*

*

Ads

Jumat, 27 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 085

Hay Hay tersenyum.
“Aku akan mati dengan mata tertutup atau setengah terbuka karena aku akan selalu mengenangmu dan menghibur diri bahwa yang membunuhku adalah guru dari seorang gadis seperti bidadari yang.......”

“Sudah, jangan mulai merayu lagi!” Mayang membentak akan tetapi tidak marah. “Jangan khawatir, kalau dia hendak membunuhmu, aku yang akan mintakan ampun bagimu dan biasanya subo memenuhi permintaanku. Akan tetapi kenapa engkau nekat hendak ikut aku menemui subo?”

“Aku amat mengkhawatirkan nasib saudaraku, dan aku ingin minta bantuan subomu untuk membebaskan dia.”

Kini Hay Hay mulai percaya akan keterangan Mayang bahwa tiga orang pendeta Lama itu tidak pergi ke Lasha dan agaknya memang ada suatu rahasia tersembunyi dibalik sikap para pendeta itu. Kalau mereka itu benar utusan Dalai Lama, tentu mereka merupakan pendeta-pendeta yang tinggi kedudukannya dan yang berwatak saleh, tidak seperti mereka itu yang telah membunuh Ci Goat, juga mempunyai niat cabul terhadap Mayang.

Dia maklum betapa lihainya tiga orang itu, apalagi kalau dibantu anak buah yang sampai seratus orang banyaknya. Dia perlu bantuan Mayang dan terutama sekali subonya yang agaknya merupakan seorang sakti yang mengasingkan diri di tempat sunyi ini.

"Baik, kalau begitu mari kita berangkat. Akan tetapi kuperingatkan engkau, Hay Hay, bahwa jalan pendakian ke rumah kami amat sukar. Apalagi dilakukan malam-malam begini. Sekali engkau salah langkah dan jatuh, engkau akan menggelinding ke dalam jurang yang amat curam dan tubuhmu akan hancur, nyawamu akan melayang."

"Aku tidak takut, Mayang. Kalau aku takut berarti aku memandang rendah kepadamu."

"Eh? Kenapa begitu?"

"Karena aku yakin engkau tentu akan melindungi aku dan menjadi petunjuk jalah agar aku jangan sampai terguling ke dalam jurang. Kalau aku takut, berarti aku kurang percaya akan kemampuanmu."

Mayang tersenyum akan tetapi mengerutkan alisnya,
"Engkau..... hemm, engkau bisa berbahaya!"

Ia tidak menjelaskan apa yang ia maksudkan, dan dengan kakinya ia lalu menginjak -injak api unggun sampai padam. Ia menganggap pemuda ini berbahaya karena pandai sekali bicara, pandai mengambil hati dengan rayuan-rayuannya yang sungguh menyenangkan hati!

Berangkatlah mereka menyusup-nyusup di antara pohon-pohon. Mayang berjalan di depan dan Hay Hay di belakangnya. Perjalanan yang sukar karena cuaca remang-remang, akan tetapi agaknya gadis itu sudah mengenal benar daerah itu. Ia melangkah tanpa ragu dan Hay Hay mengikuti dari belakangnya. Dia tahu bahwa kalau gadis itu melakukan perjalanan sendirian saja, tentu gerakannya lebih lincah dan gesit.

Kini, kalau ia terlalu cepat, Hay Hay berseru agar jangan meninggalkannya sehingga gadis itu melangkah biasa saja, tidak mempergunakan ilmu berlari cepat. Hay Hay memang sengaja tidak mau tergesa-gesa karena diam-diam dia harus mengenal daerah yang dilaluinya. Dia tidak tahu apa yang akan menimpa dirinya di tempat tinggal Mayang, maka yang terpenting dia harus tahu kemana dia pergi dan mengenal jalan kalau dia terpaksa harus melarikan diri dari tempat itu.

Pula, senang sekali berjalan di belakang gadis itu. Biarpun cuaca remang-remang, namun dia dapat menikmati penglihatan yang amat indah yaitu gerakan tubuh Mayang ketika melenggang di depannya.

Akhirnya mereka mulai mendaki bukit yang oleh gadis itu dikatakan sebagai tempat tinggal ibunya dan gurunya. Pegunungan Ning-jing-san mempunyai banyak puncak dan mereka tadi memang berada di daerah pegunungan itu. Sebuah diantara puncaknya menjadi tempat tinggal Mayang, ibunya dan subonya.

Puncak itu disebut Puncak Awan Kelabu dan menjadi tempat pertapaan guru Mayang. Di tempat itu mereka mengusahakan ternak dan biarpun hidup di tempat sunyi, mereka tidak kekurangan sesuatu.

Setelah mereka mendaki puncak itu, Hay Hay mendapat kenyataan bahwa peringatan gadis itu memang benar. Jalan setapak itu amat sukar, licin dan juga sempit. Ada jalan yang lebarnya hanya setengah meter, dikanan kirinya merupakan jurang yang amat curam. Sekali kaki terpeleset, nyawa taruhannya.

"Aihh, sungguh mengerikan!” Kata Hay Hay berpura-pura. "Kalau jalan ke tempat tinggalmu begini sukar, bagaimana engkau bisa menggiring ternak melalui jalan seperti ini?”






"Untuk menggiring ternak, dapat melalui jalan lain yang lebar. Akan tetapi jauhnya dua kali lipat! Kalau tidak menggiring ternak, lebih cepat lewat jalan ini."

"Wah, sungguh berbahaya..... !" Hay Hay sengaja bersikap ketakutan.

"Kau takut?"

"Wah, tanpa bantuan, bagaimana aku dapat melalui jalan berbahaya di depan itu, Mayang?"

“Huh, engkau laki-laki lemah tiada guna!"

Mayang mengomel akan tetapi ia memegang tangan Hay Hay dan menggandeng melewati jalan yang sempit dan licin itu. Di belakangnya, Hay Hay tersenyum nakal. Lembut dan hangatnya tangan Mayang! Dia pura-pura semakin ketakutan dan menggenggam tangan itu kuat-kuat dan gadis itupun memperkuat pegangannya sehingga dua buah tangan itu saling pegang dengan eratnya!

Setelah bagian jalan yang sukar dilewati dan mereka kini berjalan naik melalui jalan berbatu, keduanya masih saling bergandeng tangan! Setelah mereka tiba di puncak, di tempat datar, cuaca sudah mulai terang karena pagi menjelang tiba. Agaknya barulah Mayang teringat bahwa mereka masih saling bergandeng tangan. Ia seperti terkejut dan melepaskan pegangan tangannya.

"Ihh! Kenapa engkau masih terus menggandeng tanganku?" tanyanya bingung karena baru ia menyadari bahwa sejak melewati jalan yang berbahaya itu, ia sendiri tidak pernah ingat untuk melepaskan pegangan tangan pemuda itu!

"Tanganmu..... begitu halus dan hangatnya..... " Hay Hay berkata.

Gadis itu tiba-tiba membalik, menghadapinya dengan sinar mata mencorong marah. Akan tetapi ketika ia melihat wajah pemuda itu yang memandang kepadanya dengan polos dan jujur, teringat ia bahwa yang dihadapinya adalah seorang pemuda yang terbuka dan bicara seadanya, bukan bermaksud lain, maka iapun tidak jadi menggerakkan tangan untuk menampar.

"Kau.... kau dengan mulutmu..... kau tahanlah sedikit kata-katamu yang penuh rayuan itu atau aku dapat lupa diri, menganggap engkau kurang ajar dan menamparmu!" bentaknya, akan tetapi suaranya lirih dan lebih tepat kalau dikatakan setengah berbisik atau mengomel

Kiranya gadis itu menahan suaranya agar jangan sampai terdengar oleh subonya yang amat lihai.

"Maafkan aku, Mayang. Apa kau ingin aku mengatakan bahwa tanganmu itu kasar dan dingin? Berarti aku berbohong......."

"Sudahlah! Jangan katakan apa-apa!" kata Mayang kewalahan dan diam-diam jari-jari tangannya yang tadi bergandeng dengan Hay Hay mengelus telapak tangannya sendiri untuk melihat apakah benar telapak tanganya itu halus dan hangat seperti yang dikatakan Hay Hay! Dan diam-diam timbul perasaan senang dan bangga dalam hatinya.

Bagaimanapun, Mayang hanya seorang wanita dan wanita namanya, mana ada yang tidak merasa senang kalau dipuji, apalagi kalau yang memujinya itu seorang pemuda tampan dan yang ia tahu bukan sekedar merayu melainkan mengatakan keadaan yang sesungguhnya? Pemuda ini baginya seperti seorang juri atau penilai yang jujur dan adil, yang dapat dipercaya penilaiannya! Dan kalau dinilai bagus, alangkah puas dan senangnya hati!

**** 085 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar