*

*

Ads

Sabtu, 21 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 070

Tiga orang pendeta Lama itu kini berada di sebuah bangunan kuil tua yang sudah tidak digunakan lagi, yang terletak di lereng sebuah bukit kecil di luar kota Hok-lam. Hari sudah mulai sore dan mereka duduk bersila di atas lantai dari ruangan dalam kuil tua itu yang sudah mereka bersihkan.

"Mari segera kita mulai," kata Gunga Lama sambil mengeluarkan beberapa buah barang dari dalam saku jubahnya yang lebar. Ada tasbeh dari tulang manusia, sebuah tengkorak kecil sebesar kepalan tangan, ada seikat gumpalan rambut dan tali hitam, ada pula batu kapur dan buntalan-buntalan kain kecil yang bertuliskan huruf-huruf kuno yang aneh, yaitu jimat-jimat. Semua ini dikeluarkannya satu demi satu dan ditaruhnya di atas lantai.

Terakhir dia mengeluarkan sebuah buntalan yang terisi segumpal kapas yang putih. Akan tetapi merah oleh darah. Darah Han Siong! Darah itu sudah dihisap dan ‘disimpan’ dalam kapas itu.

"Toa-suheng (kakak seperguruan tertua), kenapa kita harus menggunakan cara bersusah-payah seperti ini? Ketika kita bertemu dengan dia, jika kita langsung saja menyergapnya, apa sih sukarnya menangkap orang muda itu?" tanya Pat Hoa Lama yang merasa tidak puas melihat cara yang dipergunakan Gunga Lama yang dianggapnya merepotkan dan tidak praktis.

"Hemm, apa bila hal itu kita lakukan, ada kemungkinan kita akan gagal, Sute. Sin-tong itu memiliki ilmu kepandaian silat yang tinggi dan meski pun kita bertiga tentu saja tidak perlu takut menghadapinya, tetapi kalau kita tidak dapat mengalahkannya kemudian terdengar oleh pemuda yang berpakaian biru itu, maka keadaan bisa berbahaya untuk kita. Pemuda itu memiliki ilmu silat yang lihai sekali."

"Akan tetapi, Suheng. Kita bisa mempergunakan kekuatan sihir untuk menundukkan Pek Han Siong!" Janghau Lama juga membantah.

"Wah, seperti kalian tidak tahu saja! Pek Han Siong adalah Sin-tong. Hal itu saja sudah menyulitkan kita untuk mempergunakan sihir, karena di dalam dirinya sudah ada kekuatan ajaib, ditambah lagi dia telah mempelajari ilmu sihir. Lihat saja sinar matanya. Terlebih lagi pemuda yang bernama Tang Hay itu! Apakah kalian tidak melihat betapa dia mengusir tiga orang Pek-lian-kauw itu dengan kekuatan sihirnya yang ampuh? Menggunakan sihir secara berterang akan lebih berbahaya lagi. Sekarang kita tempuh jalan yang aman dan hasilnya pasti memuaskan. Kita harus membuat dua orang pemuda itu bermusuhan dan berpisah, barulah kita dapat turun tangan. Nah, cukup sudah kata-kata ini, bahkan terlalu banyak. Sekarang mari kita bekerja. Lihat, sinar matahari mulai suram, saat yang terbaik untuk mempergunakan tenaga kegelapan.”






Tiga orang pendeta itu duduk berjajar dan Gunga Lama mulai membuat coretan-coretan dengan batu kapur di atas lantai. Ada beberapa macam guratan aneh berupa lingkaran lebar yang diisi lingkaran-lingkaran kecil lainnya, dan pada beberapa sudut diberi gambar tengkorak. Tengkorak kecil lantas diletakkan di tengah-tengah lingkaran, kemudian kapas dengan darah Han Siong diletakkan di atas tengkorak itu, pada ubun-ubunnya. Beberapa batang lilin dinyalakan, dan dibakar pula dupa yang mengepul tebal.

Tiga orang pendeta yang duduk bersila itu kemudian mempergunakan tasbeh, membaca mantera dan doa dalam bahasa Tibet kuno yang aneh didengar. Gunga Lama yang duduk di tengah dan memimpin upacara sembahyang itu, beberapa kali menggerak-gerakkan kedua tangannya ke atas dupa berasap, dengan tasbeh digenggam. Kemudian ditariknya sejumput kapas lantas dibakarnya kapas yang mengandung darah Han Siong itu di atas dupa membara.

Terdengar letupan kecil dan muncul nyala api yang hanya sebentar saja menjilat keatas. Sementara itu matahari sudah tenggelam ke barat dan ketiga orang pendeta itu semakin dalam saja tenggelam di dalam kesibukan mereka.

**** 070 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar