*

*

Ads

Sabtu, 21 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 069

"Dia seorang gadis tabah, Han Siong. Dia dapat menghadapi kenyataan yang bagaimana pun juga. Jangan khawatir, dia tidak akan membunuh diri, dia tidak akan menjadi nikouw, dan dia pun dapat melihat bahwa di dunia ini masih terdapat banyak sekali pemuda hebat yang akan dapat menyambut cintanya. Dia bisa mengatasi kedukaan dan patah hati, Han Siong."

"Syukurlah kalau begitu! Terima kasih, Hay Hay, aku sungguh merasa kasihan padanya. Terima kasih."

"Aku tidak butuh terima kasih darimu, Han Siong, melainkan butuh keterangan mengenai tiga orang pendeta Lama tadi. Nah, sesudah aku melaksanakan tugas yang berat darimu, sekarang kau ceritakanlah apa saja yang kau bicarakan dengan tiga orang pendeta Lama itu."

Han Siong tersenyum, akan tetapi Hay Hay melihat betapa wajah itu masih diliputi dengan keraguan dan kehampaan. "Tiga orang pendeta Lama itu mengaku sebagai utusan Dalai Lama sendiri, Hay Hay. Menurut mereka, tanpa disengaja mereka mendengar disebutnya namaku sebagai Sin-tong ketika engkau berjumpa dengan aku dan menyebutnya secara main-main. Menurut mereka, sudah bertahun-tahun mereka ditugaskan untuk mencariku tanpa hasil sehingga mereka tidak berani kembali ke tibet. Setelah bertemu dengan aku, mereka mengatakan bahwa mereka tidak berani memaksaku kalau aku tidak mau pergi ke Tibet bersama mereka untuk menghadap Dalai Lama. Mereka mohon kepadaku agar aku suka menolong mereka sehingga mereka akan berani berani pulang dan tidak takut dengan hukuman dari Dalai lama…” Sampai di sini Han Siong berhenti.

“Pertolongan apa yang mereka harapkan darimu, Han Siong?” tanya Hay Hay tak sabar lagi.

“Mereka minta beberapa tetes darahku...”

“Ahhh…! Untuk apa? Jangan kau berikan!”

“Mereka itu memohon kepadaku. Tadinya aku juga tidak mau dan aku bertanya untuk apa mereka minta darahku. Mereka lalu mengatakan bahwa mereka akan membohongi Dalai Lama yang sejak dulu tidak pernah berhenti berusaha untuk mendapatkan diriku. Mereka akan mengatakan bahwa aku tidak mau diajak ke Tibet sehingga terjadi perkelahin dan akhirnya aku tewas di tangan mereka. Mereka akan menunjukkan beberapa tetes darahku kepada Dalai Lama sebagai bukti bahwa aku telah mati,."

"Bohong itu! Ketika mereka tiba di sana, beberapa tetes darah itu tentu sudah kering, lagi pula, bagaimana mungkin Dalai Lama akan dapat mengenal darahmu?"

"Tadi aku juga berkata persis seperti yang kau katakan itu, Hay Hay. Aku tetapi mereka menjawab bahwa walau pun darah itu sudah mengering, akan tetapi masih dapat dikenal karena meski pun sudah kering, darahku berbeda dengan darah orang biasa, darah biasa merah, dan darahku... putih!"

"Bohong! Omong kosong! Aku tidak percaya! Kalau darahmu putih, tentu engkau akan nampak pucat seperti mayat yang menyeramkan!"

"Aku pun tadinya tidak percaya, akan tetapi mereka dapat membuktikannya, Hay Hay!"

"Membuktikan bahwa darahmu putih?"

Han Siong mengangguk. "Mereka lalu mengeluarkan sebotol air yang mereka namakan air suci dari Tibet, kata mereka air itu keluar dari sebuah sumber di sana, dan air itulah yang akan menunjukkan keaslian darahku. Seorang dari mereka lalu menusuk jari telunjuknya dengan jarum, mengeluarkan darahnya sendiri beberapa tetes. Ketika darah itu ditetesi air dari botol, warnanya tetap merah, bahkan semakin merah. Kemudian aku diminta untuk mengeluarkan beberapa tetes darah dari telunjukku. Karena aku juga ingin tahu, kutusuk telunjukku, kukeluarkan beberapa tetes darah seperti yang dilakukan oleh Pat Hoa Lama. Darahku yang beberapa tetes itu lalu ditetesi air dari botol dan... seketika berubah putih seperti kapur!"

"Ihhh! Itu tentu sihir!"






"Bukan, Hay Hay. Aku pun menyangka demikian maka aku tetap waspada. Kalau mereka menyihirku, tentu aku akan merasakan hal itu. Tidak ada pengaruh sihir sama sekali!"

"Lalu bagaimana?"

"Melihat bukti itu, dan merasa kasihan bahwa sudah belasan tahun mereka tidak berani pulang, apa lagi yang diminta hanyalah beberapa tetes darah saja, aku lalu mengeluarkan beberapa tetes lagi dari ujung telunjukku. Mereka menampungnya dan membawa darah itu."

"Tetapi mengapa bukan yang sudah dicampur air dan menjadi putih itu saja yang mereka bawa?"

Han Siong tersenyum. "Aneh sekali, Hay Hay. Semua yang kau tanyakan itu sama benar dengan yang kutanyakan kepada mereka! Aku pun bertanya demikian lalu mereka berkata bahwa Dalai Lama harus diyakinkan dengan darah murni yang belum dicampuri air suci. Dalai Lama sendiri yang akan menguji bahwa darah itu adalah darahku agar dia percaya bahwa aku telah tewas dan dia tidak akan mencariku lagi. Sebetulnya, yang terakhir inilah yang mendorongku memenuhi permintaan mereka, Hay Hay. Aku ingin sekali bebas dan tidak dikejar-kejar lagi. Lagi pula, apa artinya beberapa tetes darah itu?"

"Hemm... hemm..., aku sendiri tidak tahu apakah beberapa tetes darahmu itu ada artinyal Akan tetapi siapa tahu? Orang-orang seperti mereka itu sungguh sulit dimengerti. Mereka orang aneh dan tidak lumrah manusia. Akan tetapi sudahlah. Engkau sudah memberikan sedikit darahmu, tak dapat ditarik kembali. Akan tetapi, kenapa sekarang engkau nampak termenung dan engkau tadi mengatakan bahwa engkau ragu dan bingung! Nah, apa lagi maksudmu?"

"Tentang darahku itu, Hay Hay. Bukan mengenai darahku yang mereka bawa pergi, akan tetapi kenapa darahku putih! Benarkah itu? Hal itulah yang membuat aku termangu-mangu dan bingung. Benarkah darahku aslinya putih dan berbeda dengan manusia lain? Hal ini yang menggelisahkan hatiku...”

Hay Hay tersenyum. Melihat bahwa memang tidak ada apa-apa yang perlu dikhawatirkan, maka kembali sudah wataknya yang jenaka dan suka bergurau.

"Aih, biar putih atau biru atau hitam sekali pun, apa bedanya, Han Siong? Kulihat engkau juga seperti manusia biasa. Mungkin darah putihmu itulah yang membuat engkau disebut Sin-tong! Aku sendiri belum percaya benar kepada mereka itu. Kalau engkau yakin bahwa mereka tidak main-main dengan sihir, tentu yang mereka sebut air suci itu adalah air yang mengandung obat tertentu. Akan tetapi andai kata mereka berbohong, apa pula maksud mereka? Yang jelas, mereka sudah pergi dan engkau tidak diganggu. Sudahlah, jangan memikirkan mereka lagi, namun engkau jangan meninggalkan kewaspadaan. Dan kukira tidak ada lagi urusan kita di rumah ini sesudah permintaanmu itu kulaksanakan dengan hasil baik."

Han Siong tetap saja terlihat lesu. "Aku gembira sekali mendengar bahwa urusan itu telah kau selesaikan dengan baik, Hay Hay. Akan tetapi sebaiknya kita jangan pergi sekarang. Pertama, aku masih merasa malas dan ingin beristirahat dulu, yang ke dua, kita sudah menerima undangan paman Ouw, maka tidak baik kalau pergi sekarang. Setidaknya, malam ini kita bermalam di sini dan baru besok aku akan melanjutkan perjalananku.”

“Baiklah, aku juga belum sempat mengobrol denganmu. Ingin kuketahui pengalaman apa saja yang kau hadapi semenjak kita berpisah, dan mengapa pula engkau berada di sini, dari mana hendak kemana...”

“Ah, lain kali sajalah, Hay Hay. Biarkan aku mengaso sekarang, aku ingin beristirahat. Biar besok pagi kita berjumpa lagi...”

“Heiii! Benar yakinkah engkau bahwa tidak terjadi sesuatu apa pun dengan dirimu?” Hay Hay masih bertanya ketika dia sudah melangkah ke ambang pintu.

“Tidak, sungguh tidak apa-apa, Hay Hay!” jawab Han Siong tegas.

Hay Hay menggerakkan kedua pundaknya, lalu keluar dan menutupkan daun pintu kamar itu dari luar. Kalau saja Hay Hay tahu! Dan kalau saja Han Siong tahu. Dua orang pemuda sakti itu sama sekali tidak tahu dan tidak pernah menyangka bahwa pada saat itu terjadi sesuatu yang amat membahayakan diri Han Siong!

**** 069 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar