*

*

Ads

Rabu, 01 Agustus 2018

Ang Hong Cu Jilid 091

Tiga orang pendeta Lama yang membawa Han Siong dari Hok-lam sampai keperbatasan Tibet itu memang merupakan tokoh-tokoh besar di Tibet. Kim Mo Siankouw sudah mengenal mereka sebagai tiga orang tokoh yang dahulu menjadi pembantu-pembantu Dalai Lama kini menjadi tiga orang pimpinan sekelompok pendeta Lama yang memberontak terhadap Dalai Lama.

Mula-mula, jumlah mereka yang memberontak ini tidak kurang dari dua ratus orang. Akan tetapi setelah Dalai Lama dan para pengikutnya yang terdiri dari banyak orang pandai menghancurkan pemberontakan itu, jumlah mereka paling banyak tinggal lima puluh orang lagi.

Gunga Lama, Janghau Lama dan Pat Hoa Lama mengajak Han Siong naik ke puncak Bukit Bangau. Han Siong masih terus bersandiwara, pura-pura tunduk terhadap pengaruh sihir dan dia mengikuti mereka sambil diam-diam memperhatikan lingkungan bukit itu. Ketika melihat puluhan orang pendeta Lama di puncak bukit, diam-diam Han Siong merasa terkejut dan heran. Juga dia khawatir sekali. Bagaimana Hay Hay dapat terus membayanginya kalau puncak bukit ini terdapat demikian banyaknya pendeta Lama? Akan tetapi, dia terus mengikuti dan dia mendengar betapa Pat Hoa Lama memerintahkan lima orang pendeta Lama untuk turun bukit dan mencari gadis bernama Mayang.

"Ia seorang gadis manis yang pekerjaannya menggembala dan mengawal pengiriman ternak. Tangkap gadis itu dan bawa kesini, jangan melukainya, apalagi membunuhnya!" demikian pesan Pat Hoa Lama kepada lima orang muridnya.

Kiranya pendeta yang batinnya sesat dan menjadi hamba nafsunya sendiri itu masih merasa penasaran karena gadis yang membuatnya tergila-gila itu terlepas dari tangannya.

Setelah memerintahkan lima orang murid itu, Pat Hoa Lama dan dua orang suhengnya membawa Han Siong masuk ke dalam bangunan induk di puncak itu. Mereka mengajak pemuda itu duduk di dalam sebuah ruangan yang luas dan menghadapi pemuda yang duduk santai dan nampak tidak bersemangat itu.

"Pek Han Siong," terdengar Gunga Lama berkata, suaranya mengandung penuh wibawa dan sinar mata tiga orang itu menatap wajah Han Siong dengan dorongan tenaga sihir yang amat kuat.

Han Siong merasa betapa jantungnya terguncang dan seluruh tubuhnya tergetar. Dia terpaksa menyerah, karena kalau dia mempergunakan kekuatan pada kalung kemalanya, dia khawatir kalau rahasianya ketahuan. Diapun memejamkan matanya dan merasa betapa keadaan sekelilingnya berputaran dan dalam keadaan setengah sadar itu dia mendengar suara yang berwibawa itu.

"Pek Han Siong, mulai detik ini engkau adalah calon Dalai Lama! Ingat baik-baik, sejak lahir engkau sudah ditakdirkan untuk menjadi Dalai Lama! Engkau akan kami angkat menjadi Dalai Lama dan upacara pengangkatannya dilaksanakan siang nanti. Sekarang, engkau beristirahatlah, tidurlah di kamar yang sudah dipersiapkan, dan terimalah nasibmu yang mengangkat dirimu menjadi calon Dalai Lama"

Setengah terpaksa dan setengah pula sadar, Han Siong menjawab,
"Saya mentaati…..”

Gunga Lama dan dua orang sutenya lalu bangkit. Gunga Lama menghampiri Han Siong, memegang lengannya dan pemuda itu dituntun ke sebuah kamar.

Dia lalu disuruh memasuki kamar. Kamar itu cukup mewah dan terdapat sebuah pembaring di tengah kamar. Han Siong yang merasa lesu dan lelah, menghampiri pembaringan lalu merebahkan diri, sebentar saja pulas!

Tiga orang pendeta Lama itu lalu memanggil anak buah mereka.
"Jaga dia baik-baik. Kalau dia bergerak dan sadar, beritahu kepada kami!"

Kemudian tiga orang pendeta Lama ini sibuk di dalam sebuah ruangan sembahyang, mempersiapkan upacara sembahyang besar untuk pengangkatan Pek Han Siong menjadi Dalai Lama! Sudah dipersiapkan pula pisau untuk menggunduli kepala Han Siong, juga jubah pendeta Dalai Lama yang tersulam indah, bahkan juga sebatang tongkat komando sebagai tanda bahwa dia adalah Dalai lama yang berkuasa penuh!

Setelah matahari naik tinggi dan dari atap yang terbuka sinar matahari menimpa gambar pat-kwa (segi delapan) yang berada di atas meja sembahyang, tepat di tengahnya tiga orang pendeta lama itu lalu menggugah Han Siong yang tidur nyenyak.

Pemuda itu terbangun dan teringat akan keadaannya. Akan tetapi dia dapat segera membiarkan dirinya hanyut lagi dalam gelombang kekuatan sihir, akan tetapi diam-diam dia menggunakan tangan kiri untuk menekan kalung kemala ke dadanya sehingga dia tidak begitu tenggelam ke dalam gelombang pengaruh sihir tiga orang kakek itu.

Ketika dia dituntun dan disuruh duduk bersila di atas kasur bundar di depan meja sembahyang, dia melihat semua perlengkapan upacara sembahyang itu.






"Losuhu, apa yang akan sam-wi (kalian bertiga) lakukan kepada saya?"

Han Siong bertanya, menekan suaranya sehingga terdengar wajar saja. Pada hal dia merasa gelisah dan menduga-duga dimana adanya Hay Hay. Dia mengharapkan Hay Hay berada di dekat situ kalau sampai dirinya terancam bahaya. Pertanyaan itu dia ajukan agar dia tahu apa yang akan mereka lakukan terhadap dirinya.

Tiga orang pendeta itu saling pandang sejenak, agaknya terkejut dan heran melihat bahwa pemuda itu masih mampu mengajukan pertanyaan, hal yang membuktikan bahwa pemuda itu tidak sepenuhnya berada di bawah pengaruh sihir mereka. Akan tetapi, mereka tidak merasa khawatir. Pemuda itu telah berada di dalam cengkeraman mereka, telah berada di sarang mereka. Andaikata tidak terpengaruh sihirpun, tidak mungkin akan mampu meloloskan diri lagi.

"Begini, Sin-tong," kata Gunga Lama, sengaja menyebut Sin-tong kepada pemuda itu. "Sejak engkau dilahirkan, engkau sudah ditakdirkan menjadi Dalai Lama. Oleh karena itu, kami hendak mengadakan upacara sembahyang besar untuk mengangkatmu menjadi Dalai Lama yang baru."

“Tapi….. bukankah masih ada Dalai Lama….?”

"Hemm, dia sudah tidak patut menjadi Dalai Lama, sudah tersesat dan menyeleweng. Engkaulah yang seharusnya diangkat menjadi Dalai Lama yang baru, dan kita akan menggulingkan Dalai Lama yang tua itu. Engkau yang berhak menjadi Dalai Lama, menguasai seluruh Tibet!" kata Gunga Lama.

Biarpun tidak memperlihatkan sesuatu pada mukanya, namun diam-diam Han Siong terkejut dan kini mengertilah dia, atau dia sudah dapat menduga apa yang dilakukan tiga orang ini. Kiranya, dia bukan dihadapkan kepada Dalai Lama, melainkan oleh tiga orang ini hendak diangkat menjadi Dalai Lama yang baru, Dalai Lama tandingan dengan maksud merebut kedudukan Dalai Lama! Dia akan dijadikan Dalai Lama boneka, dan tentu selanjutnya semua kekuasaan berada di tangan tiga orang ini.

"Tidak, losuhu, aku tidak mau menjadi Dalai Lama!"

Tiba-tiba Han Siong berseru dan terpaksa dia tidak dapat lagi bersandiwara. Biarpun tadinya dia sudah hampir hanyut di dalam gelombang tenaga sihir mereka, namun berkat pengerahap tenaga batinnya dibantu khasiat kalung kemala, dia dapat meronta dan melepaskan diri dari cengkeraman sihir dan diapun meloncat berdiri. Dia merasa terlalu ngeri membayangkan bahwa dia dipaksa menjadi Dalai Lama untuk maksud pemberontakan!

Tiga orang pendeta itu terkejut setengah mati. Tak mereka sangka bahwa pemuda itu dapat melepaskan diri dari belenggu sihir mereka. Tahulah mereka bahwa mereka terlalu memandang rendah kepada pemuda ini sehingga mereka lengah dan kurang kuat menguasainya.

"Pek Han Siong, engkau tidak boleh menolak lagi!" bentak Gunga Lama dan dia sudah memegang tongkatnya yang memakai kelenengan hitam.

Juga Janghau Lama sudah meloloskan sabuknya yang mengerikan, yaitu sabuk hidup, seekor ular putih. Dan Pat Hoa Lama juga sudah mengeluarkan sepasang cakar harimau yang merupakan senjatanya yang ampuh. Mereka membentuk segi tiga mengepung Han Siong.

Han Siong maklum bahwa dirinya berada dalam bahaya. Selain tiga orang kakek ini yang dia tahu amat lihai, juga kini puluhan orang pendeta yang melihat betapa dia telah terlepas dari pengaruh sihir, sudah mengepung ruangan itu dengan senjata di tangan!

"Losuhu sekalian, harap jangan memaksaku," kata Han Siong untuk mencari waktu sambil menanti munculnya Hay Hay. "Kalau cu-wi suhu hendak memberontak kepada Dalai Lama, silakan akan tetapi jangan membawa-bawa aku. Aku tidak mempunyai urusan apapun dengan para pendeta Lama di Tibet dan sejak kecilpun aku tidak suka dijadikan Dalai Lama."

"Orang muda, percuma saja engkau menolak. Lihat, engkau telah kami kepung dan tak mungkin engkau akan mampu meloloskan diri dalam keadaan hidup!" bentak Gunga Lama sambil memberi isarat kepada dua orang sutenya.

Mereka mencoba untuk menggertak dan menakut-nakuti pemuda itu. Mereka tidak tahu bahwa Han Siong adalah seorang pemuda gemblengan yang tentu saja tidak gentar menghadapi ancaman. Bagi seorang pemuda berjiwa pendekar seperti dia, kematian bukan merupakan suatu hal yang terlalu menakutkan. Mati dalam kebenaran bahkan membanggakan hati, sebaliknya hidup dalam keadaan sesat merupakan hal yang dipantang sekali.

“Bagaimanapun juga, kalian tidak akan dapat memaksaku untuk menjadi Dalai Lama dan membantu pemberontakan kalian." kata pula Han Siong.

Tiga orang pendeta Lama itu ternyata sudah menyimpan senjata masing-masing dan kini sesuai dengan isarat yang dilakukan Gunga Lama, mereka bertiga sudah menubruk dari tiga jurusan untuk menangkap Han Siong. Akan tetapi, pemuda ini sudah siap siaga. Dia cepat mengelak dan membalas dengan ayunan kedua lengannya dalam ilmu Pek-hong Sin-ciang (Tangan Sakti Pelangi Putih) menangkis ke tiga jurusan.

"Wuuuttt…… wuuuttt ….!"

Kedua lengan itu mengeluarkan angin pukulan yang amat kuat sehingga tiga orang penyerang itu terdorong ke belakang. Mereka makin terkejut dan tiba-tiba mereka mengeluarkan teriakan yang parau rendah sekali, lalu teriakan itu meningkat menjadi tinggi. Mereka menggerak-gerakkan kedua tangan ke arah Han Siong.

Pemuda ini merasa betapa seluruh tubuhnya menggigil. Selagi dia mengerahkan tenaga batinnya, terdengar pula suara gemuruh dan ternyata para pendeta Lama yang mengepung ruangan itu juga sudah mengeluarkan suara teriakan seperti itu. Tidak begitu kuat, akan tetapi karena keluar dari perut puluhan orang. Tentu saja menjadi kuat bukan main dan tubuh Han Siong semakin menggigil.

"Hay Hay !"

Han Siong masih ingat untuk memanggil kawannya itu. Akan tetapi tiga orang pendeta lama itu sudah menubruk dan dia tidak mampu menghindarkan diri lagi ketika tubuhnya ditotok dan diapun roboh tak berdaya. Pengaruh sihir menguasainya lagi dan pikirannya menjadi gelap.

Han Siong tidak sadar. Dia tidak tahu betapa pakaiannya dilucuti dan sebagai penggantinya, dia dibungkus dengan pakaian pendeta Dalai Lama yang hanya merupakan kain sutera yang dilibat-libatkan di tubuhnya. Dia juga tidak melihat betapa sembahyangan sudah diatur di atas meja, lilin-lilin besar dinyalakan dan dupa dibakar.

Ketika Han Siong sadar, dia mendapatkan dirinya sudah duduk bersila di depan meja sembahyang, seperti tadi sebelum dia memberontak. Biarpun kepalanya agak pening, namun dia sadar! Dia melirik ke arah kalung di lehernya. Batu kemala itu masih ada. Agaknya para pendeta tidak mencurigai batu kemala itu maka dibiarkannya tergantung di lehernya, tidak dirampas dan berkat kekuatan batu kemala itulah maka kini Han Siong masih dapat sadar kembali dari pengaruh sihir.

Akan tetapi ketika dia hendak menggerakkan tubuh, ternyata kaki tangannya tidak dapat dia gerakkan. Dia dalam keadaan tertotok! Ini lebih hebat dari pada pengaruh sihir. Pengaruh sihir masih dapat dilawan kekuatan batinnya dibantu khasiat batu kemala. Akan tetapi totokan itu membuat dia benar-benar tak berdayar tak mampu berkutik lagi. Dia juga melihat betapa pakaiannya sudah berganti pakaian pendeta Lama! Jantungnya berdebar tegang.

Apalagi ketika dia melihat tiga orang pendeta Lama itu berlutut di dekatnya, menghadap meja sembahyang dan berdoa. Doa yang terdengar aneh dan tidak dimengertinya. Kemudian, tiga orang itu selesai sembahyang dan Gunga Lama memegang sebatang pisau yang mengkilap saking tajamnya. Janghau Lama memegang sebuah bokor emas berisi air kembang, mulailah Janghau Lama membasahi rambut kepalanya! Dan Pat Hoa Lama memegangi kepalanya.

Tahulah dia. Dia akan digunduli! Dia akan dipaksa menjadi pendeta. Menjadi Dalai Lama! Akan tetapi apa daya? Dia tidak mampu bergerak, bahkan ketika dia hendak mengeluarkan suara untuk membantah, suaranya tidak keluar! Lehernya sudah tertotok pula, membuat dia tidak mampu bersuara!

Kini Gunga Lama mempergunakan tangan kirinya menjambak rambut kepalanya, mulutnya mengeluarkan doa pendek dan tangan kanan yang memegang pisau tajam sudah siap untuk mencukur rambutnya! Beberapa detik lagi dia akan gundul. Gunga Lama menggerakkan tangan kanan yang memegang pisau dan …..

"Tahan! Gunga Lama, engkau tidak boleh melakukan hal itu!"

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar