*

*

Ads

Rabu, 01 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 092

Bentakan suara wanita yang nyaring ini membuat tiga orang pendeta itu terkejut bukan main. Mereka mengangkat muka dan semakin kaget melihat munculnya seorang wanita tua yang masih cantik, bersama seorang pemuda dan seorang gadis manis yang bukan lain adalah Hay Hay dan Mayang. Mereka mengenal pula Kim Mo Siankouw karena dahulu mereka sering melihat wanita sakti ini menjadi tamu dan sahabat Dalai Lama.

"Kim Mo Siankouw, engkau tidak boleh mencampuri urusan kami!" bentak Gunga Lama dengan marah tanpa melepaskan rambut kepala Han Siong yang sudah dijambak tangan kirinya.

Tiba-tiba terdengar suara melengking nyaring sekali, mengejutkan semua orang yang berada disitu. Suara melengking itu keluar dari mulut Hay Hay. Melihat, betapa rambut kepala sahabatnya terancam musnah, Hay Hay sudah mengerahkan seluruh kekuatan sihirnya dan dia mengeluarkan suara melengking itu untuk menjadi daya tarik pertama, kemudian disusul teriakannya sambil menudingkan telunjuknya ke arah meja sembahyang, dengan wajah nampak kaget dan mata terbelalak, dia berseru,

"Lihat, meja sembahyang itu terbakar! Ada kebakaran! Kebakaran! Awasss…… !"

Dia sendiri melompat ke depan. Semua orang terkejut. Tiga orang pendeta Lama itu menengok dan merekapun terkejut melihat betapa meja sembahyang yang besar itu telah berkobar dimakan api! Juga para pendeta Lama lainnya melihat kebakaran itu. Bahkan Mayang sendiri juga melihat meja itu terbakar!

Saking kaget dan gugupnya, Gunga Lama melepaskan rambut kepala Han Siong yang dijambaknya, juga Pat Hoa Lama melepaskan kepala pemuda itu yang dipegangnya. Mereka bertiga melompat berdiri menghampiri meja sembahyang dengan maksud untuk memadamkan api yang berkobar besar yang mengancam menimbulkan kebakaran besar di ruangan itu.

Pada saat itu, setelah mereka bertiga tiba di dekat meja sembahyang mereka melihat bahwa tidak ada kebakaran apapun di sana! Mereka terkejut dan menyadari bahwa mereka telah dipermainkan orang, akan tetapi ketika mereka membalikkan tubuh, mereka sudah terlambat.

Hay Hay sudah mempergunakan kesempatan itu untuk meloncat ke dekat Han Siong dan membebaskan totokan pada tubuh sahabatnya itu. Han Siong terbebas dan diapun bersama Hay Hay meloncat ke dekat Kim Mo Siankouw.

Bukan main marahnya tiga orang pendeta itu. Gunga Lama menudingkan tongkatnya kepada wanita itu dan membentak,

"Kim Mo Siankouw, sungguh bagus perbuatanmu ini! Kami selamanya tidak pernah mencampuri urusanmu, akan tetapi hari ini engkau datang untuk menghina kami!"

Dengan sikap tenang namun sinar matanya mencorong, Kim Mo Siankouw rnenjawab,
"Gunga Lama, mengapa engkau tidak bercermin lebih dulu sebelum mencela orang lain? Pin-ni hendak bertanya, apa yang telah kalian lakukan terhadap muridku Mayang ini? Ketika kalian memberontak terhadap Dalai Lama, pin-ni tidak ambil perduli karena itu bukan urusanku. Akan tetapi, kalian berniat keji terhadap Mayang, dan kalian hendak memaksa pemuda ini menjadi Dalai Lama, untuk kalian peralat dalam pemberontakan kalian. Tentu saja pin-ni tidak mau tinggal diam saja!"

"Kalian datang mengantar nyawa!" Gunga Lama berteriak marah, lalu mengangkat tongkatnya dan memberi aba-aba kepada anak buahnya. "Serbu, dan bunuh mereka semua! Tangkap Sin-tong…..!"

Akan tetapi, kini Han Siong yang sudah menerima pedang pusaka Gin-hwa-kiam dari tangan Hay Hay, di samping Hay Hay yang juga memegang pedang pusaka Hong-cu-kiam, sudah siap menyambut serangan mereka.

Kim Mo Siankouw juga sudah siap dengan sebatang pedang di tangannya, sebatang pedang pusaka yang disebut Kim-lian-kiam (Pedang Teratai Emas) karena pada gagangnya yang terbuat dari emas itu terukir bunga teratai. Juga Mayang sudah siap dengan senjatanya yang khas, yaitu sebatang cambuk!

Gunga Lama yang merupakan tokoh pertama, segera menyerang Kim Mo Siankouw dengan tongkat saktinya yang memakai kelenengan. Ketika tongkat menyambar, terdengar suara kelenengan yang nyaring, akan tetapi sinar pedang di tangan Kim Mo Siankouw menyambut dengan tangkisan, bahkan sinar pedang membalas cepat sehingga amat mengejutkan Gunga Lama. Keduanya segera bertanding dengan seru, dan segera bermunculan banyak pendeta Lama membantu sehingga Kim Mo Siankouw dikeroyok.

Jang hau Lama menerjang ke arah Hay Hay dengan sabuk ular putihnya. Hay Hay pura-pura ketakutan.

"Hiiihh, kenapa senjatamu ular? Menjijikkan sekali!" katanya sambil mengelak, akan tetapi sambil membalik, pedangnya menyambar dan nampak sinar emas meluncur ke arah ular putih itu.






Janghau Lama terkejut dan cepat menarik kembali ularnya sehingga ular itu luput dari sambaran sinar pedang. Hay Hay tertawa dan menyerang lagi. Namun, lawannya cukup tangguh dan serangan balasan dengan ular berbisa itu amat berbahaya, maka biarpun dia tertawa-tawa, Hay Hay bergerak dengan hati-hati. Seperti juga dengan halnya Kim Mo Siankouw, dia segera dikeroyok oleh hampir sepuluh orang pendeta yang membantu Janghau Lama.

Han Siong menyambut Pat Hoa Lama yang menggunakan senjata sepasang cakar harimau. Pedang Gin-hwa-kiam di tangannya berubah menjadi gulungan sinar perak dan diapun dikeroyok oleh banyak pendeta. Seperti juga Hay Hay, dia mengamuk dengan pedangnya dan pedang Gin-hwa-kiam mengeluarkan suara berdesing-desing. Dalam beberapa gebrakan saja, Pat Hoa Lama terdesak, namun segera bermunculan delapan orang pendeta Lama yang mengeroyok Han Siong seperti yang terjadi pada Kim Mo Siankouw dan Hay Hay.

Melihat betapa gurunya, Hay Hay dan Han Siong sudah terlibat perkelahian dan dikeroyok, Mayang menjadi khawatir akan tetapi juga marah sekali.

"Kalian ini pendeta-pendeta sungguh tak tahu malu dan curang sekali! Beraninya hanya main keroyokan!"

Setelah membentak dan memaki-maki, gadis lincah ini lalu mengamuk pula diantara para pendeta yang membantu tiga orang tokoh besar itu.

Biarpun ruangan itu luas, namun dengan adanya perkelahian keroyokan ini, mereka mulai berpisah. Mayang sendiri tergeser keluar dari ruangan itu, dikeroyok oleh enam orang pendeta Lama yang berusaha keras untuk menangkapnya. Agaknya memang para pendeta pengikut para pendeta Lama pemberontak itu bukanlah pendeta-pendeta sejati, melainkan orang-orang yang pada dasarnya berbatin rendah, dan yang mempergunakan jubah dan kedudukan pendeta sebagai kedok saja untuk menutupi gejolak nafsu mereka yang masih menguasai diri.

Perkelahian terjadi semakin seru. Kim Mo Siankouw, Hay Hay, Han Siong dan Mayang harus menghadapi pengeroyokan kurang lebih enampuluh orang yang rata-rata memiliki kepandaian silat yang cukup tinggi sehingga tidak mengherankan kalau mereka itu mulai terdesak. Sudah beberapa orang pengeroyok yang roboh, namun sisanya masih terlalu banyak bagi mereka, dan mereka sudah merasa lelah sekali berkelahi selama hampir satu jam!

Untuk melarikan diri, tidak ada kesempatan lagi. Mereka berempat itu kini dikeroyok secara terpisah dan pihak pengeroyok terlampau banyak sehingga jangankan untuk melarikan diri, untuk bersatu dengan kawan-kawan saja mereka tidak sempat sama sekali. Datangnya serangan sepertj hujan dan setiap serangan lawan cukup berbahaya.
Terutama sekali Mayang. Biarpun ia lihai dan lincah, namun diantara mereka berempat, ia yang boleh dikata paling lemah. Masih untung baginya bahwa para pengeroyoknya jelas ingin menangkapnya hidup-hidup dan tidak ingin melukainya.

Hal ini membuat ia masih mampu bertahan sampai sekian lamanya walaupun ia sudah hampir kehabisan tenaga dan napas Gadis inipun maklum mengapa para lawan itu tidak melukainya dan mengapa pula mereka hendak menangkapnya hidup-hidup. Hal ini membuat ia menjadi semakin marah dan iapun mengamuk mengambil keputusan untuk berkelahi sampai mati dari pada harus menyerah. Yang terutama membuat ia muak dan hampir tidak tahan, hampir muntah atau pingsan adalah bau keringat para pengeroyoknya!

Mereka mengenakan jubah, karenanya tubuh mereka mengeluarkan banyak keringat. Ditambah lagi, agaknya mereka jarang mandi dan jarang berganti pakaian sehingga bau tubuh mereka sungguh memuakkan! Ia sudah terbiasa mencium bau ternak, domba atau sapi, akan tetapi tidak pernah ada yang baunya sebusuk gerombolan orang yang mengeroyoknya itu !

Dengan kemarahan yang meluap dan kenekatan yang luar biasa, Mayang sudah berhasil merobohkan dua orang pengeroyok, akan tetapi tetap saja ia dikeroyok oleh sepuluh orang! Menghadapi pengeroyokan lima atau empat orang saja mungkin saja ia hanya dapat mengimbangi mereka, kini dikeroyok sepuluh! Napasnya sudah memburu dan keringatnya membasahi seluruh tubuh. Cambuknya masih meledak-ledak, akan tetapi ledakannya tidak senyaring tadi, tanda bahwa tenaganya sudah banyak berkurang.

Kim Mo Siankouw adalah seorang wanita sakti. Ilmu kepandaiannya tinggi dan seperti juga Hay Hay dan Han Siong, andaikata tidak dikeroyok oleh demikian banyaknya lawan, tentu Gunga Lama tidak akan mampu menandinginya. Seperti dua orang pemuda sakti itu, ia dikeroyok oleh dua belas orang dan biarpun ia sudah merobohkan tiga orang pengeroyok, tetap saja masih ada sembilan orang pengeroyok yang mengepung ketat. Tongkat sakti Gunga Lama sendiri amat berbahaya, dan para pembantunya juga merupakan pendeta-pendeta yang dahulunya menjadi jagoan-jagoan dari Dalai Lama.

Demikian pula dengan Han Siong dan Hay Hay. Mereka berdua mengamuk, akan tetapi harus mereka akui kebenaran berita yang pernah didengarnya bahwa Tibet merupakan kedung atau gudangnya orang-orang yang berilmu tinggi. Baru sekarang mereka merasakan buktinya.

Janghau Lama dan Pat Hoa Lama pasti tidak akan mampu menandingi mereka, akan tetapi dengan pengeroyokan seperti itu, mereka berdua merasa lelah dan juga terdesak.

Pada saat yang amat berbahaya bagi empat orang penyerbu itu, terutama bagi Mayang karena gadis ini mulai terhuyung-huyung dan nayris tertangkap, tiba-tiba terdengar bunyi lonceng yang di susul suara doa yang di lakukan banyak orang secara berbareng. Makin lama, semakin nyaring bunyi doa yang di lakukan banyak orang secara berbareng. Makin lama, semakin nyaring bunyi doa yang memanjang itu.

Mendengar ini, Gunga Lama dan kawan-kawannya menjadi pucat wajahnya. Pat Hoa Lama yang tadinya mengeroyok Han Siong, begitu mendengar suara itu, segera menyusup lenyap diantara anak buahnya dan dia cepat berloncatan menghampiri Mayang. Ketika itu, Mayang masih dikeroyok dan sudah terhuyung-huyung. Tiba-tiba, Pat Hoa Lama meloncat di dekatnya dan menyambar tubuh mayang.

Melihat ini, Kim Mo Siankouw mengeluarkan suara teriakan melengking, tubuhnya sudah mencelat meninggalkan Gunga Lama dan kawan-kawannya yang kelihatan bingung, dan ia sudah menghadang di depan Pat Hoa Lama, dengan pedang di tangan.

"Pat Hoa Lama, lepaskan murid pin-ni!" bentaknya.

"Kim Mo Siankouw, biarkan aku pergi! Muridmu ini hanya kujadikan sandera agar aku dapat meloloskan diri. Kalau engkau menghalangiku, terpaksa kubunuh dulu muridmu ini!"

Berkata demikian, Pat Hoa Lama yang memanggul tubuh Mayang mendekatkan cakar harimaunya di kepala Mayang dan diapun melompat pergi. Kim Mo Siankouw tertegun, tak berani bergerak karena ia tahu bahwa kalau ia nekat menyerang, sebelum ia dapat merobohkan Pat Hoa Lama, tentu muridnya akan dibunuh lebih dulu oleh pendeta sesat itu. Sementara itu, Gunga Lama dan kawan-kawannya sudah menyerangnya lagi walaupun mereka berada dalam keadaan ketakutan.

Suara itu makin bergemuruh dan tiba-tiba muncullah Dalai Lama dengan para pendeta Lama yang jumlahnya kurang lebih seratus orang! Dengan sikap anggun dan agung Dalai Lama meloncat ke atas meja dan berdiri sambil memegang tongkatnya. Melihat ini, para pendeta pemberontak menjadi panik. Akan tetapi, pada saat itu, para pengikut Dalai Lama sudah menyerbu dan kacaulah keadaan para pemberontak.

Gunga Lama yang melihat munculnya Dalai Lama dengan para pengikutnya, menjadi putus harapan dan nekat. Dia menggereng dan biarpun kini para pembantunya terpaksa harus menghadapi para pendeta dari Lasha, dengan marah dan nekat dia lalu menggunakan tongkatnya menyerang Kim Mo Siankouw. Wanita ini menyambut dengan tangkisan pedangnya.

“Tranggg!!” pedang itu meleset dan terus meluncur ke arah perut Gunga Lama.

Pendeta itu memutar tongkat dan gagang tongkat menangkis pedang, dan pada saat itu tangan kiri Kim Mo Siankouw menyambar ke arah kepalanya dengan tamparan yang amat dahsyat! Gunga Lama terkejut. Setelah kini tidak di bantu oleh kawan-kawannya, dan wanita sakti itu menyerangnya dengan sungguh-sungguh, dia segera terdesak.

Karena tidak dapat menangkis tamparan itu, dia mengelak dengan loncatan mundur, namun Kim Mo Siankouw sudah meloncat dan mengejar dengan sambaran pedang bertubi-tubi.

Gunga Lama mencoba untuk menangkis, akan tetapi tiba-tiba tubuhnya mengejang dan dia roboh sambil mendekap dada dengan tangan, tongkatnya terlempar. Ternyata dengan kecepatan kilat, tadi pedang di tangan Kim Mo Siankouw sudah berhasil menembus dada dan jantungnya dan robohlah Gunga Lama dan tewas seketika.

Hampir berbareng dengan robohnya Gunga Lama, Janghau Lama juga roboh oleh pedang Han Siong. Janghau Lama juga ditinggalkan kawan-kawannya yang terpaksa menghadapi pengeroyokan para pendeta pengikut Lama yang lebih banyak jumlahnya.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar