tentang keputusanku. Aku masih mempunyai suatu tugas pribadi yang amat penting. Aku harus menyelesaikan tugas itu lebih dahulu dan untuk sementara aku akan meninggalkanmu. Setelah tugas itu selesai, aku akan kembali kesini dan melangsungkan pernikahan kita.”

Sejenak Mayang tidak mampu bicara karena kepalanya semakin menunduk. Ia tersipu dan merasa rikuh sekali mendengar pria yang dicintanya itu bicara tentang pernikahan. Akan tetapi, karena perasaan duka dan khawatir mendengar bahwa kekasihnya itu hendak meninggalkannya, akhirnya ia mengangkat mukanya dan kembali dua pasang mata bertemu dan bertaut.

Indahnya mata itu, pikir Hay Hay dengan bangga. Memang sipit, akan tetapi bentuknya amat indah dan di kedua ujungnya seperti ditambahi garis hitam memanjang ke atas. Dan dari balik belahan pelupuk mata yang sipit itu memancar dua pasang mata yang amat jeli dan tajam.

“Hay Hay, engkau hendak ke manakah?”

Suaranya lirih, tidak malu-malu lagi akan tetapi kini suara itu mengandung penuh kekhawatiran.

“Aku hendak pergi ke kota raja, Mayang. Mengantar surat titipan Wakil Dalai Lama kepada YangTai-jin dan Cang Tai-jin."

Dia tidak ingin bercerita tentang usahanya mencari jejak Ang-hong-cu di kota raja dengan menyelidiki perwira she Tang di kota raja yang kabarnya mengaku sebagai putera Ang-hong-cu.

"Dan tugas pribadimu itu, tugas apakah? Atau..... engkau tidak mau menceritakannya kepadaku?"

Hay Hay tersipu, Mayang adalah calon isterinya, tentu saja berhak mengetahui urusan pribadinya. Akan tetapi bagaimana mungkin dia akan mengaku bahwa dia adalah putera kandung seorang jai-hoa-cat, seorang penjahat besar yang tersohor di dunia kang-ouw?

"Aku akan mencari musuh besarku!"

Mayang kelihatan terkejut dan kini ia mengangkat muka, memandang sepenuhnya kepada wajah kekasih hatinya, sepasang matanya penuh selidik.

"Apa yang telah dilakukan musuh besarmu itu!”

Hay Hay mengerutkan alisnya. Dia merasa tidak senang membicarakan urusan itu, akan tetapi dia harus menjawab.

"Dia telah membunuh ibuku! Sudahlah, Mayang, kuharap engkau tidak bertanya tentang urusan ini. Aku selalu merasa berduka, kesal dan marah kalau membicarakan musuh besar itu."

Ketika tangan gadis itu memegang sebuah kuncir rambutnya dan memindahkannya ke belakang punggung, tangan itu gemetar dan wajahnya agak berubah pucat.

"Aku tidak akan bertanya lagi, Hay Hay. Akan tetapi......orang yang menjadi musuh besarmu tentu lihai bukan main. Karena itu aku harus menemanimu! Aku harus ikut denganmu ke kota raja. Aku akan membantumu menghadapi musuh besarmu itu, Hay Hay!"

Hay Hay terkejut. Hal ini sungguh tak pernah disangkanya.
"Ah, jangan, Mayang! Musuh besarku itu lihai bukan main. Aku tidak ingin melihat engkau terancam bahaya!"

Di lubuk hatinya, Mayang merasa girang bahwa calon suaminya itu mengkhawatirkan keselamatannya. Akan tetapi iapun tidak ingin ditinggal, apalagi ditinggal menempuh bahaya.

"Hay Hay, biarpun ilmu kepandaianku tidak ada artinya bagimu, namun aku dapat membantumu sekuat tenagaku. Setidaknya, aku akan dapat menyaksikan bagaimana keadaanmu setelah engkau berhadapan dengan musuh besarmu itu, Hay Hay. Kalau engkau pergi menempuh bahaya dan aku diharuskan menanti disini, aku akan dapat mati karena gelisah selalu."

"Tapi, Mayang......”

"Tidak ada tapi, Hay Hay. Bukan aku bermaksud untuk memaksakan kehendakku kepadamu. Sama sekali bukan. Engkau adalah calon suamiku, engkau satu-satunya orang yang mulai sekarang harus kutaati. Akan tetapi, bukankah setelah kita terikat perjodohan, berarti nasib kita menjadi satu? Bukankah mati hidup kita harus selalu bersama-sama menghadapinya? Aku harus ikut denganmu, Hay Hay. Kalau engkau memaksaku tinggal, kalau engkau menolak aku ikut serta, kalau engkau meninggalkan aku, akupun tidak berani memaksamu, akan tetapi tak lama setelah engkau pergi, akupun akan menyusulmu, mencarimu ke kota raja. Apakah engkau menghendaki kita melakukan perjalanan sendiri-sendiri, menghadapi ancaman bahaya dalam keadaan saling terpisah?"

Hay Hay menghela napas panjang. Sudah mulai dia merasakan akibat ikatan perjodohan itu. Sudah terasa betapa dia terikat, tidak bebas lagi, tidak seperti sebelum ada ikatan perjodohan. Dan apa yang dikemukakan Mayang itu memang tidak dapat dibantah kebenarannya. Kalau Mayang seorang wanita biasa, tidak memiliki kepandaian silat, maka tentu apa yang dikatakan itu tidak benar. Akan tetapi Mayang adalah seorang gadis yang pandai, yang bukan saja mampu menjaga dan melindungi diri sendiri, akan tetapi bahkan dapat pula membantunya dalam menghadapi lawan tangguh!

“Tentu saja aku tidak menghendaki demikian, Mayang. Akan tetapi, kita baru bertunangan, belum menikah, bagaimana mungkin engkau pergi berdua saja bersamaku? Tentu gurumu dan ibumu tidak akan memperkenankan."

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar