*

*

Ads

Sabtu, 21 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 067

"Ci Goat, aku ingin bicara denganmu, bolehkah?"

Gadis itu terkejut. Dia sedang termenung seorang diri di kebun belakang rumah barunya, rumah yang merupakan peninggalan dari suheng-nya, yaitu mendiang Thio Ki. Dia sedang termenung dan terkenang akan percakapannya dengan Hay Hay yang pandai merayu, kemudian terkenang akan ucapan pemuda itu yang di depan Han Siong yang secara terus terang mengatakan keyakinannya bahwa dia mencinta Han Siong!

Betapa malu rasa hatinya ketika itu, akan tetapi diam-diam dia pun bersyukur bahwa Hay Hay sudah mengetahui akan isi hatinya dan mewakilinya menyampaikan hal itu kepada Han Siong! Kini dia tinggal menanti bagaimana reaksi dari Han Siong setelah mendengar bahwa dia mencintanya. Diam-diam dia merasa sangat berterima kasih kepada Hay Hay yang perayu akan tetapi tidak kurang ajar itu.

Ketika ada suara memanggilnya, dia tersentak kaget dan menoleh. Kiranya Hay Hay yang memanggilnya. Kedua pipinya menjadi kemerahan, apa lagi mendengar betapa pemuda ini menyebut namanya begitu saja, padahal biasanya menyebutnya nona!

“Ahhh, ternyata Tang-taihiap...” katanya sambil bangkit berdiri dari atas bangku yang tadi didudukinya.

Hay Hay tersenyum dan agaknya dia pandai membaca hati orang dengan hanya melihat sikapnya. "Jangan kaget kalau aku menyebut namamu begitu saja, Ci Goat. Sesudah kita menjadi kenalan dan sahabat baik, rasanya janggal kalau aku harus menyebutmu nona, apa lagi engkau menyebut taihiap kepadaku, sebut saja toako (kakak), bukankah engkau juga menyebut begitu kepada Han Siong?"

Kedua pipi itu semakin merah sehingga nampak amat menggairahkan seperti buah tomat! Manisnya melebihi madu!

"Baiklah... Toako. Ehh, tentu saja boleh bicara dengan aku. Silakan duduk...”

Bangku itu terlalu pendek. Kalau dia harus duduk di sana bersama Ci Goat, tentu mereka harus duduk berdempetan. Tentu akan senang sekali duduk begitu dekat, akan tetapi Hay Hay maklum bahwa tentu gadis itu yang akan merasa risih dan rikuh. Maka dia pun duduk saja di atas batu depan bangku itu, dalam jarak dua tiga meter.

"Engkau duduklah, Ci Goat. Aku ingin mengobrol denganmu karena sahabatku Han Siong lebih senang mengobrol dengan tiga orang pendeta Lama itu dari pada dengan aku atau engkau!"

Ci Goat mengerutkan alisnya dan memandang kepada Hay Hay dengan sinar mata jelas membayangkan kekhawatiran. "Tang-taihiap... eh, Toako, sebetulnya siapakah tiga orang pendeta itu dan apakah maksud mereka hendak menemui dan bicara dengan Pek-toako? Kemunculan mereka yang tiba-tiba sungguh mencurigakan!"

Sikap gadis ini yang mengkhawatirkan keadaan Han Siong menambah jelas bagi Hay Hay bahwa gadis ini memang sudah jatuh cinta kepada Anak Ajaib itu. Dia tidak pernah dapat melupakan bahwa Pek Han Siong adalah Sin-tong (Anak ajaib) yang menurut pendapat para pendeta Lama di Tibet, Anak Ajaib adalah seorang anak yang sudah ditakdirkan dan dipilih menjadi seorang Dalai Lama!

"Jangan khawatir, Ci Goat. Apa pun yang menjadi maksud mereka, ketiga orang pendeta Lama itu tak akan mampu mencelakai Han Siong. Di samping dia sendiri mempunyai ilmu kepandaian yang amat tinggi, masih ada aku di sini yang selalu siap untuk membantunya andai kata dia terancam bahaya."

Jelas nampak betapa wajah yang tadinya diliputi kekhawatiran itu sekarang berseri tanda bahwa hatinya lega. "Ohh, terima kasih, Taihiap... ehh Toako…"

"Sudahlah, Ci Goat, jangan kita membicarakan orang lain. Aku hendak mengajak engkau mengobrol tentang diri kita sendiri, tidak membicarakan orang lain."

Kini Ci Goat dapat tersenyum. Dia sudah mulai mengenal watak pendekar yang ganteng ini. Watak yang perayu, mata keranjang akan tetapi tetap sopan dan tidak kurang ajar biar pun agak ‘berani’! Pemuda semacam ini tidak cocok bila ditanggapi dengan serius, maka sebaiknya dia bersikap ramah dan main-main pula.

"Tang-toako, engkau ingin bicara tentang apakah?”

"Tentang cinta!"

Sepasang mata jeli itu terbelalak dan Hay Hay pun terpesona. Gadis ini memang sudah cantik, dengan wajahnya yang putih mulus dan berbentuk bulat bagaikan bulan purnama, juga senyumnya yang memikat. Akan tetapi begitu sepasang mata itu terbelalak, muncul sepasang bintang yang amat indahnya!






"Apa... apa maksudmu... ?” Gadis itu bertanya dengan suara lirih dan seketika mukanya berubah merah.

Hay Hay tertawa. "He-he-he, adik Ci Goat yang manis, kenapa engkau begitu tersipu dan terkejut mendengar kata cinta? Apa sih salahnya orang muda berbicara mengenai cinta? Engkau sudah cukup dewasa, dan aku pun bukan kanak-kanak. Tidak ada salahnya kalau orang-orang muda seperti kita bicara tentang cinta." “Tapi... tapi, apa maksudmu?”

Senyum Hay Hay semakin melebar. Dia tahu kenapa gadis itu tersipu. Tentu disangkanya bahwa dia akan menyatakan cinta kepada gadis itu! Ah, betapa mudahnya mengaku cinta kepada gadis-gadis muda cantik, apa lagi yang seperti Ci Goat ini. Akan tetapi pengakuan cintanya akan merupakan kebohongan besar kalau hal itu dia lakukan.

Tidak, dia belum pernah jatuh cinta walau pun entah sudah berapa puluh kali dia tertarik dan suka sekali kepada gadis cantik jelita. Bahkan setiap gadis selalu menarik hatinya, menimbulkan rasa suka. Akan tetapi jatuh cinta? Rasanya belum pernah!

Perasaannya terhadap wanita-wanita seperti Ji Sun Bi atau Siok Bi merupakan dorongan nafsu birahi saja yang dibangkitkan oleh sikap kedua orang wanita itu. Dan memang ada gadis-gadis yang sangat dikaguminya dan disukanya, seperti misalnya Siangkoan Bi Lian dan Cia Kui Hong, akan tetapi dia pun tidak tahu apakah dia mencinta seorang di antara mereka atau tidak.

Dia ingin bebas, tidak terikat cinta dengan seorang wanita tertentu. Enak bebas, sehingga dia akan bebas pula mengagumi kecantikan setiap orang wanita yang dijumpainya tanpa merasa bahwa dia mengkhianati cintanya terhadap wanita tertentu itu!

"Jangan khawatir, adik manis. Aku tidak bermaksud yang bukan-bukan, melainkan hanya ingin bicara tentang cinta itu sendiri denganmu, mengingat bahwa engkau adalah seorang wanita sehingga pandanganmu mengenai cinta tentu berbeda kalau dibandingkan dengan pendapat seorang pria seperti aku."

"Aku masih belum mengerti, Toako. Akan tetapi bicaralah, dan aku akan mencoba untuk mengerti apa yang kau maksudkan," kata gadis itu tabah.

Dia merasa yakin bahwa pendekar ini tidak akan bicara yang bukan-bukan. Pendekar ini sendiri yang pernah menyatakan bahwa dia jatuh cinta kepada Pek Han Siong, maka tak mungkin kalau kini dia akan begitu tega untuk menyatakan cinta kepadanya!

"Begini, Ci Goat. Terus terang saja, sampai berusia dua puluh dua atau dua puluh tiga tahun sekarang ini, aku belum pernah merasakan jatuh cinta. Aku tidak tahu apa cinta itu dan bagaimana rasanya orang jatuh cinta. Tentu saja aku hanya dapat mengira-ngira saja sehingga belum tentu benar. Sekarang aku ingin mendengar dari mulut seorang wanita, bagaimana sesungguhnya rasanya orang jatuh cinta?"

Ci Goat tersenyum lega. Pemuda ini memang aneh luar biasa! Mengajak dia berbincang-bincang tentang cinta, bukan untuk mengaku cinta. Dia sendiri pun baru sekali jatuh cinta, yaitu sekarang ini jatuh cinta kepada Pek Han Siong. Maka dia lalu mengenangkan segala perasaan yang dirasakannya selama jatuh cinta ini. Dia ingin jujur kepada Hay Hay yang ketika mengajukan pertanyaan itu kelihatan demikian sungguh-sungguh, tidak berkelakar lagi.

"Rasanya jatuh cinta? Hemmm, aku sendiri pun tidak yakin apakah pendapatku ini benar, Koko. Akan tetapi... agaknya orang yang sedang jatuh cinta akan selalu terkenang pada orang yang dicintanya. Kalau siang jadi kenangan, kalau malam jadi impian. Ingin selalu berdekatan, ingin selalu bersamanya, ingin melihat dia bahagia, ingin memiliki dan dimiliki selamanya, ingin... ahh, hanya itulah yang kuketahui."

Hay Hay memandang dan ada rasa iba di dalam hatinya. Jelas gadis ini sudah jatuh cinta kepada Han Siong, maka dapat mengatakan itu semua dan ketika mengatakan perasaan cinta itu, matanya melamun kosong dan pada saat bicara jelas bahwa perasaannya juga turut berbicara! Kasihan, gadis ini menjatuhkan benih cinta di atas tanah yang sudah ada tanamannya sehingga benih itu akan sia-sia dan tidak dapat tumbuh!

"Ahh, bagus sekali! Hampir tidak ada bedanya dengan yang kubayangkan, Goat-moi (adik Goat)! Aku setuju sekali dan agaknya memang begitulah perasaan hati orang yang tengah jatuh cinta. Sekarang aku ingin sekali tahu bagaimana pendapat seorang wanita terhadap keadaan seorang pria yang gagal dalam cintanya."

"Gagal dalam cintanya? Apa yang kau maksudkan, Toako?"

"Begini, adikku. Ada seorang pemuda yang jatuh cinta kepada seorang gadis, jatuh cinta setengah mati! Namun kemudian dia mendapat kenyataan bahwa gadis yang dicintanya mati-matian itu ternyata sudah mencintai seorang pemuda lain! Cintanya hanya bertepuk sebelah tangan! Lalu menurut pendapatmu, apa yang harus dilakukan oleh pemuda yang gagal dalam cintanya itu? Apakah dia harus bunuh diri di hadapan gadis itu? Ataukah dia harus membunuh kekasih gadis yang dicintanya itu?"

Gadis itu mengerutkan sepasang alisnya dan sinar matanya berkilat seperti orang marah, tanda bahwa dia sama sekali tidak setuju dengan pendapat itu.

"Ihhh…! Mengapa dia harus membunuh diri atau membunuh kekasih gadis itu? Itu adalah perbuatan yang bodoh dan jahat!” jawabnya hampir berteriak.

Hay Hay menyembunyikan senyum dari bibir dan matanya. Dia memandang dengan sikap penasaran. "Lho! Kenapa bodoh dan jahat, Goat-moi? Bukankah pemuda itu menjadi sakit hati karena cintanya ditolak dan gadis itu memilih pemuda lain?"

"Hati boleh sakit, akah tetapi pikiran harus tetap waras! Mana ada cinta yang dipaksakan oleh sepihak jika pihak lawan tidak menyambutnya? Cinta harus timbul dalam hati kedua pihak, baru jadi! Kalau gadis itu menolak cintanya karena sudah mencintai pemuda lain, maka gadis itu tidak bersalah dan kekasihnya juga tiak bersalah. Kenapa harus dibunuh? Dan pemuda yang putus cinta lantas membunuh diri adalah seorang yang bodoh dan tolol! Di dunia ini masih banyak sekali terdapat gadis-gadis yang mungkin lebih cantik dari pada yang dicintanya, yang siap untuk menyambut cintanya itu. Eh, Toako... apakah... apakah engkau pemuda itu? Maafkan aku...”

Hay Hay tertawa dan dari suara ketawanya saja tahulah Ci Goat bahwa pemuda itu bukan Hay Hay, maka hatinya terasa lega sekali. "Syukurlah kalau bukan engkau, Tang-toako!" sambungnya.

"Kita hanya mengobrol saja tentang cinta dan liku-likunya, tidak menyinggung seseorang. Pendapatmu tadi memang tepat dan agaknya cocok sekali dengan pendapatku sendiri."

"Tang-toako, betapa pun juga... aku merasa kasihan sekali terhadap pemuda itu. Aku tahu siapa yang kau maksudkan itu dan aku merasa amat kasihan. Sungguh luar biasa sekali, bagaimana ada seorang gadis yang dapat menolak seorang pria seperti dia untuk menjadi suaminya...! Ahhh, betapa dia mencinta gadis itu, namun gadis bodoh itu justru menolak cintanya... apakah dia telah mencintai laki-laki lain?"

Melihat gadis itu seperti bicara kepada dirinya sendiri, Hay Hay mengerutkan alisnya dan memandang dengan penuh perhatian. "Heii, Goat-moi, apa yang kau bicarakan itu? Siapa yang kau maksudkan dengan pemuda itu?"

"Aih, engkau masih pura-pura tidak tahu, Toako? Sebagai seorang sahabat baiknya, tentu engkau sudah tahu bahwa yang kumaksudkan ialah toako Pek Han Siong. Tunangannya itu menolak untuk menjadi istrinya."

Tentu saja Hay Hay tidak tahu akan hal ini, akan tetapi dengan cerdik dia mengangguk. "Ahh, benar, tentu saja aku tahu mengenai hal itu, hanya tidak kusangka bahwa ternyata dia sudah bercerita tentang hal itu kepadamu, karena itu aku tadi tidak menyangka bahwa engkau maksudkan dia. Sekarang sebaiknya kita tidak membicarakan orang lain dan kita melanjutkan obrolan kita tentang cinta."

Gadis itu tersenyum. "Bicaralah, Toako. Agaknya engkau memang seorang yang sangat memperhatikan tentang cinta."

"Tentu saja, adik manis. Apa artinya hidup tanpa cinta? Bila kita pikir secara mendalam, tanpa adanya cinta, engkau dan aku tidak akan terlahir di dunia ini!" Hay Hay tertawa dan biar pun mukanya berubah merah mendengar ucapan yang penuh arti itu, mau tidak mau Ci Goat juga tertawa.

"Persoalan cinta apa lagi yang hendak kau kemukakan, Toako?" Dia mulai tertarik dengan percakapan tentang cinta ini, hal yang tentu saja sangat menjadi perhatiannya karena dia sendiri pun sedang dilanda cinta.

"Masih persoalan yang tadi, akan tetapi kini peranannya dibalik. Sekarang seorang wanita yang jatuh cinta kepada seorang pria, tetapi ternyata bahwa pria itu tidak dapat menerima cintanya, atau menolak cintanya karena pria itu telah memiliki pilihan hati, telah mencinta seorang gadis lain. Nah, kalau demikian keadaannya, lalu apa yang harus dilakukan gadis itu?"

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar