*

*

Ads

Jumat, 27 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 081

"Kita berhenti disini dan malam ini kita bermalam di gubuk ini." kata Gunga Lama kepada Han Siong.

Han Siong menundukkan mukanya dan mengangguk. Sikapnya amat penurut dan taat seperti orang yang kehilangan semangat sehingga tiga orang pendeta Lama itu merasa lega.

"Kau mengasolah di dalam kamar itu, Pek Han Siong. Malam nanti engkau tidur di ruangan ini karena kamar itu kami pakai." kata Pat Hoa Lama sambil menyeringai.

Kembali Han Siong mengangguk dan diapun memasuki kamar itu dan merebahkan diri di atas dipan berkasur jerami kering. Dengan pendengarannya yang terlatih tajam itu dia mengetahui bahwa tiga orang pendeta Lama itu duduk bersila di atas jerami yang menilami lantai tanah di ruangan dan mereka berbisik-bisik.

Han Siong mengerahkan pendengarannya dan kembali perutnya terasa panas karena mereka itu membicarakan gadis bernama Mayang tadi! Mereka itu menunggu gadis itu bagaikan segerombolan srigala yang sudah mengilar melihat seekor kijang yang datang mendekati tempat persembunyian mereka.

Han Siong turun dari dipan, hati-hati agar jangan sampai terdengar mereka. Tiga orang itu merasa yakin bahwa dia berada di bawah pengaruh ilmu hitam mereka, maka tentu saja mereka lengah dan tidak menyangka bahwa dia sebetulnya masih sadar sepenuhnya, berkat pengaruh batu giok mustika yang memperkuat daya tahannya sendiri.

Dia lalu mendekati bilik dan dari celah-celah bilik dia mengintai ke luar, ke arah belakang gubuk itu. Dan kebetulan sekali dia melihat bayangan biru berkelebat ke atas sebatang pohon besar tak jauh dari gubuk itu. Hay Hay! Siapa lagi kalau bukan kawannya itu yang meloncat ke atas pohon besar itu? Tempat yang baik sekali untuk membayangi mereka yang berada di dalam gubuk.

Lega rasa hati Han Siong melihat kawannya begitu dekat. Kalau gadis bernama Mayang itu datang tentu Hay Hay akan melihatnya dan bukan Hay Hay kalau tidak menjadi "hijau” matanya melihat gadis yang demikian manisnya dan sudah pasti Hay Hay tidak akan tinggal diam saja melihat seorang gadis semanis itu memasuki gubuk. Dia tentu akan mengintai dan kalau melihat gadis itu terancam bahaya, sudah pasti Hay Hay akan turun tangan menolong. Dan dia tidak perlu lagi membuka rahasia permainan sandiwaranya! Dengan hati terasa lega dan tenang Han Siong lalu merebahkan dirinya lagi di atas dipan dan tak lama kemudian diapun tidur nyenyak.

Tidak keliru dugaan Han Siong. Bayangan biru yang berkelebat ke atas pohon besar itu memang Hay Hay. berhari-hari pemuda ini membayangi kemanapun tiga orang pendeta Lama membawa Han Siong pergi. Seringkali dia harus mengomel panjang pendek karena dia sungguh harus mengalami banyak penderitaan dengan pekerjaannya yang tidak enak ini.

Karena dia harus membayangi dengan hati-hati, maka dia tidur dimana saja asal dapat mengamati mereka. Kalau mereka itu enak-enak tidur di rumah penginapan atau di rumah keluarga di dusun, dia terpaksa harus tidur di udara terbuka untuk mengamati mereka. Kalau mereka makan di kedai, dia harus puas makan seadanya dan membeli roti dan daging kering untuk bekal.

Tadipun ketika Han Siong dan tiga orang pendeta itu makan di kedai, Hay Hay terpaksa mencari penjual makanan dan membeli lalu membungkus makanan itu untuk bekal. Dan sekarang, mereka berhenti lagi, tidak meneruskan perjalanan, bahkan memasuki gubuk peristirahatan umum itu!

Kembali dia harus mencari tempat persembunyian sambil mengamati dan melihat dari sebatang pohon besar tak jauh dari gubuk itu diapun meloncat ke atas pohon dan bersembunyi di balik daun-daun pohon yang lebat. Dia duduk nongkrong di atas dahan, bersembunyi di balik daun-daun dan terpaksa menggaruk-nggaruk leher ketika ada semut merah menggigitnya. Dia menggaruk leher, memelintir semut itu dan mengomel, lalu mengeluarkan buntalan makanan yang dibelinya tadi. Mana ada enaknya makan sambil nongkrong di dahan pohon yang banyak semutnya itu? Apalagi kalau makanan itu kue atau roti model Tibet yang sederhana dan rasanya hambar!

"Hemm, Pek Han Siong, kalau kelak engkau tidak bersikap baik kepadaku, engkau sungguh seorang manusia yang tidak mengenal budi!" Dia mengomel sambil makan roti yang hambar itu sekedar untuk mengisi perutnya yang menjerit-jerit kelaparan. "Untuk kepentinganmu aku harus bersusah-payah begini. Hemm....!”

Akan tetapi kalau dia mengenang nasib Pek Han Siong, timbul perasaan iba di dalam hatinya. Memang, dia sendiri juga terseret ke dalam banyak kesengsaraan hanya karena dia harus menggantikan tempat si anak ajaib itu! Akan tetapi dibandingkan dengan apa yang menimpa diri Han Siong, sungguh nasibnya masih jauh lebih baik.

Memang dia pernah difitnah, disangka menjadi jai-hwa-cat (penjahat pemerkosa wanita), akan tetapi sangkaan itu segera terhapus setelah ternyata bahwa pelakunya bukan dia, melainkan Ang-h.ong-cu Si Kumbang Merah yang ternyata adalah ayah kandungnya sendiri itu!






Han Siong bernasib jauh lebih buruk. Adik kandungnya, Pek Eng menjadi korban Si Kumbang Merah. Dan sejak kecil, Han siong dikejar-kejar para pendeta Lama untuk diculik dan dipaksa menjadi pendeta! Kemudian, baru saja Han siong telah "memperkosa" atau menggauli Ci Goat di luar kesadarannya, dan dia belum tahu bahwa gadis yang digaulinya itu telah tewas di tangan tiga orang pendeta Lama yang terkutuk itu!

Kasihan Han siong yang tentu kini dikejar-kejar perasaan berdosa terhadap Ci Goat. Pemuda itu memang pantas dibantu dan ditolong. Pikiran ini mengusir kekesalan hati Hay Hay dan mendadak saja roti Tibet yang tadinya hambar itu kini terasa lezat! Memang, bumbu yang paling sedap untuk makanan adalah perut lapar dan hati tenteram!

Setelah makan, dan melihat betapa sepinya gubuk di bawah itu, Hay Hay lalu turun dari pohon. Denggn hati-hati sekali dan dengan cara menyusup-nyusup, bahkan kadang-kadang dia harus bertiarap dan merangkak-rangkak, dia mendekati gubuk. Dengan pendengarannya yang tajam, dari luar gubuk dia dapat menangkap pernapasan lembut dari Han Siong yang tidur nyenyak di dalam kamar, dan suara tiga orang pendeta Lama itu bercakap-cakap diiringi tawa kecil di ruangan.

Dia lalu mundur lagi dan naik ke pohon. Han Siong tidur dan tiga orang pendeta itupun beristirahat. Agaknya mereka akan bermalam di gubuk itu, pikirnya. Diapun harus beristirahat. Malam nanti dia harus berjaga, maka sore ini sebaiknya tidur, seperti Han Siong! Dan tak lama kemudian Hay Hay pulas tanpa dengkur. Hal ini penting sekali karena kalau sampai dia mendengkur dalam tidurnya, tentu akan mudah didengar orang dan tempat persembunyiannya tidak lagi menjadi tempat persembunyian!

Malam itu udara dingin bukan main dan kembali Hay Hay menyumpah-nyumpah ketika melihat api unggun dinyalakan orang di bawah di gubuk itu Han Siong enak-enak di gubuk dan dihangatkan api unggun. Dia harus menahan dingin di dalam pohon yang banyak semut dan nyamuknya!

Karena daun-daun di sekelilingnya mendatangkan hawa yang lebih dingin, diapun lalu turun dari atas pohon dan duduk bersembunyi di balik batang pohon. Tanah mengeluarkan hawa yang hangat, tidak sedingin di antara daun-daun itu. Malam itu dingin dan sunyi, akan tetapi langit bersih, penuh bintang sehingga cuaca tidak begitu gelap.

Tiba-tiba Hay Hay terkejut dan cepat menyelinap ke balik batang pohon, seperti hendak mengecilkan tubuhnya agar jangan kelihatan orang. Dia kaget sekali karena tidak menyangka-nyangka bahwa di tempat sunyi itu akan ada orang lewat. Dia mengintai dari balik pohon dan hampir saja mulutnya mengeluarkan siulan saking kagumnya.

Cuaca remang-remang. Dia tidak dapat melihat wajah itu dengan jelas, akan tetapi garis-garis lengkung tubuh itu nampak jelas. Tubuh seorang wanita! Jelas masih muda. Pinggang itu! Dada itu! Pinggul itu! Dia terbelalak kagum. Seorang wanita muda dengan bentuk tubuh yang hebat! Sempurna! Belum pernah dia melihat seorang wanita muda dengan tubuh sesempurna itu. Agak jangkung, ramping dengan garis lengkung yang indah. Dan lenggangnya. Bukan main!

Akan tetapi, kekagumannya seketika lenyap ketika dia melihat wanita muda itu melenggang-lenggok ke arah gubuk! Celaka, pikirnya. Wanita muda itu agaknya tidak tahu siapa yang berada di dalam gubuk. Seperti seekor kelinci memasuki guha dimana terdapat tiga ekor harimau kelaparan yang tentu akan merobek-robek tubuh dan mengganyang dagingnya yang lunak!

Dia hendak memperingatkan, namun wanita itu sudah terlampau dekat dengan gubuk. Kalau dia bersuara, tentu akan terdengar dari dalam. Diapun bangkit dan bermaksud hendak meloncat dan menangkap wanita itu dan dibawanya pergi menjauhi gubuk. Akan tetapi tiba-tiba dia tertegun dan menahan gerakannya, karena dia melihat gadis yang “lemah” itu, disangkanya lemah karena melihat lenggang-lenggok yang demikian lemah gemulai, kini mengeluarkan sebatang cambuk dari ikat pinggangnya, dan gadis itu berdiri di depan gubuk, tangan kanan memegang gagang cambuk dan tangan kiri bertolak pinggang! Sikapnya sama sekali tidak menunjukkan kelemahan atau rasa takut, bahkan ada sikap menantang!

Pada saat itu, terdengar suara dari dalam gubuk, suara parau seorang diantara tiga pendeta Lama itu, suara yang mengandung getaran penuh wibawa.

"Omitohud.... ! Engkau telah datang, nona Mayang? Masuklah, kami sudah sejak tadi menanti kunjunganmu, nona manis. Kami sudah siap untuk melayanimu!"

Hay Hay mengerutkan alisnya. Benarkah itu suara seorang diantara tiga pendeta Lama itu? Kata-katanya begitu genit dan mengandung kecabulan! Apakah wanita ini seorang tokoh sesat yang menjadi kawan mereka? Ataukah seorang calon korban yang datang karena pengaruh sihir? Karena jelas bahwa suara tadi didukung kekuatan sihir yang dahsyat! Akan tetapi, wanita itu tetap berdiri tegak dan kini terdengar suaranya, nyaring lantang dan terdengar merdu.

"Hemm, tiga orang pendeta Lama palsu! Memang aku telah datang berkunjung memenuhi panggilan kalian. Keluarlah kalian untuk menerima hajaran, karena pendeta-pendeta palsu macam kalian lebih berbahaya dari pada penjahat yang paling besar!"

Sebagai penutup kata-katanya, wanita muda itu menggerakkan tangan kanannya dan terdengarlah bunyi ledakan yang nyaring dari cambuknya. Hay Hay terbelalak kagum! Suaranya merdu, nyaring dan gagah! Dan cambuk yang dapat mengeluarkan ledakan macam itu tentu digerakkan oleh tangan yang mengandung tenaga sin-kang hebat! Apalagi nampak betapa ujung cambuk itu ketika meledak mengeluarkan asap!

“Ehhh..... ???”

Dari dalam gubuk terdengar seruan kaget dan tak lama kemudian, pintu gubuk itu terbuka. Cahaya api unggun kini menyorot keluar dan kembali Hay Hay harus menahan mulut untuk tidak bersiul nyaring.

Kini seberkas cahaya jatuh menimpa wajah wanita itu dan dia terpesona! Wajah gadis itu serasi dengan keindahan bentuk badannya. Manis sekali! Dan usianya nampak begitu muda!

Kini muncullah tiga orang pendeta Lama itu dan mereka melangkah maju menghampiri wanita itu dengan mata terbelalak penuh keheranan. Terutama sekali Pat Hoa Lama yang tadinya mengira bahwa dia telah berhasil menguasai Mayang dengan ilmu sihirnya. Karena penasaran, begitu berhadapan dengan gadis itu, Pat Hoa Lama mengerahkan kekuatan sihirnya melalui pandang mata, gerakan tangan dan suaranya. Matanya menatap tajam kedua mata gadis itu, tangan kirinya membuat gerakan bergoyang kekanan kiri dan suaranya terdengar lembut namun penuh kekuatan yang menggetarkan hati, bahkan terasa pula oleh Hay Hay yang mengintai dari balik batang pohon.

"Nona Mayang, engkau berhadapan dengan kami, tiga orang yang memiliki kekuatan jauh lebih besar darimu! Kami perintahkan padamu, berlututlah dan menyerah, engkau akan merasa berbahagia ! Huahhhh.... !"

Teriakan terakhir itu amat kuat. Hay Hay terkejut karena dia mengira bahwa tentu gadis itu tidak akan mampu bertahan menghadapi serangan ilmu sihir yang mengandung kekuatan gabungan tiga orang itu. Akan tetapi, dia terbelalak melihat gadis itu tertawa, suara ketawanya merdu akan tetapi juga mengerikan karena dalam keadaqn seperti itu, gadis itu masih mampu tertawa mengejek dan kembali cambuknya mengeluarkan suara ledakan-ledakan yang membuyarkan pengaruh sihir yang dilontarkan Pat Hoa Lama.

"Heh-heh-hi-hi-hik! Kalian ini tiga ekor monyet tua masih berani menjual lagak di depanku? Apakah kalian telah menjadi tiga ekor monyet yang hendak membadut? Tidak laku disini, sama sekali tidak laku!"

Hampir saja Hay Hay bersorak! Dia begitu gembira sampai mulutnya terasa melebar karena dia tertawa bergelak tanpa mengeluarkan suara, sampai perutnya terasa keras dan kaku! Entah ilmu apa yang dikuasai gadis manis itu, akan tetapi yang jelas, sihir tiga orang pendeta Lama itu sama sekali tidak mampu menguasainya, mempengaruhi apalagi menundukkannya!

Tiga orang pendeta Lama itu agaknyapun menyadari akan hal ini. Mereka menjadi marah sekali.

"Bagus, kiranya engkau ini siluman betina cilik yang banyak bertingkah! Engkau tidak mau dihadapi dengan lembut, agaknya minta kami mempergunakan kekerasan!" kata Gunga Lama dan sekali tangannya bergerak, tongkatnya yang memakai kelenengan hitam mengeluarkan bunyi berkelening nyaring dan ujung tongkat itu sudah menyambar ke arah kepala gadis itu.

Hebat serangan ini karena pendeta yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa itu memiliki tenaga yang dahsyat. Bahkan suara kelenengan yang berdentingan nyaring itu saja sudah merupakan suatu serangan yang dapat membingungkan lawan.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar