*

*

Ads

Selasa, 24 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 071

Han Siong yang rebah di atas pembaringan nampak gelisah. Dia masih pulas, akan tetapi tubuhnya gelisah dan selalu bergerak miring ke kanan kiri, telentang atau menelungkup. Sampai sekarang dia masih berpakaian lengkap.

Semenjak ditinggalkan Hay Hay, dia tidak pernah keluar lagi dari kamarnya. Bahkan dia mengunci daun pintu dari dalam dan ketika ditawari makan malam, dia menjawab bahwa dia masih kenyang dan tidak ingin makan. Dia pun minta agar jangan diganggu karena malam itu dia hendak tidur dan mengaso.

Menjelang tengah malam tiba-tiba Han Siong bangkit duduk dan dia memijat-mijat kedua pelipisnya. Kepalanya terasa pening bukan main, akan tetapi sungguh aneh sekali, wajah Ci Goat terbayang di hadapan matanya, wajah yang bulat dan cantik manis, tersenyum-senyum kepadanya. Pandang mata gadis itu seperti memanggil-manggil dan senyumnya amat menantang.

Han Siong menjadi bingung. Apa lagi ketika dia merasa betapa darahnya seperti bergolak oleh nafsu birahi yang menyesak dada. Sekilas dia sadar bahwa hal ini tidak sewajarnya, maka dia pun cepat duduk bersila dan mengerahkan tenaga batinnya untuk melawan.

Akan tetapi dia malah terbawa hanyut, luluh oleh gairah nafsu sehingga dia merasa tidak berdaya, membiarkan pikirannya hanyut, mengingat dan mengenang segala kecantikan dan keindahan tubuh Ci Goat, teringat akan sikap Ci Goat terhadap dirinya yang sangat memperhatikan dan baik, bahkan teringat akan gadis itu yang mengaku cinta kepadanya!

Makin hebat saja kenangan ini sampai tak tertahankan lagi. Dia harus bertemu dengan Ci Goat. Harus! Dia tidak boleh menyakiti hati Ci Goat. Dia mencinta Ci Goat. Dia sungguh cinta kepada gadis itu!

Samar-samar muncul kesadaran di balik semua ini, kesadaran yang mengatakan bahwa semua ini aneh dan tidak wajar. Akan tetapi kesadaran itu pun kemudian hanyut, bahkan akhirnya menghilang.

Kini Han Siong turun dari pembaringan, tubuhnya agak terhuyung seperti orang mabok, menghampiri jendela dan di lain saat dia sudah keluar dari kamarnya melalui jendela yang kemudian ditutupkannya kembali. Han Siong bergerak seperti orang dalam mimpi. Bahkan dia menjadi demikian lengah sehingga dia tidak tahu bahwa bayangan Hay Hay berkelebat keluar dari kamarnya dan mengintainya!

Semenjak sore tadi Hay Hay memang tidak pernah tidur. Dia masih merasa curiga melihat sikap Han Siong, terlebih lagi ketika pemuda itu sama sekali tidak keluar lagi dari dalam kamarnya, malah menolak ketika ditawari makan malam. Tentu ada apa-apanya, pikirnya! Sikap Han Siong itu sama sekali tidak wajar.

Walau pun dia belum sempat bergaul lama dengan Sin-tong (Anak Ajaib) itu, namun dia sudah dapat menilai wataknya. Maka sejak sore dia tidak tidur, melainkan duduk bersila di atas pembaringannya dan selalu waspada. Suara sedikit saja di luar kamarnya tentu akan tertangkap oleh pendengarannya yang dipusatkan, selalu memperhatikan ke arah kamar Han Siong di sebelahnya. Itulah sebabnya ketika Han Siong turun dan membuka jendela kamar, dia mendengarnya lalu keluar dengan cepat namun hati-hati.

Hay Hay sudah keluar pula dari kamarnya dan mengintai, lalu membayangi Han Siong. Dia sudah merasa curiga, tentu ‘ada apa-apa’ pada diri Han Siong maka pemuda perkasa itu bersikap aneh. Entah apa pula yang akan dilakukannya sekarang!

Dengan jantung berdebar penuh ketegangan dan penasaran Hay Hay terus membayangi dari jauh. Dia harus berhati-hati karena dia maklum betapa lihainya Han Siong. Kenyataan bahwa Han Siong tidak mengetahui kalau dia sedang dibayangi itu saja sudah merupakan suatu keanehan, dan membuktikan bahwa memang telah terjadi sesuatu yang aneh pada diri Han Siong.

Han Siong menuju ke ruang belakang. Dia tidak berindap-indap seperti maling melainkan dengan tenang namun cepat berjalan menuju ke kamar Ci Goat, memutar ke belakang memasuki kebun dan tidak lama kemudian dia sudah mengetuk pintu jendela kamar itu! Dengan mata terbelalak Hay Hay mengintai dari belakang pohon di kebun itu!

"Siapa...?” Dia mendengar suara Ci Goat dari dalam kamar.

"Aku Han Siong. Bukalah jendela kamarmu, aku ingin bicara denganmu, Goat-moi!” kata Han Siong lirih.

"Siong-ko...!" Terdengar pula suara Ci Goat mengandung keheranan, lalu jendela itu pun dibuka dari dalam.

Bagai seekor kucing Han Siong melompat ke dalam kamar itu melalui jendela dan daun jendela segera ditutup dari dalam! Gawat, pikir Hay Hay dan dia sudah siap siaga untuk menerjang ke dalam kalau terdengar jerit Ci Goat. Apa bila Han Siong sampai melakukan perbuatan keji, memperkosa gadis itu, maka dia akan menentangnya dengan mati-matian! Akan tetapi dia tidak mendengar jerit Ci Goat.






Dia mendekat dan mendengar ucapan Han Siong yang terengah-engah. "Ci Goat... Goat-moi... aku... aku cinta padamu...”

"Siong-koko..., benarkah itu? Benarkah itu, Koko... ?"

Hay Hay merasa penasaran, maka dia pun mengintai dari celah jendela. Di bawah sinar sebatang lilin yang kelap-kelip suram, dia melihat betapa kedua orang itu saling rangkul dan ketika Han Siong menciumi gadis itu seperti orang kesetanan, Ci Goat sama sekali tidak menolak, bahkan menyambutnya dengan mesra!

Tak ada lagi kata-kata terdengar. Dia masih melihat betapa Han Siong memondong tubuh Ci Goat dan membawanya ke pembaringan, lantas sekali tiup padamlah lilin di atas meja sehingga kamar itu menjadi gelap, tidak nampak apa pun lagi!

Hay Hay bengong, lalu menjauhi kamar. Mukanya merah sekali dan dia tertawa haha-hihi seperti orang sinting. Apakah yang harus dilakukannya kalau sudah begitu? Tak mungkin dia menerjang masuk!

Betapa akan malunya mengganggu dua orang yang sedang bermain cinta dengan suka rela! Apa bila keduanya sudah sama-sama menghendaki, apa hubungannya dengan dia? Jika dia adalah ayah gadis itu, atau setidaknya saudaranya, tentu dia masih berhak untuk mencegah dan mengingatkan bahwa mereka berdua itu melakukan perbuatan yang tidak patut, melanggar ketentuan dan kesusilaan. Akan tetapi dia bukan apa-apa, hanya orang luar.

Apakah dia harus memberi tahukan ayah gadis itu? Ahhh, apa gunanya? Kalau memang mereka berdua sudah saling mencinta, mau apa lagi? Tinggal menikah saja dan dia yang akan menjadi saksi. Bagaimana pun juga, Han Siong harus mempertanggung jawabkan perbuatannya malam itu.

Setelah tiba di dalam kamarnya, Hay Hay tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, monyet benar Han Siong itu! Pura-pura alim, tidak tahunya... ha-ha-ha, wah, dalam hal ini aku kalah olehnya! Sungguh dia melakukan gerak cepat!" Hay Hay tertawa geli seorang diri. Akan tetapi dia lalu termenung.

Benarkah watak Han Siong seperti itu? Pura-pura menolak cinta seorang gadis lalu pada malam harinya menggerumut ke dalam kamar gadis itu? Sungguh sikap yang tidak pantas dilakukan seorang pendekar seperti Han Siong! Jangan-jangan ada apa-apanya ini!

Di lain saat Hay Hay sudah keluar lagi dari dalam kamarnya. Ketika dia mendekati kamar Ci Goat, dia hanya mendengar bisik-bisik mesra yang membuat wajahnya terasa panas dan merah sekali, lalu cepat dia menjauhinya lagi.

"Setan! Bikin aku kebakaran saja!" gerutunya geli.

Dia pun mengamati dari jauh saja. Dia harus melihat Han Siong keluar dari kamar dara itu untuk ditegur dan dimintai pertanggungan jawabnya. Dia hendak melihat bagaimana sikap Han Siong. Apa bila pemuda itu hanya ingin mempermainkan Ci Goat, mempergunakan kesempatan karena gadis itu jatuh cinta padanya, dan tidak mau bertanggung jawab, dia akan menghajarnya!

Hemmm, boleh jadi Han Siong lihai dan dia belum tentu menang, akan tetapi bagaimana pun juga dia akan menentang dan menantangnya! Han Siong harus mempertanggung jawabkan perbuatannya malam ini.

Waktu terasa merayap sangat lambat bagi Hay Hay. Beberapa kali dia harus menggaruki kulit tubuhnya yang dikeroyok nyamuk.

"Setan," gerutunya, "mereka enak-enak bersenang-senang, aku di sini dikeroyok nyamuk! Monyet Han Siong agaknya sudah lupa diri dan lupa daratan sampai lupa waktu. Sudah hampir pagi masih enak-enak saja."

Tiba-tiba dia melihat jendela kamar Ci Goat terbuka dari dalam dan Han Siong melompat keluar. Nampak Ci Goat dengan senyum manis dan rambut awut-awutan menutup kembali daun jendela. Hay Hay cepat mendahului Han Siong yang berjalan kembali ke kamarnya seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu.

Barulah Han Siong terkejut ketika tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu Hay Hay sudah berada di depannya dengan sikap tidak ramah. Akan tetapi kekagetannya ini bukan lain karena kemunculan yang tiba-tiba dan tak tersangka-sangka itu.

"Han Siong, bagus sekali, ya! Engkau benar-benar seperti seekor harimau berbulu domba! Sesudah apa yang kau lakukan terhadap Ci Goat, maka engkau harus mempertanggung jawabkannya dan mengawini gadis itu dengan resmi!"

"Engkau tidak berhak mencampuri urusanku! Apa pedulimu? Aku tidak akan mengawini gadis mana pun!" jawaban ini jelas bukan sikap Han Siong!

"Han Siong, apa yang kau katakan ini? Engkau telah memasuki kamar seorang gadis dan tidur dengannya selama semalaman, tetapi engkau tidak mau mengawininya?" suara Hay Hay lirih karena dia tidak ingin terdengar oleh orang lain.

"Heh engkau lancang mulut! Apa yang kulakukan adalah urusanku sendiri! Aku tidak akan mengawini siapa pun dan engkau tidak berhak mencampuri urusanku. Hayo lekas pergi atau terpaksa aku akan menghajar mulutmu yang lancang!"

Hay Hay semakin heran dan dia memandang tajam, mempergunakan kekuatan sihirnya. Akan tetapi dia tidak berhasil membuat Han Siong sadar sehingga dia berkata lagi, "Pek Han Siong, tidak tahukah engkau siapa aku? Aku Hay Hay, aku Tang Hay Pendekar Mata Keranjang! Lupakah engkau?"

"Aku tidak peduli engkau siapa!” bentak Han Siong.

“Aihh, sungguh celaka! Jelas bahwa engkau telah bertindak di luar kesadaranmu. Celaka! Kenapa aku tidak menyadari hal ini? Engkau masuk ke kamar Ci Goat karena dituntun oleh kekuatan hitam! Engkau telah dicengkeram oleh ilmu hitam tiga orang pendeta Lama itu, Han Siong! Sadarlah!"

“Keparat, engkau memang layak dihajar!” Han Siong membentak dan tiba-tiba. dia sudah menyerang Hay Hay dengan tamparan tangannya yang ampuh.

Akan tetapi Hay Hay cepat mengelak. Sampai empat kali dia mengelak, dan agar jangan sampai menarik perhatian orang lain maka dia pun meloncat keluar dari rumah itu sambil berkata,

"Kalau engkau memang jantan, mari kita selesaikan urusan ini di luar rumah supaya tidak mengagetkan orang lain!" Tentu saja tantangannya ini langsung diterima Han Siong yang cepat melakukan pengejaran ketika melihat lawannya melarikan diri keluar rumah.

Sesudah tiba di tempat sunyi, agak jauh dari rumah keluarga Ouw, Hay Hay berhenti dan menghadapi Han Siong. Dia mengeluarkan bentakan nyaring yang penuh dengan sinkang untuk membuyarkan semua kekuatan hitam.

"Pek Han Siong, sadarlah! Semua kekuasaan dari kegelapan sudah lepas darimu! Sinar terang mengusir kegelapan dan mengembalikan kesadaranmu!" Hay Hay menggerakkan kedua tangannya ke arah Han Siong. Han Siong terhuyung ke belakang seperti terdorong oleh kekuatan luar biasa, akan tetapi dia lalu meloncat dan kelihatan semakin marah.

"Engkau sungguh manusia jahat dan layak dihajar!" Setelah berkata demikian, Han Siong sudah menerjang lagi dengan ganasnya.

Hay Hay terkejut. Kekuasaan apakah yang sedang mencengkeram Han Siong sehingga kekuatan sihir dalam diri Han Siong ditambah kekuatannya sendiri tidak mampu mengusir kekuasaan aneh itu? Dia tidak sempat berpikir lebih banyak karena sangatlah berbahaya menghadapi serangan seorang lawan seperti Han Siong. Dia pun cepat mempergunakan kelincahannya dan mengelak sambil balas menyerang untuk merobohkan Han Siong yang agaknya sudah tidak menguasai dirinya sendiri itu.

Terjadilah pertandingan yang dahsyat di pagi hari itu, di tempat sunyi luar kota Hok-lam. Pek Han Siong adalah seorang pemuda perkasa yang menguasai banyak ilmu silat yang tinggi. Dari orang tuanya yang turun temurun menjadi ketua perkumpulan Pek-sim-pang, dia sudah mewarisi ilmu silat Pek-sim-pang yang diringkas menjadi tiga belas jurus. Dari guru-gurunya, yaitu suami isteri Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu dia pun menerima gemblengan dan mewarisi ilmu-ilmu silat yang amat tinggi, baik dari aliran sesat karena kedua orang gurunya itu dahulunya berasal dari dunia sesat, mau pun ilmu-ilmu kesaktian yang ditemukan kedua orang gurunya itu, yaitu Kwan Im Sin-kun dan Kwan Im Kiam-sut, peninggalan seorang tokoh di antara Delapan Dewa.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar