*

*

Ads

Sabtu, 21 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 066

"Enaknya! Kalau begitu, aku pun tidak akan sudi! Engkau harus menemani aku di rumah itu sampai aku selesai dengan tugasku. Bagaimana?"

Han Siong kembali menghela napas panjang. "Baiklah, mari kita ke sana. Penguburan itu agaknya telah selesai dan sekarang tinggal sembahyang sebagai penghormatan terakhir." Mereka lalu bergandeng tangan sebagai dua orang sahabat yang akrab sekali menuju ke makam baru yang rupanya sudah selesai ditimbuni tanah itu.

Memang Hay Hay dan Han Siong saling merasa suka dan akrab, merasa seolah-olah ada pertalian hubungan di antara mereka. Betapa tidak? Sejak terlahir di dunia ini, keduanya memang mempunyai hubungan yang dekat sekali, jalan hidup mereka saling kait mengait secara aneh. Memang bukan sanak bukan kadang, akan tetapi sejak lahir sampai menjadi besar, Hay Hay menempati hidup Han Siong sehingga seolah-olah dia menjadi Han Siong ke dua!

Sejak bayi dia dipakai menjadi pengganti Han Siong yang disembunyikan orang tuanya, lalu dia mengalami banyak sekali hal hebat karena dia disangka Han Siong. Dan sesudah dewasa, mereka berdua sama lihainya, mempunyai tingkat kepandaian yang berimbang, bahkan keduanya menjadi murid orang-orang sakti dan selain menerima gemblengan ilmu silat, juga keduanya mahir ilmu sihir!

Ketika semua orang baru selesai bersembahyang untuk memberi penghormatan terakhir di depan tiga buah makam itu, mendadak terdengar suara kelenengan kecil yang nyaring. Semua orang segera menengok ke arah suara itu dan melihat tiga orang pendeta Lama yang berjubah merah dengan langkah lebar menuju ke tempat itu.

Melihat mereka itu, Han Siong dan Hay Hay saling pandang, lantas Hay Hay tersenyum. Keduanya sudah mengenal baik para pendeta Lama yang sejak mereka masih kecil terus berusaha untuk menemukan dan menculik Sin-tong, yaitu Pek Han Siong. Tak salah lagi, pikir mereka, kemunculan ketiga orang pendeta Lama itu tentu ada hubungannya dengan urusan lama itu, maka keduanya siap siaga dan waspada. Mereka segera memperhatikan tiga orang pendeta Lama itu.

Seperti pada umumnya, tiga orang pendeta Lama itu pun bertubuh jangkung. Orang yang pertama tinggi besar bagaikan raksasa, dengan kaki tangan yang kokoh kuat. Sepasang matanya bundar dan amat tajam, mukanya membayangkan kekuatan dan keberingasan.

Orang ini memikul sebatang tongkat panjang yang dipasangi kelenengan perak kecil yang mengeluarkan bunyi nyaring bila dia bergerak, dan di ujung lain dari tongkatnya tergantung sebuah buntalan yang cukup besar. Raksasa berkulit hitam ini agaknya menjadi pimpinan walau pun usianya sebaya dengan dua orang temannya, yaitu kurang lebih enam puluh tahun.

Pendeta Lama yang ke dua berkulit putih dan tubuhnya tinggi kurus. Sepasang matanya nampak seperti selalu terpejam saking sipitnya. Dia tidak kelihatan membawa senjata apa pun, akan tetapi kalau orang melihat ke arah pinggangnya, maka orang itu akan merasa ngeri melihat betapa sabuk di pinggang orang tinggi kurus ini adalah seekor ular hidup!

Ada pun pendeta yang ke tiga juga bertubuh jangkung, tetapi agak bongkok sehingga dia seperti seekor onta. Kulitnya kuning dan wajahnya kekanak-kanakan, kecil mengkerut. Di punggungnya tergantung sepasang cakar harimau yang sudah diberi gagang, sepanjang pedang.

Ouw Pangcu atau sekarang lebih tepat disebut namanya saja, yaitu Ouw Lok Khi karena dia tidak menjadi ketua lagi mengingat betapa semua anak buahnya sudah tewas, tinggal dia dan puterinya seorang, segera maju menyambut ketiga orang pendeta itu. Dia sendiri merasa amat heran ketika melihat munculnya tiga orang pendeta, namun karena dia yang menyelenggarakan pemakaman untuk ketiga orang muridnya, maka dia merasa sebagai tuan rumah dan menyambut tiga orang hwesio itu dengan sikap ramah ramah dan sopan.

"Selamat datang, sam-wi lo-suhu (tiga bapak guru)! Kami sedang melakukan pemakaman dan sembahyangan bagi tiga orang murid kami yang tewas dibunuh gerombolan penjahat. Tidak tahu apakah keperluan sam-wi (kalian bertiga) datang berkunjung ke tempat ini?"

"Omitohud..., semoga yang benar selalu mendapatkan perlindungan dan berkah! Pinceng (saya) bertiga sengaja datang untuk memberi hadiah penghibur bagi kalian yang berduka, juga untuk menyembahyangkan supaya arwah ketiga orang ini mendapatkan tempat yang damai abadi. Nah, sekarang terimalah hadiah penghibur yang kami bawa ini!"

Berbarengan dengan habisnya ucapan itu, pendeta Lama yang bertubuh raksasa bermata lebar itu segera menggerakkan tongkatnya dan buntalan itu pun melayang turun ke depan kaki Ouw Lok Khi. Begitu jatuh ke tanah buntalan itu lalu terlepas dan terbuka, dan semua orang memandang ngeri melihat bahwa isi buntalan adalah tiga buah kepala orang yang masih segar, leher yang buntung itu masih berdarah, agaknya baru saja tiga buah kepala itu dipenggal dari tubuhnya!






"Ohhh...!" Ouw Lok Khi terhuyung mundur dengan mata terbelalak dan muka pucat. Hay Hay dan Han Siong yang sudah siap siaga telah berloncatan ke depan. Sekali lihat saja mereka berdua mengenali tiga buah kepala itu.

"Ini adalah kepala para tosu Pek-lian-kauw ahli sihir itu!" seru Hay Hay.

Pendeta Lama yang tinggi besar itu tertawa, ada pun dua orang temannya berdiri seperti patung dan hanya menonton. "Ha-ha-ha, benar sekali, orang muda. Bukankah mereka ini yang menyusahkan kalian? Ehhh, orang muda yang baik, apakah engkau yang bernama Pek Han Siong?"

Sebelum Hay Hay menjawab, Han Siong yang sudah mempunyai dugaan buruk terhadap semua pendeta Lama, segera menjawab, "Akulah yang bernama Pek Han Siong! Tidak tahu sam-wi lo-suhu mempunyai keperluan apakah dengan aku?"

Tiga orang pendeta Lama itu menatap kepada Han Siong dengan pandang mata penuh selidik. Kemudian, melihat sinar mata mencorong pemuda itu yang agaknya seperti penuh tantangan, pendeta Lama yang tinggi besar itu lalu berkata ramah. "Bagus, setelah sekian lamanya kami mencari, kebetulan bertemu di sini. Saudara sekalian, dan juga engkau Pek Han Siong, ketahuilah bahwa kedatangan kami ini mempunyai iktikad baik. Buktinya, kami sudah membunuh tiga orang tosu yang telah mengacau di sini dan menimbulkan banyak korban. Terus terang saja, kami senang bertemu dengan Pek Han Siong dan kami ingin membicarakan suatu hal yang sangat penting. Akan tetapi sebelum itu, biarlah kami akan membuat sembahyangan dulu agar roh ketiga orang yang mati ini akan mendapat tempat yang tenang abadi."

Sesudah berkata demikian, pendeta Lama yang agak bongkok kemudian mengeluarkan alat sembahyang dari saku jubahnya yang lebar, yakni dupa, tempat dupa gantung dan sebagainya. Lalu, disaksikan oleh semua orang, tiga orang pendeta Lama itu melakukan sembahyang dengan upacara yang aneh bagi mereka yang menyaksikan.

Upacara sembahyang untuk kematian yang dilakukan oleh para pendeta Lama ini sangat berbeda dengan apa yang biasa dilakukan oleh para hwesio. Mereka berjalan mengelilingi tiga buah makam itu, mengucapkan doa dan mantera dengan nada dan lagu yang asing. Namun bagaimana pun juga Ouw Lok Khi merasa bersyukur dan berterima kasih kepada tiga orang pendeta itu.

Setelah tiga orang pendeta Lama itu menyelesaikan upacara sembahyang, mereka lantas menghampiri Pek Han Siong dan Hay Hay yang sejak tadi menonton upacara itu dengan penuh perhatian.

"Hati-hatilah, Han Siong. Aku merasa curiga pada mereka. Kurasa mereka datang karena engkau dan ada hubungannya dengan dirimu sebagai Sin-tong," Hay Hay berbisik kepada Han Siong.

Han Siong setuju dengan pendapat Hay Hay itu dan sejak tadi dia memang sudah merasa curiga dan bersiap siaga. Kini pendeta yang bertubuh raksasa itu berkata sambil memberi hormat kepadanya.

"Saudara muda Pek Han Siong, kami bertiga mohon supaya engkau suka menerima kami yang ingin bicara dengan engkau tanpa kehadiran orang lain, untuk urusan yang teramat penting.

Hay Hay dan Han Siong saling pandang, kemudian Han Siong menjawab, "Sama sekali aku tidak keberatan untuk bicara dengan sam-wi lo-suhu, akan tetapi lebih dulu aku ingin tahu siapa sesungguhnya sam-wi ini."

Han Siong yang cerdik agaknya cukup berhati-hati sehingga dia ingin agar Hay Hay lebih dulu juga mendengar siapa adanya tiga orang pendeta Lama itu sebelum dia mengadakan pembicaraan sendirian saja bersama mereka.

Mendengar ini, tiga orang pendeta itu juga saling pandang, kemudian orang pertama yang bertubuh tinggi besar menjawab, "Ketahuilah, saudara muda Pek, kami adalah tiga orang pendeta dari Tibet. Nama pinceng (aku) adalah Gunga Lama."

“Pinceng bernama Janghau Lama," kata pendeta tinggi kurus yang matanya sangat sipit dan bersabuk ular hidup.

"Dan pinceng bernama Pat Hoa Lama," kata pendeta bongkok yang pada punggungnya terdapat senjata sepasang cakar harimau. Dari nama mereka saja dapat diketahui bahwa yang dua orang pertama adalah orang-orang Tibet asli, sedangkan orang ke tiga adalah peranakan Tibet dan Han.

Ouw Lok Khi yang merupakan seorang berpengalaman, dengan diam-diam juga merasa curiga melihat tiga orang pendeta Tibet begitu datang lantas ingin berbicara dengan Pek Han Siong. Maka dia pun mendahului mereka, sesudah mereka memperkenalkan diri, dia segera maju dan memberi hormat.

"Sam-wi lo-suhu, kami sangat berterima kasih kepada sam-wi dan untuk memperlihatkan rasa terima kasih kami, maka kami mengundang sam-wi untuk menjadi tamu kami dan di sanalah sam-wi dapat berbicara dengan Pek-taihiap secara leluasa tanpa terganggu. Mari, silakan, sam-wi lo-suhu, Pek-taihiap dan Tang-taihiap."

Diam-diam dua orang pendekar muda itu bersyukur akan sikap hati-hati dari bekas ketua Pek-tiauw-pang itu. Tiga orang pendeta itu tertegun, akan tetapi sesudah saling pandang, mereka mengangguk dan tanpa banyak cakap mereka semua lalu bubaran meninggalkan kuburan. Para pelayat lain kembali ke rumah masing-masing, ada pun tiga orang pendeta itu turut bersama Ouw Lok Khi dan Ouw Ci Goat. Han Siong dan Hay Hay juga berjalan mengikuti mereka, dan mereka berdua berjalan paling belakang.

"Hay Hay, kurasa mereka tidak berniat buruk walau pun aku tetap akan berhati-hati sekali dalam menghadapi mereka. Engkau jangan lupa tugasmu!"

"Tugasku...? Ahh, nona Ouw maksudmu? Jangan khawatir. Kita membagi tugas, engkau bicara dengan tiga orang pendeta Lama itu dan aku bicara dengan Ouw Ci Goat. He-he, tugasku lebih menyenangkan, dapat berdekatan dan bercakap-cakap dengan gadis cantik manis, sedangkan engkau... heh-heh!"

"Dasar mata keranjang kau!" Han Siong mengomel.

Akan tetapi Hay Hay hanya tertawa saja, walaupun di dalam hatinya dia harus mengakui bahwa tugasnya jauh lebih berat. Dia harus menyampaikan kenyataan yang sangat tidak menyenangkan bagi Ci Goat, dan dia harus mencari akal yang jitu supaya gadis itu dapat menerima berita yang disampaikannya dengan tabah.

**** 066 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar