*

*

Ads

Kamis, 19 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 061

Enam orang ini kemudian dipertemukan dengan Han Siong dan mereka semua merasa kagum kepada pemuda itu ketika mereka mendengar betapa Han Siong adalah seorang di antara para pendekar yang pernah membasmi gerombolan pemberontak yang dipimpin mendiang Lam-hai Giam-lo. Mereka lalu mengadakan perundingan dan menyusun siasat.

Pada hari yang sudah ditentukan, Pek-tiauw Pangcu Ouw Lok Khi berdiri di lereng Bukit Kim-lian-san dekat puncak, kemudian beberapa orang anak buahnya melepas anak panah berapi ke arah puncak. Sesudah beberapa kali melepas panah berapi dan di antaranya ada yang membakar daun-daun kering dekat puncak, Pek-tiauw Pangcu Ouw Lok Khi lalu mengeluarkan teriakan nyaring sambil mengerahkan tenaga khikang.

"Haiii, para pimpinan Klm-lian-pang! Kalau kalian memang gagah perkasa, turunlah dari puncak dan mari kita bertanding sampai seribu jurus!"

Sampai tiga kali dia mengulang teriakannya itu, kemudian bersama semua pasukan yang telah siap di tempat itu, dia bersembunyi. Kini hanya Han Siong seorang yang menanti di lapangan rumput di lereng bukit itu, dengan sikap waspada dan hati-hati.

Tidak lama kemudian nampak bayangan orang berkelebat dari atas dan tahu-tahu di situ sudah berdiri seorang pria muda yang tampan dan gagah. Tadinya Han Siong mengira bahwa ketua Kim-lian-pang, yaitu Sim Ki Liong yang muncul sendiri. Akan tetapi sesudah dia memperhatikan, yang muncul itu adalah seorang pria muda berusia kira-kira tiga puluh tahun yang tidak dikenalnya.

Pria ini bertubuh tinggi besar. Wajahnya berkulit putih dan tampan gagah, kedua matanya mencorong aneh. Pria ini bertangan kosong, tapi sikapnya yang tenang itu, tanpa senjata, dan pemunculannya yang tiba-tiba bagaikan setan, sudah menunjukkan bahwa dia adalah seorang lawan yang tangguh.

Pria itu bukan lain adalah Tang Cun Sek. Para pimpinan Kim-lian-pang marah bukan main melihat serangan anak panah berapi itu. Walau pun anak panah yang diluncurkan itu tidak sampai mencapai puncak sehingga tidak mengenai perumahan Kim-lian-pang, akan tetapi cukup mengejutkan juga, apa lagi ada beberapa batang anak panah berapi yang sempat mengakibatkan kebakaran sesudah mengenai daun-daun kering di atas tanah. Anak buah Kim-lian-pang terpaksa harus cepat-cepat memadamkan kebakaran itu sebelum menjalar dan membakar hutan di dekat puncak.

Ketika mereka mendengar tantangan yang diteriakkan oleh Pek-tiauw Pangcu Ouw Lok Khi, Tang Cun Sek segera berkata kepada Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi bahwa dia akan menghadapi ketua Pek-tiauw-pang itu.

"Hemm, aku yakin dia tidak datang sendirian. Tentu banyak kawannya, dan tentu dia telah membentuk pasukan yang kuat. Kalau tidak, mana dia berani bersikap seperti itu?" kata Ji Sun Bi yang berhati-hati.

"Aku pun menduga demikian," kata Sim Ki Liong. "Tang-toako, engkau keluarlah dulu dan sambut tantangan itu, kami mengikuti dari belakang karena aku hendak mempersiapkan anak buah lebih dulu untuk bertahan kalau-kalau mereka berani menyerang ke atas dan kita harus dapat membasmi mereka."

Tan Cun Sek menyanggupi lalu dia pun berlari turun dari puncak. Ketika dia melihat ada seorang pemuda berdiri seorang diri di lapangan rumput itu, dia pun cepat menghampiri dan mereka kini sudah berdiri saling berhadapan dan saling pandang dalam jarak kurang lebih empat meter saja.

Laksana dua ekor ayam aduan, mereka berdua saling pandang dengan sinar mata penuh selidik, seperti hendak mengetahui keadaan lawan masing-masing. Watak Cun Sek yang tinggi hati membuat dia belum apa-apa sudah memandang rendah terhadap calon lawan itu.

"Mana dia ketua Pek-tiauw-pang yang berteriak menantang tadi?" tanyanya. "Kenapa dia bersembunyi dan siapakah engkau?"

Han Siong tersenyum tenang. "Memang akulah yang mewakilinya untuk menghadapi para pimpinan Kim-lian-pang. Di mana adanya ketua Kim-lian-pang? Biarkan dia turun sendiri untuk menandingiku."

"Keparat, engkau hanya datang mengantar nyawa. Tak perlu Kim-lian Pangcu yang maju sendiri, sudah cukup aku untuk menghajarmu, kalau perlu membunuhmu!" kata Tang Cun Sek sambil melangkah maju.

"Hemm...! Sayang, sungguh sayang, seorang muda yang gagah seperti engkau ternyata hanya menjadi kaki tangan iblis-iblis seperti Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi. Tentu engkaulah yang bernama Tang Cun Sek, bukan? Hemm, apa saja yang kau peroleh dari mereka? Janji muluk, harta dan juga kecabulan Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi itu, bukan?"

Mendengar ucapan ini, seketika wajah Cun Sek menjadi merah sekali. Memang ucapan itu dengan tepat menelanjanginya, maka dapat dibayangkan betapa rasa malu membuat dia marah bukan main.

"Tutup mulutmu, keparat busuk!" bentaknya dan dia sudah menerjang dengan dahsyat.

Kedua tangannya bergerak cepat dan kuat sekali, mendatangkan tenaga yang amat hebat karena dia sudah mengerahkan tenaga dan memainkan ilmu silat Thian-te Sin-ciang yang merupakan satu di antara ilmu-ilmu yang ampuh dari Cjn-ling-pai.






Menghadapi serangan yang dahsyat ini, tentu saja Han Siong tidak berani memandang ringan. Dari angin pukulan itu saja dia pun maklum bahwa benar seperti yang diduganya, lawan ini bukanlah lawan yang ringan. Dia pun cepat mengelak.

Tetapi gerakan Cun Sek memang cepat sekali, karena begitu pukulannya luput, tubuhnya segera membalik dan kembali dia sudah melakukan serangan bertubi-tubi yang sambung menyambung.

Han Siong berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan serangan-serangan itu sambil memperhatikan gerakan lawan. Diam-diam dia pun terkejut dan heran sekali. Jelas bahwa pemuda ini menjadi pembantu dua orang muda yang sangat jahat, maka sepantasnyalah kalau pemuda ini juga seorang tokoh sesat. Akan tetapi kenapa gerakan silatnya demikian bersih? Bahkan ilmu silatnya sendiri jauh kalah bersih kalau dibandingkan ilmu silat yang dimainkan penyerangnya itu.

Dia menerima ilmu-ilmunya dari suhu dan subo-nya, dan memang dua orang gurunya itu pernah membuat pengakuan bahwa mereka adalah keturunan datuk-datuk sesat sehingga ilmu mereka pun tidak bersih.

"Bagaimana pun juga, yang menentukan bersih kotornya suatu ilmu adalah pemakainya," demikian suhu-nya pernah berkata. "Sudah menjadi kewajibanmu untuk membuat seluruh ilmu silat kita menjadi ilmu yang bersih dengan menghilangkan sifat-sifat yang curang dan licik, menghilangkan penggunaan hawa beracun, dan terutama sekali menggunakannya untuk menentang kejahatan dan membela keadilan dan kebenaran!"

Dan selama ini dia selalu mentaati pesan gurunya itu, bahkan sesudah dia memperoleh gemblengan dari Ban Hok Lojin, maka ilmu-ilmu dari gurunya dapat disempurnakan dan dibersihkan.

Setelah mempelajari gerakan lawan sampai belasan jurus, barulah Han Siong membalas dan mengingat akan kelihaian lawan, dia pun langsung memainkan ilmu silat Pek-hong Sin-ciang yang diperolehnya dari Ban Hok Lojin. Begitu dia memainkan ilmu silat ini, maka terkejutlah Cun Sek. Angin menyambar-nyambar laksana badai dan setiap kali lengannya bertemu dengan lengan lawan, Cun Sek terdorong sampai terhuyung ke belakang!

Karena terkejut, setelah berdiri tegak kembali dia tidak segera menyerang lagi, melainkan memandang dengan mata mendelik, penuh rasa penasaran dan marah karena malu.

"Singggg...!"

Ketika tangan kanannya meraba pinggang, tiba-tiba berkelebat sinar emas dan pedang pusaka Hong-cu-kiam telah berada di tangan kanannya.

"Keparat!" Dia membentak sambil menudingkan telunjuk kirinya ke arah wajah Han Siong. "sebelum engkau kubunuh, katakanlah siapa namamu agar jangan sampai engkau mati tanpa nama!"

Han Siong tersenyum. Pemuda bernama Tang Cun Sek ini bukanlah orang yang sedang dicarinya. Yang ingin dilawannya adalah Sim Ki Liong, akan tetapi bagaimana pun juga, pemuda di depannya ini merupakan seorang pembantu yang amat lihai dari Sim Ki Liong. Bahkan mungkin tidak kalah dibandingkan dengan Ji Sun Bi, maka harus ditundukkan!

Apa lagi pedang yang kini berada di tangannya itu jelas bukan pedang biasa, melainkan sebatang pedang pusaka yang ampuh. Dari sinarnya saja dia sudah tahu bahwa pedang tipis yang tadi menjadi sabuk itu amat berbahaya. Padahal dia sendiri sudah tak memiliki pedang, karena pedang pusaka Kwan-im Po-kiam pemberian gurunya yang juga menjadi tanda ikatan jodoh sudah dia kembalikan kepada suhu dan subo-nya. Biarlah, dia hendak menguji dulu sampai di mana kelihaian lawannya itu.

"Hemm, namaku Pek Han Siong, kawan. Lebih kusayangkan lagi bahwa pedang pusaka sebaik itu akan kau pergunakan untuk kejahatan!"

Cun Sek belum pernah mendengar nama Pek Han Siong, maka baginya nama itu tak ada arti apa pun. Juga dia melihat lawannya itu masih belum mengeluarkan senjata. Sebagai seorang yang amat menghargai diri sendiri, Cun Sek merasa penasaran sekali. Tentu saja dia tidak mau dianggap pengecut karena menyerang orang tanpa senjata dengan pedang pusakanya, maka dia menantang.

"Pek Han Siong, tidak perlu banyak cakap. Keluarkan senjatamu!"

Han Siong menggelengkan kepalanya. "Aku tidak memegang senjata, tetapi engkau keliru kalau mengira aku takut menghadapi pedangmu. Aku akan melawan pedangmu dengan tangan kosong."

"Manusia sombong, jangan salahkan aku kalau tubuhmu akan terbabat menjadi beberapa potong. Lihat pedang!" Terdengar suara berdesing dan nampak sinar emas menyambar ke arah leher Han Siong.

Han Siong kagum sekali. Pedang itu bukan saja merupakan pusaka ampuh, akan tetapi juga digerakkan oleh tangan ahli. Dia cepat mempergunakan ginkang-nya untuk meloncat dan mengelak. Namun pedang itu bergerak terus dengan sangat cepatnya sehingga Han Siong terpaksa harus berloncatan ke sana-sini. Dia semakin kagum.

Tentu saja ilmu pedang lawan itu sangat hebat karena Cun Sek memainkan ilmu pedang Cin-ling-pai yang mengandung unsur ilmu pedang Siang-bhok Kiam-sut yang amat tinggi tingkatnya. Walau pun dia tidak menguasai Siang-bhok Kiam-sut sepenuhnya, akan tetapi cukuplah untuk membuat dia menjadi seorang ahli pedang yang amat lihai.

Namun sekali ini Cun Sek berhadapan dengan seorang lawan yang memiliki tingkat lebih tinggi dalam ilmu silat. Han Siong masih lebih pandai, baik dalam ilmu silat mau pun lebih kuat dalam ilmu sinkang dan ginkang. Maka, walau pun Cun Sek menyerangnya bertubi-tubi, tubuh Han Siong berkelebatan dan selalu terhindar dari sambaran pedang, bahkan kini Han Siong mulai membalas dengan serangan yang tak kalah ampuhnya, meski hanya mempergunakan tangan dan kaki.

Dengan Pek-hong Sin-ciang, beberapa kali Han Siong dapat membuat Cun Sek terdesak dan terhuyung. Bahkan pernah pedang pusaka Hong-cu-kiam di tangannya sudah hampir terlepas setelah lengan kanannya terkena tendangan kaki Han Siong. Kini Cun Sek mulai terdesak.

"Haiiitttt...!" Cun Sek yang menjadi amat penasaran, dengan nekat memutar tubuh setelah tadi dia menghindarkan diri dari tendangan kaki kiri Han Siong, kemudian sambil berputar, pedangnya menusuk ke arah perut lawan.

"Hemmm... huhhhh!" Han Siong membentak dan tangan kirinya mendorong dari samping. Dengan tangan kosong, dengan telapak tangannya, Han Siong mendorong pedang yang luar biasa tajamnya itu.

"Plakkk!"

Pedang itu terpukul menyerong, dan pada saat itu pula tangan kanan Han Siong sudah menampar ke arah kepala lawan. Cun Sek terkejut bukan main. Telapak tangan lawan itu mampu menangkis pedangnya, bahkan sekarang tiba-tiba ada angin yang menyambar ke arah kepalanya. Dia cepat miringkan tubuh dan menarik kepalanya ke belakang. !

"Plakkk!"

Pundaknya terkena srempetan telapak tangan Han Siong hingga Cun Sek terpelanting. Ia terkejut sekali, cepat bergulingan menjauh sambil memutar pedang melindungi tubuhnya. Ketika dia meloncat bangun, ternyata lawannya tidak mengejar, melainkan berdiri tegak sambil memandang kepadanya dengan senyum.

Mulailah Cun Sek merasa jeri karena dia maklum bahwa dia sedang menghadapi lawan yang mempunyai ilmu kesaktian. Pada saat itu nampak bayangan berkelebat dan ternyata Sim Ki Liong sudah berdiri di situ.

Sim Ki Liong dan Pek Han Siong berdiri saling pandang dengan sinar mata mencorong. Mereka memang sebaya dan bentuk tubuh mereka juga sama. Keduanya sama tampan, hanya sikap Ki Liong terlihat lebih halus, kehalusan yang menyembunyikan keliaran yang terkendali, dan kadang kala mata Ki Liong mencorong aneh dan kejam, sedangkan Han Siong sebaliknya selalu bersikap tenang sekali.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar