*

*

Ads

Kamis, 19 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 062

Ki Liong segera mengenal Han Siong dan dia pun mengangguk-angguk. "Hemm, kiranya engkau yang datang membikin ribut. Pek Han Siong, ternyata kini engkau sudah menjadi jagoan yang mewakili Pek-tiauw-pang. Berapa dia membayarmu? Apakah dibayar dengan puterinya yang cantik itu?"

Apa bila orang lain yang menerima ejekan dan penghinaan ini, tentu akan menjadi marah. Akan tetapi Han Siong adalah seorang pemuda gemblengan. Dia hanya tersenyum, lantas menjawab dengan halus pula.

"Sim Ki Liong, engkau sudah tahu siapa engkau dan siapa aku. Setelah gagal membantu pemberontakan mendiang Lam-hai Giam-lo dan engkau beruntung dapat meloloskan diri, kini engkau melakukan kejahatan baru dengan menguasai semua perkumpulan yang kau peras, juga mempengaruhi para pejabat daerah dan bersekutu dengan orang-orang jahat. Engkau melakukan pembunuhan dengan semena-mena. Dan engkau tahu bahwa sejak menentang Lam-hai Giam-lo hingga sekarang aku selalu akan menentang segala macam bentuk kejahatan! Aku bukan sekedar wakil Pek-tiauw-pang saja, melainkan wakil seluruh masyarakat yang menderita karena kejahatanmu. Aku sudah mendengar bahwa engkau bersekutu dengan Tok-sim Mo-li. Di mana dia sekarang? Mengapa tidak keluar sekalian?"

Sambil berkata demikian, Han Siong menendang sebuah batu sebesar kepalan tangan yang berada di depan kakinya. Batu itu meluncur ke arah semak-semak dan tiba-tiba saja batu itu tertangkis dan runtuh. Dari balik semak-semak muncullah Tok-sim Mo-li Ji Sun bi, diikuti oleh tiga orang laki-laki berusia lima puluh tahun lebih yang kesemuanya berjubah pendeta, dengan rambut panjang digelung ke atas seperti tosu (pendeta Agama To).

Melihat munculnya wanita cantik ini, senyum di bibir Han Siong melebar. "Nah, sekarang baru lengkap, semua biang keladi kekacauan telah berkumpul di sini!" Ucapan ini sengaja dikeluarkan agak keras karena memang merupakan isyarat bagi Ouw Pangcu dan kawan-kawannya untuk mulai dengan penyerbuan mereka ke puncak Kim-lian-san.

"Pek Han Siong, selamat berjumpa kembali dan selamat jalan ke neraka!" kata Ji Sun Bi sambil mencabut sepasang pedangnya. "Sekarang saatnya kami membalas dendam atas kekalahan kami dahulu!"

Sim Ki Liong sudah maklum akan kelihaian Pek Han Siong. Dia tidak malu-malu lagi untuk mencabut pula senjatanya, yaitu Gin-hwa-kiam yang berkilauan seperti perak.

Melihat betapa tiga orang muda yang jahat dan lihai itu sudah mencabut senjata masing-masing, dan dia tahu bahwa seperti juga Cun Sek, Ki Liong memegang sebatang pedang pusaka yang ampuh, Han Siong cepat mengerahkan tenaga saktinya. Sepasang matanya memancarkan cahaya aneh, ada pun suaranya terdengar melengking tinggi penuh wibawa ketika dia berkata,

"Kalian bertiga hendak mengeroyokku? Baiklah, aku pun siap untuk melayani kalian satu lawan satu. Lihat, aku telah menjadi tiga orang seperti kalian!"

Tiga orang muda itu terbelalak, terkejut bukan main melihat betapa tubuh Han Siong telah terpecah menjadi tiga dan kini di depan mereka berdiri tiga orang Pek Han Siong! Ji Sun Bi maklum akan kekuatan sihir yang dipergunakan Han Siong dan memang dia telah siap untuk menghadapi kemungkinan itu, maka ia cepat berseru sambil menoleh ke belakang.

"Sam-wi Susiok (Paman Guru Bertiga), tolong bantulah kami!"

Ji Sun Bi adalah murid dari mendiang Min-san Mo-ko, seorang bekas tokoh Pek-lian-kauw yang selain pandai ilmu silat, juga ahli dalam hal ilmu sihir. Ji Sun Bi sendiri tidak pernah mempelajari ilmu sihir selengkapnya, hanya ilmu guna-guna untuk menjatuhkan hati pria saja. Akan tetapi, berkat gurunya dia mempunyai hubungan dengan Pek-lian-kauw.

Ketika Ki Liong menjadi ketua Kim-lian-pang dan dia menjadi pembantu utama atau wakil ketua, dalam usaha mereka untuk memperkuat Kim-lian-pang, maka Ji Sun Bi menemui beberapa orang tokoh Pek-lian-kauw dan berhasil membujuk tiga orang pendeta Pek-lian-kauw yang terhitung sute (adik seperguruan) mendiang Min-san Mo-ko, untuk membantu Kim-lian-pang.

Tiga orang tosu Pek-lian-kauw itu menyanggupi dan kini mereka berada di sana untuk membantu gerakan-gerakan Kim-lian-pang yang mendatangkan untung besar itu. Ketika Han Siong muncul, kebetulan mereka berada di puncak sehingga mereka dapat ikut pula turun menghadapi lawan.

"Jangan khawatir!" terdengar seorang di antara mereka berseru pada saat Ji Sun Bi minta bantuan. Tadi mereka sempat melihat betapa pemuda itu menggunakan sihir yang sangat kuat sehingga mereka sendiri pun terpengaruh dan mereka melihat betapa tubuh pemuda Itu berubah menjadi tiga.

Mereka bertiga maklum bahwa kekuatan sihir pemuda itu memang sangat hebat. Mereka tak akan mampu menandinginya tanpa menggabungkan kekuatan, maka mereka segera duduk bersila, bergandeng tangan dan mengerahkan kekuatan mereka. Seorang di antara mereka, yang berada di sudut kki, segera mengeluarkan kata-kata yang juga melengking tinggi berwibawa.






"Pemuda itu hanya seorang! Yang dua hanya bayangan dan kami perintahkan agar kedua bayangan itu lenyap!" Mereka lalu mengeluarkan suara mengaung-ngaung seperti suara anjing meratapi bulan pada tengah malam, suara yang menyeramkan dan mengeluarkan getaran kuat.

Ki Liong, Cun Sek dan Sun Bi memandang kepada Han Siong. Dan benar saja, dua di antara tubuh Han Siong itu perlahan-lahan lenyap, tinggal seorang lagi saja. Akan tetapi mendadak menjadi tiga lagi, lalu yang dua lenyap lagi. Maka tahulah mereka bahwa telah terjadi pertempuran kekuatan sihir antara Han Siong dan tiga orang tosu Pek-lian-kauw.

Han Siong sendiri sebetulnya mampu menandingi kekuatan sihir tiga orang Pek-lian-kauw itu. Akan tetapi suara mereka sungguh amat mengganggunya dan jika dilanjutkan, dalam keadaan adu tenaga sihir itu kemudian dia dikeroyok tiga, maka keadaannya berbahaya juga. Karena itu, ketika tiga orang itu mulai menggerakkan pedang, dia pun menyimpan kekuatan sihirnya dan dirinya berubah menjadi satu lagi.

Ki Liong sudah menggerakkan pedang Gin-hwa-kiam dan sinar perak menyambar ke arah Han Siong. Pemuda ini cepat mengelak dengan loncatan ke kiri. Dia disambut oleh Ji Sun Bi dengan sepasang pedangnya, sedangkan di belakang pemuda itu Cun Sek juga sudah menggerakkan pedang Hong-cu-kiam untuk mengeroyok.

Han Siong melihat gerakan mereka dan maklum bahwa sekali ini dia menghadapi bahaya. Tiga orang itu adalah orang-orang yang mempunyai ilmu kepandaian tinggi dan ketiganya memegang senjata. Kalau dia ingin menyelamatkan diri, sebenarnya mudah saja baginya untuk melarikan diri dari tempat itu. Akan tetapi dia harus dapat menahan mereka supaya Ouw Pangcu beserta kawan-kawannya dapat menyerbu sarang Kim-lian-pang di puncak. Kalau dia melarikan diri, tentu tiga orang ini akan mengamuk dan mungkin Ouw Pangcu bersama semua kawannya akan terbasmi dan dibantai!

Tiba-tiba saja dia mengeluarkan bertakan nyaring dan tubuhnya sudah melayang ke arah Ji Sun Bi. Wanita ini terkejut ketika melihat tubuh Han Siong menyambar dari atas seperti seekor burung garuda. Dia menyambutnya dengan bacokan sepasang pedangnya yang membuat gerakan menggunting dari kanan kiri!

Gerakan Ji Sun Bi ini berbahaya sekali terhadap tubuh Han Siong yang sedang melayang dan menyambar turun. Akan tetapi hal ini sudah di perhitungkan oleh Han Siong. Melihat wanita itu menggerakkan sepasang pedangnya, dia pun lantas membuat gerakan dengan tubuhnya sehingga tubuh yang meluncur turun itu mendadak terlempar ke atas membuat poksai (salto) dengan amat cepatnya. Tentu saja serangan Ji Sun Bi luput dan kini tubuh Han Siong telah turun di belakang wanita itu.

Ji Sun Bi adalah seorang ahli silat yang lihai. Dengan cepat dia memutar tubuhnya hingga kedua pedangnya juga ikut berputar, yang kanan membabat leher lawan sedangkan yang kiri menyusul dengan tusukan ke arah perut!

Han Siong sudah siap menghadapi ini. Dia segera merendahkan tubuh sehingga pedang yang menyambar leher itu lewat dl atas kepala, lalu dia menggeser kaki ke depan, sambil miringkan tubuh menghindarkan tusukan tangan kanannya membuat gerakan mendorong dengan pengerahan tenaga sinkang ke arah tangan Sun Bi yang menusukkan pedang.

"Lepaskan!" bentaknya dan bentakan ini pun mengandung wibawa memerintah yang amat kuat. Tanpa dapat dicegah lagi pedang itu terlepas dari tangan Sun Bi dan sudah pindah ke tangan kanan Han Siong.

Sun Bi terkejut dan cepat ia melempar tubuh ke belakang lalu bergulingan menjauh. Akan tetapi ternyata Han Siong tidak menyusulkan serangan melainkan bermaksud merampas sebatang pedang saja.

Kini Cun Sek dan Ki Liang telah menyerang lagi dari kanan kiri. Han Siong mengelak dan membalas dengan pedang rampasan, juga dengan tamparan tangan kiri. Dia tidak berani menggunakan pedang itu untuk menangkis. Meski pun pedang rampasan dari Sun Bi tadi bukan pedang biasa, melainkan sebatang pedang yang baik sekali biar pun terlalu ringan baginya, tetapi besar sekali kemungkinan akan patah jika dipergunakan untuk menangkis pedang sinar emas dan pedang sinar perak dari dua orang muda itu.

Ji Sun Bi yang marah sekali karena sebatang pedangnya terampas, kini sudah maju pula menyerang. Segera Han Siong merasa terdesak bukan main. Dia terpaksa mengeluarkan seluruh ilmu ginkang-nya untuk mengelak ke sana-sini dan hampir tidak lagi mendapatkan kesempatan untuk membalas serangan. Bahkan ketika terpaksa dia menangkis Hong-cu-kiam yang menyambar dahsyat dari belakang, ujung pedang rampasan itu patah, seperti yang telah dikhawatirkannya.

Sementara itu, tiga orang tosu itu masih duduk bersila dan kini mereka pun membantu pengeroyokan dengan serangan suara mereka! Mereka membuat suara yang seperti tadi, seperti anjing-anjing melolong, sungguh mengerikan dan menyayat hati.

Tentu saja hanya Han Siong yang merasakan gangguan ini karena lolongan itu memang ditujukan kepadanya. Kalau saja dia tidak sedang dikeroyok tiga orang lawan tangguh ini sehingga seluruh perhatiannya harus dicurahkah untuk menyelamatkan diri menghadapi serangan maut itu, tentu dia akan mampu melawan suara yang sangat mengganggu itu. Semakin repotlah Han Siong karena serangan suara ini.

Akan tetapi hatinya segera lega ketika terdengar sorak sorai dibarengi api dan asap yang mengepul dari puncak. Nampaknya Ouw Pangcu sudah berhasil menyerang dengan anak panah berapi yang membakar sarang itu, siasat yang digunakan untuk memancing keluar seluruh anak buah Kim-lian-pang dan Hek-tok-pang.

Tiga orang pengeroyok itu terkejut sekali melihat kepulan asap dari puncak. Akan tetapi mereka enggan meninggalkan Han Siong yang sudah terdesak itu karena kalau pemuda lihai ini tidak dirobohkan lebih dulu, maka tetap saja keadaan mereka terancam.

"Mari kita habiskan dia dulu sebelum menyerang yang lain!" kata Sim Ki Liong dan dia pun segera mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya.

Murid Pendekar Sadis ini memang lihai bukan main dan hanya berselisih sedikit saja jika dibandingkan dengan Han Siong. Sebab itu desakannya yang diikuti dua orang kawannya membuat Han Siong kembali terhuyung, dan terpaksa Han Siong menggerakkan pedang buntungnya untuk menangkis sinar perak yang menyambar ke arah kepalanya.

"Krakkk...!"

Pedangnya kembali patah dan kini hanya tinggal sedikit sisanya. Dia membuang gagang pedang itu dan pada saat itu pula ujung sepatu kaki kanan Ki Liong sempat menyambar ke arah pahanya sehingga dia pun terpelanting! Namun ketika sinar perak dan sinar emas menyambar, dengan amat cekatan dia sudah melesat lagi ke samping sehingga terhindar dari bahaya maut.

Tangannya kini sudah memegang sebatang ranting pohon yang dipatahkannya ketika dia meloncat menghindarkan diri tadi Sebatang ranting akan lebih berguna dari pada pedang rampasan yang kaku tadi. Ranting yang lentur mudah sekali menerima penyaluran tenaga sinkang dan tidak mudah dipatahkan pedang pusaka.

Mulailah Han Siong kembali melawan mati-matian. Dia belum mau melarikan diri, hendak memberi kesempatan kepada Ouw Pangcu hingga berhasil menumpas perkumpulan jahat itu. Tendangan yang mengenai pahanya tadi tidak menimbulkan luka karena dia tadi telah melindungi pahanya dengan kekebalan sinkang, dan kini akibatnya hanya mendatangkan rasa nyeri sedikit. Meski pun demikian tetap saja gerakannya menjadi agak canggung dan dia pun semakin terdesak, terutama sekali suara melolong-lolong dari tiga orang tosu itu sungguh membuat dia semakin bingung.

Tiba-tiba saja nampak bayangan biru berkelebat dan tahu-tahu di situ sudah muncul lagi seorang pemuda yang berpakaian biru-biru dengan garis pinggir berwarna kuning. Kepala dan mukanya tertutup sebuah caping lebar dan di punggungnya terdapat sebuah buntalan kain kuning. Begitu tiba, pemuda ini tertawa bergelak dan menghampiri tiga orang tosu itu, tangannya membawa sebatang pendek ranting pohon.

"Ha-ha-ha, pantas saja suaranya gaduh sekali. Ternyata di sini ada tiga ekor anjing yang sedang menggonggong berebut tulang! Nah, ini kuberi tulangnya, boleh kalian tiga ekor anjing memperebutkannya!" Dia pun melemparkan sepotong kayu tadi ke arah tiga orang tosu dan sungguh luar biasa sekali.

Tiga orang tosu yang tadinya bersila dan bergandeng tangan sambil mengeluarkan suara melolong untuk menyerang Han Siong, kini tiba-tiba saja merangkak-rangkak dan saling memperebutkan kayu itu dengan mulut mereka, persis tiga ekor anjing memperebutkan tulang. Pada saat kepala mereka saling bertumbukan, barulah mereka sadar dan mereka saling pandang dengan mata terbelalak.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar