*

*

Ads

Senin, 30 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 088

"Mayang, jangan membantah kehendak Siankouw!" kembali ibu gadis itu menegur dan Mayang tidak melanjutkan kata-katanya, hanya memandang terbelalak kepada Hay Hay, merasa kasihan karena bagaimana pemuda lemah itu akan mampu menandingi lima orang pendeta Lama itu? Melawan seorang dari merekapun tidak akan mampu. Tentu dia akan tewas, tiba-tiba ia merasa khawatir dan gelisah sekali.

Tidak, pikirnya, pemuda itu tidak boleh mati. konyol. la tidak berani lagi membantah subonya, akan tetapi diam-diam ia akan berjaga-jaga dan akan melindungi Hay Hay!

Sementara itu, diam-diam Hay Hay kagum bukan main kepada guru Mayang. Wanita tua yang masih cantik dan lembut itu sungguh memiliki penglihatan yang amat tajam. Tentu ia telah tahu bahwa dia memiliki kepandaian, kalau tidak demikian, tidak mungkin ia menyuruh dia melawan lima orang pendeta Lama ini! Maka diapun tersenyum, dan masih berpura-pura tolol karena melihat sikap Mayang.

"Aihh, syaratnya berat amat! Akan tetapi, baiklah, Siankouw. Demi menolong sahabatku, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk melawan lima ekor anjing gundul ini.”

Melihat sikap Hay Hay, Mayang merasa girang dan bangga. Biarpun jelas bahwa pemuda itu bukan lawan lima orang pendeta Lama yang ia duga tentu lihai, namun pemuda itu sudah memperlihatkan sikap yang gagah! Berani memaki mereka sebagai lima ekor anjing gundul, meniru makiannya tadi.

"Benar, Hay Hay. Hantam kepala lima ekor anjing gundul itu. Jangan takut, kalau mereka akan menggigitmu, akan kuketok kepala mereka yang gundul itu!" teriaknya penuh semangat.

Gurunya dan ibunya hanya melirik saja dan tersenyum karena biarpun berteriak, gadis itu tidak turun tangan, mentaati perintah subonya tadi.

Hay Hay melirik kepada Mayang dan masih tersenyum, lalu dengan langkah gontai seperti orang yang tidak bertenaga dia maju menghampiri lima orang pendeta Lama itu.
Lima orang pendeta Lama itu adalah tokoh-tokoh di Tibet, dan merupakan tangan kanan dari tiga orang pendeta Lama yang bersarang di Bukit Bangau. Mereka sudah marah ketika tadi mendengar penghinaan Mayang, gadis manis yang berani memaki mereka sebagai lima ekor anjing gundul.

Dan kini, kembali mereka dimaki dan yang memaki adalah pemuda yang kelihatan lemah ini, bahkan tadi gadis itu hendak mencegah pemuda ini maju karena dikatakan bahwa pemuda ini lemah. Dalam kemarahan itu, lima orang pendeta Lama bermaksud untuk mempermainkan dan menghina Hay Hay. Seorang diantara mereka yang kurus kering berkata dengan suaranya yang parau besar, tidak sesuai dengan tubuhnya.

"Saudara-saudara sekalian, monyet cilik ini hendak melawan kita? Ha-ha, mari kita membikin dia menari-nari!"

Ucapan ini merupakan isarat kepada kawan-kawannya agar mereka mempergunakan kekuatan sihir saja untuk mempermainkan dan menghina Hay Hay, yaitu menyihirnya agar dia bersikap seperti seekor monyet! Mereka berlima mengerahkan kekuatan sihir mereka, menatap wajah Hay Hay dengan tajam, kemudian si kurus tadi membentak lagi, kini kekuatan sihirnya disatukan dengan kekuatan empat orang kawannya.

"Orang muda, engkau adalah seekor monyet yang baru keluar dari dalam hutan! Ingatlah baik-baik, engkau seekor monyet! Monyet! Monyet! Monyet! Hayo monyet, engkau menari-narilah!"

Mayang merasa benar akan gelombang kekuatan sihir itu. Bagi dirinya sendiri yang sudah kebal, gelombang kekuatan itu hanya lewat saja tanpa membekas, akan tetapi ia khawatir sekali melihat Hay Hay karena bagaimana mungkin pemuda yang tidak mengenal sihir itu akan mampu bertahan menghadapi serangan ilmu sihir sekuat itu? Ia melihat Hay Hay tersenyum lebar, lalu memandang seperti orang bingung dan heran.

"Monyet? Aku disuruh menjadi monyet? Ha-ha, baiklah, aku akan menari seperti monyet. Akan tetapi pertunjukan monyet harus dilengkapi dengan segerombolan anjing! Dan kalian yang menjadi lima ekor anjingnya! Anjing gundul, ha-ha! Kalian lima ekor anjing gundul, hayo kalian menggonggong, biar aku jadi monyet menari-nari!”

Kini Mayang terbelalak. Apa yang telah dilihatnya? Lima orang pendeta Lama itu tiba-tiba saja merangkak-rangkak dan menggonggong seperti anjing, menyalak-nyalak dan meringis-ringis! Tadinya ia mengira bahwa mungkin subonya yang telah membantu Hay Hay sehingga ia merasa girang sekali. Akan tetapi ketika ia menoleh kepada subonya, ia melihat betapa subonya juga terbelalak dan terheran-heran, maka ia cepat memandang lagi ke arah Hay Hay dan lima orang pendeta Lama itu.

Lima orang pendeta itu masih merangkak-rangkak, berloncatan ke sana-sini sambil menyalak-nyalak dan Hay Hay kini meloncat ke atas punggung pendeta kurus kering. Sambil menari-nari dan menggaruk-garuk tubuh seperti seekor monyet, Hay Hay berloncatan dari satu punggung ke lain punggung, persis seekor monyet yang bermain-main dengan lima ekor anjing. Riuh rendah suara lima orang pendeta itu menggonggong dan menyalak-nyalak dengan galak.






Mayang hampir tidak dapat percaya akan pandang matanya sendiri. Sudah jelas bahwa Hay Hay agaknya berada di bawah pengaruh sihir dan bersikap seperti seekor monyet, akan tetapi mengapa lima orang pendeta yang menyihir Hay Hay itu seperti terkena sihir pula? Bahkan lebih parah dari Hay Hay? Kalau Hay Hay hanya bersikap seperti monyet, menggaruk-garuk dan menari-nari namun masih bisa bercakap-cakap, lima orang pendeta Lama itu benar-benar bersikap dan bersuara seperti anjing! Akan tetapi ketika kembali Mayang menoleh kepada subonya, ia melihat subonya kini tidak terheran-heran lagi. Subonya tersenyum-senyum!

Kini ia melihat Hay Hay meloncat turun dari punggung para pendeta Lama itu, masih berjingkrak-jingkrak dan menggaruk-garuk dada dan punggung seperti monyet, sambil tertawa-tawa.

"Ha-ha-ha, bagus, bagus! Anjjng-anjing gundul, kalian sekarang boleh saling serang, lima ekor anjing berebut tulang dan aku monyetnya yang memberi tulang!"

Hay Hay, dengan gerakan mirip monyet, mengambil sepotong kayu dan melemparkan kayu ke arah lima orang pendeta yang masih merangkak-rangkak dan berloncat-loncatan itu dan terjadilah suatu penglihatan yang membuat Mayang kini tertawa terkekeh-kekeh!

Lima orang pendeta itu bagaikan lima ekor anjing tulen, kini menyerbu dan saling memperebutkan "tulang" yang bukan lain hanya sepotong kayu itu! Mereka saling terkam dan saling gigit diantara gonggongan yang riuh rendah! Ada yang kena gigit telinganya sampai robek, kena gigit hidungnya sampai berdarah dan melihat semua ini, Mayang tertawa terpingkal-pingkal sampai memegangi perut yang terguncang-guncang dan menjadi keras.

Tiba-tiba terdengar suara Hay Hay,
"Sudah...... sudah ,cukup! Kalian ini lima orang pendeta Lama, kenapa bermain-main seperti anak-anak kecil?"

Tiba-tiba saja lima orang pendeta itu berloncatan berdiri dan saling pandang. Wajah mereka tiba-tiba menjadi pucat, lalu menjadi merah sekali. Mereka menyusut darah dari muka dan kini mereka memandang kepada Hay Hay dengan mata melotot penuh kemarahan.

"Srat! Srat! Singg.... !"

Nampak sinar berkilauan dan lima orang pendeta Lama itu telah mencabut golok dari sarung golok yang menempel di punggung mereka. Mereka ini mengepung Hay Hay dengan golok di tangan, sikap mereka beringas dan penuh ancaman sehingga Mayang memandang dengan muka berubah agak pucat.

"Heii, kalian ini berpakaian pendeta, kenapa memegang golok? Apakah pekerjaan kalian menjagal babi?"

Hay Hay agaknya tidak sadar akan bahaya maut yang mengancam maka masih sempat berkelakar.

“Kami memang jagal, sekali ini hendak menjagal kamu monyet busuk!" bentak seorang diantara mereka yang hidungnya pecah berdarah karena digigit kawannya sendiri.

"Hemm, kalian tadi memperebutkan tulang, sekarang tulangnya ditinggal begitu saja!" kata Hay Hay dan diapun mengambil sepotong kayu tadi, yang besarnya selengan dan panjangnya tiga kaki.

"Orang muda sombong, bersiaplah untuk mampus!" bentak lima orang pendeta itu yang sudah mengepungnya.

"Hay Hay, mundurlah! Mereka itu lihai dan engkau tidak pandai silat.... !"

Tiba-tiba Mayang berteriak karena gadis ini merasa khawatir sekali. Hay Hay menoleh kepadanya dan tersenyum!

"Biarlah, Mayang. Justeru karena mereka itu lihai, maka hendak kuhadapi dengan gerakan yang bukan silat. Aku menjadi monyet, aku akan bergerak seperti monyet."

"Jangan, Hay Hay! Engkau akan celaka…… !"

Mayang sudah siap untuk meloncat ke depan, untuk menggantikan Hay Hay, atau setidaknya untuk melindunginya, akan tetapi subonya menegurnya.

"Mayang, jangan mencampuri!"

Mayang terkejut dan cepat ia menghampiri subonya, lalu menjatuhkan diri duduk di atas tanah dekat subonya yang juga sudah duduk di atas sebuah bangku yang tadi disediakan oleh seorang pelayan wanita. Ibu gadis itu juga duduk di atas bangku di sebelah kiri Kim Mo Siankouw.

"Subo, bagaimana ini? Jangan biarkan Hay Hay tewas, subo. Dia akan mati konyol……”

"Husshhh….., Mayang, kau pergunakanlah matamu baik-baik. Sejak bertemu tadi aku sudah melihat bahwa pemuda itu sama sekali bukan orang lemah. Kau lihat saja!"

Gadis itu terkejut dan merasa heran. Hay Hay bukan orang lemah? Dengan bingung ia memandang dan melihat betapa kini lima orang pendeta Lama itu sudah mulai menyerang dengan golok mereka. Gulungan sinar golok menyambar-nyambar ganas dan hampir Mayang memejamkan mata karena ngeri membayangkan tubuh pemuda itu akan tersayat-sayat.

Akan tetapi aneh! Ia melihat tubuh pemuda itu bergerak seperti monyet, berloncatan ke sana-sini, tangan kanan memegang tongkat dan tangan kiri menggaruk-nggaruk sana-sini di tubuhnya, dan lima batang golok itu tidak pernah mampu menyentuhnya! Mula-mula Mayang terbelalak, terheran-heran, akan tetapi segera ia tersenyum dan akhirnya ia berteriak-teriak saking gembiranya.

Hay Hay tentu saja bukan lawan lima orang pendeta Lama itu. Dengan mudah saja pendekar ini menggunakan ilmu Ji-auw-pouw-poan-san, yaitu gerak langkah kaki ajaib yang membuat tubuhnya selalu dapat mengelak dari sambaran lima batang golok. Hanya gerakannya itu dicampurnya dengan gerakan dan loncatan mirip monyet sehingga nampak lucu sekali. Dan tongkat di tangannya itu membantunya, setiap kali ada golok yang terlalu berbahaya menyambarnya, tongkat bergerak dan ujungnya mendorong golok lawan sehingga menyerong.

Lima orang pendeta Lama itu terkejut, akan tetapi juga penasaran dan marah sekali. Tadi mereka telah dihina secara luar biasa, yaitu mereka seolah-olah menjadi seperti anjing yang saling serang sendiri. Sekarang, golok mereka sama sekali tidak mampu menyentuh tubuh pemuda itu, padahal pemuda itu tidak pandai silat katanya, dan juga kini hanya bergerak seperti monyet. Namun golok mereka selalu membacok dan menusuk udara kosong!

"Bocah keparat! Kalau berani, hadapilah kami dan mari kita mengadu kepandaian, bukan terus mengelak seperti itu!" bentak si kurus kering.

"Singgg…. !"

Goloknya menyambar ke arah leher Hay Hay dari kanan ke kiri. Hay Hay merendahkan tubuhnya dan golok itu menyambar lewat di atas kepalanya.

"Nih tulang, makanlah!" kata Hay Hay dan tiba-tiba, tanpa dapat dihindarkan lagi oleh si tinggi kurus, ujung tongkat itu telah menusuk ke arah mulutnya, dan terdengar bunyi berkerotokan!

"Auhhhh…….!"

Si tinggi kurus terjengkang dan dia menutupi mulutnya yang berdarah-darah karena sebagian besar giginya bagian depan telah rontok dan tanggal karena mulut itu dijejali ujung tongkat!

Empat orang pendeta lainnya menjadi terkejut, akan tetapi juga marah sekali. Golok mereka menyambar-nyambar semakin ganas. Namun, Hay Hay tidak ingin membuang banyak waktu lagi. Diapun kini membalas dan nampak sinar hijau bergulung-gulung ketika tongkatnya berkelebatan.

Terdengar suara tak-tuk-tak-tuk disusul teriakan kesakitan empat orang itu. Empat batang golok terlempar dan empat orang pendeta itu menghentikan serangan mereka dan kini mereka itu mengelus-elus kepala gundul mereka yang ternyata telah benjol-benjol karena tadi dihajar tongkat.

Lima orang pendeta itu maklum kini bahwa mereka berhadapan dengan lawan yang amat pandai, maka tanpa banyak cakap lagi, tanpa memungut golok mereka, lima orang pendeta Lama itu lari tunggang langgang tanpa pamit!

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar