*

*

Ads

Kamis, 19 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 064

"Kim-lian-pang anak buah Sim Ki Liong, dan Hek-tok-pang anak buah dia yang tewas ini. Sudahlah, nanti saja kujelaskan lebih lanjut, sekarang aku harus membantu mereka!" kata Han Siong yang segera meloncat pergi dari situ.

"Aku membantumu!" kata Hay Hay sambil mengejar.

Tentu saja dia percaya penuh bahwa yang dibela oleh Han Siong pasti berada pada pihak yang benar. Dia telah mengenal watak Sin-tong ini, seorang pendekar muda gemblengan yang selalu menentang kejahatan. Apa lagi tadi pun dia telah membuktikan sendiri bahwa pihak lawan pemuda itu adalah orang-orang yang dia tahu amat jahat, terutama Ji Sun Bi.

Tentu saja dia mengenal baik siapa Ji Sun Bi itu! Bagaimana tidak mengenalnya? Bahkan wanita cantik berwatak cabul itu dapat dibilang merupakan gurunya dalam bercumbu dan berolah cinta! Wanita yang pertama kali saling peluk dan saling cium dengannya adalah Ji Sun Bi! Kalau saja batinnya tidak kokoh kuat, tentu dia sudah kehilangan perjakanya oleh wanita itu.

Dan hampir saja dia diperkosa ketika Ji Sun Bi dibantu mendiang gurunya, Min-san Mo-ko yang membuat dia tidak berdaya dengan sihir. Untung muncul Pek Mau Sanjin, mendiang kakek sakti yang kemudian menjadi gurunya dalam hal ilmu sihir. Dia sudah mengenal Ji Sun Bi secara baik, dan dengan mengenang peristiwa itu saja, sudah tentu dia tidak tega untuk membunuhnya! Wanita pertama yang mengajarnya tentang permainan asmara!

cerita silat online karya kho ping hoo

Perhitungan dan siasat yang digunakan Ouw Pangcu memang tepat. Dia bersama teman-temannya menghujankan anak panah berapi ke puncak hingga hal ini memancing semua anak buah Kim-lian-pang dan Hek-tok-pang untuk turun dari puncak, pergi meninggalkan sarang mereka lalu mengamuk dengan penuh kemarahan. Apa lagi setelah mereka lihat betapa pimpinan mereka mengepung seorang pemuda lihai.

Hek-tok Pangcu memimpin anak buahnya mengamuk. Tepat seperti yang dikhawatirkan Han Siong, dua puluh orang Hek-tok-pang serta pemimpin mereka ini merupakan lawan berat yang membuat para penyerbu kewalahan. Tapi karena jumlah pihak para penyerbu jauh lebih banyak, dan para penyerbu itu juga terdiri dari para anggota perkumpulan silat yang rata-rata pandai ilmu silat, maka pertempuran berlangsung dengan hebat dan pada kedua pihak telah jatuh korban belasan orang banyaknya.

Munculnya Han Siong dan Hay Hay dalam pertempuran itu pada saat yang sangat tepat. Begitu dua orang pemuda sakti ini terjun ke dalam pertempuran, hanya mempergunakan kaki tangan karena mereka sudah menyimpan pedang pusaka yang mereka rampas tadi, tak ingin mempergunakan pedang pusaka yang bukan milik mereka itu untuk membunuh orang, maka kocar-kacirlah pihak lawan. Semua anak buah Hek-tok-pang telah roboh dan tewas, dan sebagian besar anak buah Kim-lian-pang juga roboh, sebagian kecil melarikan diri bahkan ada pula yang terjun ke dalam jurang untuk menyelamatkan diri.

Dengan dipimpin oleh Ouw Pangcu, para penyerbu lalu naik ke puncak Kim-Iian-san dan kedua orang pemuda perkasa itulah yang menjadi pelopor di depan. Mereka berdua yang meruntuhkan semua penghalang serta jebakan, juga memunahkan segala macam racun yang disebar dengan membakar rumpun semak belukar pada sepanjang lorong dan jalan setapak yang menuju ke puncak.

Akhirnya mereka sampai di puncak, di sarang Kim-lian-pang dan ternyata yang tinggal di sarang itu hanyalah isteri para anggota bersama anak-anak mereka. Ouw Pangcu cepat memberi aba-aba agar tak seorang pun boleh mengganggu mereka! Sikap ini saja sudah membuat Han Siong dan Hay Hay merasa senang sekali, karena itu mereka tidak merasa menyesal telah membantu gerakan yang dipimpin oleh Ouw Pangcu yang bijaksana itu.

Oleh Ouw Pangcu, semua harta benda yang ada di sarang Kim-lian-pang lalu dibagikan kepada keluarga para anggota Kim-lian-pang. Dia menyuruh mereka semua turun bukit, kemudian dia membakar sarang itu, disaksikan oleh semua penyerbu yang bersorak sorai penuh kemenangan dan kepuasan karena mereka semua merasa sakit hati kepada Kim-lian-pang dan kini mereka telah berhasil membalas dendam dan membasmi perkumpulan jahat itu.

Setelah api berkobar membakar sarang gerombolan Kim-lian-pang dan para penyerbu itu tengah bersorak-sorai, tiba-tiba terdengar suara lantang Ouw Pangcu. "Saudara sekalian, tanpa bantuan dari pendekar besar Pek Han Siong, tidak mungkin kita dapat membasmi gerombolan jahat itu. Mari kita berterima kasih kepada Pek Taihiap!"

Berkata demikian, Ouw Pang Cu segera menjatuhkan diri berlutut menghadap Pek Han Siong, diikuti oleh puterinya yang tadi juga ikut bertempur dengan gagah dan mati-matian. Melihat pemimpin penyerbuan itu telah berlutut, semua anggota penyerbu yang terdiri dari para anggota bermacam perkumpulan segera menjatuhkan diri berlutut dan menghadap pemuda itu. Hanya Han Siong dan Hay Hay saja yang berdiri, sedangkan semua orang berlutut. Melihat ini, Hay Hay tersenyum dan berseru dengan nyaring.

"Hidup pendekar gagah Pek Taihiap!"

Mendengar ini, semua orang yang berlutut juga berseru, "Hidup Pek Taihiap! Hidup Pek Taihiap!"






"Ahh, engkau gila!" Han Siong memaki Hay Hay yang masih cengar-cengir menggodanya, kemudian Han Siong menghampiri Ouw Pangcu dan mengangkat bangun ketua itu dan juga puterinya. Dia ingin membalas kepada Hay Hay, maka katanya dengan lantang,

"Ouw Pangcu dan saudara sekalian harap bangun dan jangan berterima kasih kepadaku saja. Tanpa bantuan pendekar sakti Tang Hay ini, mana aku mampu mengalahkan para pimpinan Kim-lian-pang? Dia inilah yang sudah membantuku dan dia yang berjasa besar dalam pertempuran ini. Hidup Pendekar Mata Keranjang Tang Hay!"

Tentu saja semua orang merasa heran sekaligus geli mendengar julukan itu. Pendekar Mata Keranjang? Karena itu mereka pun tidak berani menirukan sorakan Han Siong tadi, khawatir kalau-kalau menyinggung hati pemuda berpakaian biru dan bercaping lebar itu. Ouw Pangcu cepat maju memberi hormat kepada Tang Hay.

"Terima kasih atas bantuan Taihiap!" katanya yang diturut pula oleh Ci Goat, puterinya. Hay Hay memandang kepada Ci Goat dan tersenyum.

"Aih, tidak kusangka bahwa di antara banyak orang gagah ini terdapat pula seorang nona yang gagah perkasa. Han Siong, perkenalkan aku kepada mereka!"

Han Siong tersenyum mengejek. Pemuda yang satu ini memang sangat payah, pikirnya. Tak dapat dia menyangkal bahwa Hay Hay memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, bahkan dia sendiri merasa sukar untuk dapat menandinginya, juga mempunyai watak gagah dan bertanggung jawab, seperti yang pernah dibuktikannya pada saat mengakui Ang-hong-cu sebagai ayahnya.

Akan tetapi satu hal yang membuat dia merasa kecewa. Pemuda ini memiliki sifat mata keranjang yang sudah tidak ketulungan lagi! Bagaikan seekor kumbang yang tidak pernah mau melewatkan setangkai kembang yang indah bermadu. Begitu melihat wanita, segera saja merasa tertarik!

Memang harus diakuinya bahwa pada kenyataannya pemuda ini tak pernah mengganggu wanita dalam arti kata yang sedalam-dalamnya, melainkan hanya karena iseng dan hanya tertarik untuk berdekatan saja. Namun tentu saja semua orang akan mudah menjatuhkan kesalahan kepadanya kalau terjadi sesuatu dengan gadis yang didekatinya.

"Ouw Pangcu dan adik Ci Goat, dia ini adalah seorang pendekar sakti bernama Tang Hay dan berjuluk..."

"Aihh, tidak ada julukan bagiku, Han Siong, tidak seperti engkau yang sejak kecil dijuluki Sin-tong!" Hay Hay mencela.

Tentu saja ucapannya ini hanya untuk bergurau, tetapi baik dia mau pun Han Siong tidak menyadari bahwa senda gurau ini ternyata berakibat panjang. Seorang di antara mereka yang tadi ikut menyerbu, terbelalak mendengar sebutan Sin-tong untuk ke dua kalinya ini, akan tetapi dia hanya diam saja.

"Hay Hay, ini adalah Pek-tiauw Pangcu Ouw Lok Khi dan ini adalah nona Ouw Ci Goat, puterinya," Han Siong memperkenalkan. .

"Ouw Pangcu, sungguh beruntung aku dapat berkenalan dengan ketua Pek-tiauw-pang," kata Hay Hay dengan sikap sopan.

"Aihh, Tang-taihiap, sekarang Pek-tiauw-pang hanya tinggal namanya saja. Tadinya, yang tersisa dari pembunuhan yang dilakukan Kim-lian-pang hanya tinggal aku, anakku ini dan tiga orang murid. Akan tetapi kini tiga orang murid itu pun gugur dalam pertempuran tadi. Tinggal aku dan puteriku ini, maka mulai saat ini aku adalah Ouw Lok Khi biasa, bukan lagi seorang pangcu (ketua). Aku sudah terlalu tua untuk membangun kembali Pek-tiauw-pang yang sudah terbasmi habis."

"Ahh, kurasa tidak perlu paman Ouw berputus asa. Bukankah di sini masih ada nona Ouw yang gagah perkasa dan cantik jelita, lagi pula masih muda belia? Dengan bantuannya, apa sulitnya bagi paman untuk membangun lagi perkumpulan?" Hay Hay berkata dengan ramah. Dia melihat sepasang mata yang jeli itu terbelalak mendengar pujian bagi dirinya, akan tetapi terbelalak heran atas keberanian orang, bukan karena marah!

"Sudahlah, aku telah menerima kalah. Mari, ji-wi taihiap, marilah ji-wi (kalian) singgah dulu di rumah muridku Thio Ki yang telah diserahkan kepada kami. Karena dia pun telah gugur, maka rumahnya kini menjadi tempat tinggal kami untuk sementara."

Han Siong hendak menolak, dan hal ini nampak oleh Hay Hay yang bermata tajam, maka Hay Hay cepat mendahuluinya. "Baiklah, Paman, dan Nona. Terima kasih atas undangan itu. Mari, Han Siong, kita singgah dulu di rumah paman Ouw agar dapat mempererat tali persahabatan."

Dengan ucapan seperti itu, tentu saja Han Siong merasa dilumpuhkan sehingga dia tidak berani menolak. Bagaimana dia berani menolak bila persinggahan itu dimaksudkan untuk mempererat persahabatan? Dia lalu mengerling tajam kepada Hay Hay yang menyeringai lebar karena maklum bahwa kawannya itu mendongkol.

Hay Hay merasa heran, mengapa dalam pertemuan dengan Han Siong sekali ini, setelah lenyap semua rasa curiga dan kemarahan di antara mereka, dia kini merasa sangat akrab dengan Han Siong, seolah-olah mereka adalah dua orang sahabat lama.

Sesudah menyerahkan pengurusan para jenazah muridnya dan teman-teman lain kepada para sahabatnya yang ikut dalam penyerbuan itu, Ouw Lok Khi dan Ouw Ci Goat lantas mengajak dua orang pemuda perkasa itu ke rumah Thio Ki yang juga gugur. Tiga jenazah murid Pek-tiauw-pang, termasuk jenazah Thio Ki, sesudah dirawat kemudian dimasukkan ke dalam peti dan dibawa ke rumah itu, dijajarkan di serambi depan.

Malam itu banyak kenalan yang datang untuk memberi penghormatan terakhir kepada tiga jenazah dalam peti mati dan pada keesokan harinya, tiga peti jenazah itu pun dikuburkan dengan upacara sederhana. Selama itu pula Hay Hay tanpa rikuh lagi selalu mendekati Ci Goat dan mengajak gadis itu bercakap-cakap dengan sikap ramah dan akrab sekali! Berbeda dengan Han Siong yang selalu menjauhkan diri dari gadis itu karena dia merasa tidak enak kalau berdekatan dengan gadis yang dia ketahui sudah jatuh cinta kepadanya itu.

Hay Hay melihat gadis itu nampak murung ketika orang-orang mulai menimbuni lubang kuburan tiga orang murid Pek-tiauw-pang itu dengan tanah. Pada waktu gadis itu duduk di bawah pohon untuk berlindungi dari sengatan matahari, Hay Hay lalu mendekatinya dan masih sempat berkelakar untuk memancing percakapan.

Hay Hay juga duduk di atas sebuah batu, dalam jarak tiga meter dari gadis itu dan tanpa rikuh-rikuh dia mengamati wajah gadis yang bulat dan berkulit putih mulus itu. Wajah itu kelihatan muram dan sinar matanya mengandung kedukaan.

Pandang mata orang biasa saja sudah mengandung getaran yang akan terasa oleh orang yang dipandang, apa lagi pandang mata Hay Hay yang matanya mengandung kekuatan sihir yang hebat walau pun pada waktu itu dia tidak mempergunakan kekuatannya. Gadis itu mengangkat muka dan pandang matanya bertemu dengan mata Hay Hay yang tidak menyembunyikan sinar kekagumannya.

Melihat betapa mata pemuda itu terus memandang kepadanya dengan kagum, Ci Goat mengerutkan alisnya. Akan tetapi dia lalu teringat akan ucapan Han Siong yang menjuluki pemuda ini dengan julukan aneh, yaitu Pendekar Mata Keranjang! Jika melihat pandang mata itu, tidak aneh kalau dia dijuluki mata keranjang!

Dia tidak berani marah, mengingat bahwa pemuda ini juga seorang penolong besar yang membuat dia dan ayahnya berhasil membalas dendam dan menghancurkan perkumpulan Kim-lian-pang bersama antek-anteknya. Maka dia hanya menundukkan kembali mukanya dengan cepat dan muka yang putih itu berubah kemerahan.

"Heiii, nona Ouw, mengapa bermuram durja? Alangkah sayangnya kalau bulan purnama tertutup awan dan matahari terhalang mendung, dunia akan menjadi gelap dan kehilangan serinya! Nona, kenapa berduka pada hal pagi seindah dan secerah ini?"

Sepasang pipi yang putih halus itu menjadi semakin merah. Dia diumpamakan bulan dan matahari! Sungguh kata-kata rayuan maut yang akan dapat membuat wanita tergetar dan berlonjak kegirangan penuh bangga. Akan tetapi Ouw Ci Goat tersipu malu dan melirik ke arah Han Siong yang berdiri dekat mereka yang sedang melakukan pemakaman. Hatinya khawatir sekali.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar