*

*

Ads

Senin, 16 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 051

Kita tinggalkan dahulu Si Kumbang Merah Tang Bun An yang sedang mabok kesenangan dan menjadi seperti ayam jantan tunggal di antara ayam ayam betina di harem kaisar! Dia telah kembali pada kehidupannya yang dulu lagi, walau pun terdapat banyak perbedaan.

Dulu dia suka merusak wanita, memperkosa, membunuh, lalu meninggalkannya sesudah wanita itu mengandung, sambil di dalam hati mentertawakan wanita yang pada dasarnya menimbulkan rasa dendam kebencian padanya. Kini, agaknya dia hanya menuruti nafsu, mencari senang tanpa rasa benci kepada wanita-wanita itu.

Kita tinggalkan dulu tokoh itu dan mengikuti perjalanan seorang di antara puteranya, yaitu Tang Cun Sek. Setelah melarikan diri dari Cin-ling-san, pemuda yang usianya sudah tiga puluh tahun itu lalu mengembara. Dia seorang pemuda tinggi besar dan gagah. Wajahnya yang berkulit putih itu nampak tampan. Kedua matanya tajam mencorong, sikapnya halus dan dia adalah seorang yang sangat pendiam.

Seperti sudah kita ketahui, Tang Cun Sek juga mengalami nasib yang sama dengan para keturunan Si Kumbang Merah. Dahulu ibunya menyerahkan diri karena rayuan jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) itu, dan setelah ibunya mengandung, maka Si Kumbang Merah meninggalkan ibunya dan tidak pernah muncul lagi.

Ibunya menikah lagi dengan seorang hartawan Thio dan menjadi selirnya. Sebagai anak tiri hartawan Thio, kehidupan Cun Sek cukup baik, menerima pendidikan dan tidak sampai terlantar. Akan tetapi, dasar dia memiliki watak yang kotor, ketika dia berusia enam belas tahun dia bergaul dengan para pemuda yang tidak karuan dan dia berani berjinah dengan dua orang selir ayah tirinya sendiri. Dia tertangkap basah lalu diusir. Tang Cun Sek pergi setelah berhasil mencuri banyak emas dari gudang harta ayah tirinya.

Akan tetapi dia sangat cerdik sehingga akhirnya dia berhasil menyelundup ke Cin-ling-pai lalu menjadi murid dan anggota perkumpulan para pendekar itu. Bahkan bukan itu saja, dia mampu merayu dan menundukkan hati kakek Cia Kong Liang sehingga dia disayang dan dari kakek itu dia menerima banyak ilmu silat tinggi dari Cin-ling-pai.

Demikian pandainya dia mengambil hati orang tertua dari Cin-ling-pai itu sehingga bukan saja dia disayang, akan tetapi oleh kakek itu juga dicalonkan sebagai ketua Cin-ling-pai yang baru. Namun usahanya menguasai kedudukan ini digagalkan oleh Cia Kui Hong, gadis lihai dan cerdik itu sehingga dia bukan saja tidak dapat terpilih menjadi ketua baru Cin-ling-pai, bahkan menderita malu. Sebab itu dia pun minggat meninggalkan Cin-ling-pai sambil membawa pergi pedang pusaka Hong-cu-kiam, yaitu pedang pusaka dari Cin-ling-pai.

Demikianlah, Cun Sek tak berani berhenti berlari cepat. Selama berbulan-bulan dia terus menjauhi Cin-ling-san karena dia maklum bahwa mungkin sekali pihak Cin-ling-pai akan melakukan pengejaran karena dia melarikan pedang pusaka.

Hampir empat bulan telah lewat sejak dia melarikan diri dari Cin-ling-pai dan pada suatu pagi dia tiba di sebuah kota. Kota Tian-cu-an merupakan sebuah kota yang cukup besar. Musim panas telah tiba dan hawa udara lumayan panasnya biar pun matahari belum naik terlalu tinggi.

Tang Cun Sek yang semalam tinggal di sebuah kuil To-kauw (Agama To) yang berada di luar kota, memasuki kota dengan sikap tenang. Dia memiliki banyak uang, sisa dari emas yang dulu dicurinya dari rumah ayah tirinya, maka dia bersikap tenang dan dapat membeli pakaian dalam perjalanan itu.

Kini dia memasuki kota Tian-cu-an sebagai seorang pria muda yang berpakaian rapi dan bersih, membawa buntalan kain kuning dan sikapnya seperti seorang terpelajar. Pedang Hong-cu-kiam yang tadinya merupakan pedang pusaka Cin-ling-pai dan menjadi milik Cia Hui Song, ketua Cin-ling-pai, kini tersimpan di dalam buntalan pakaian itu. Pedang pusaka Hong-cu-kiam adalah sebatang pedang yang dapat digulung saking tipis dan lenturnya.

Cun Sek merasa perutnya sangat lapar setelah hidungnya mencium bau masakan sedap yang keluar dari sebuah rumah makan. Ia kemudian memasuki rumah makan yang masih belum banyak pengunjungnya itu, dan memesan bubur ayam kepada seorang pelayan.

Pada saat dia sedang makan bubur ayam yang sedap dan panas, pendengarannya yang tajam mendengar percakapan yang dilakukan oleh tiga orang laki-laki yang duduk di meja sebelah belakang. Mereka bercakap-cakap dengan suara lirih sekali, namun cukup jelas bagi pendengaran Cun Sek yang tajam.

"Kita harus berhati-hati sekali. Iblis betina itu lihai bukan main."

"Tentu saja dia lihai, kalau tidak mana mungkin sute (adik seperguruan) sampai tewas di tangannya."

"Hemm, meski pun begitu, kalau kita bertiga maju bersama, mustahil kita tidak akan dapat membinasakan iblis betina itu," kata orang ke tiga dengan suara penasaran.






"Sstttttt...!" Kawannya agaknya memberi isyarat sambil memandang ke arah Cun Sek dan tiga orang itu tak lagi melanjutkan percakapan mereka dan pada saat itu, pelayan datang membawa pesanan mereka.

Cun Sek melanjutkan makan bubur seolah-olah dia tidak pernah mendengar percakapan bisik-bisik tadi, namun secara diam-diam dia memperhatikan. Ketiga orang itu berpakaian seperti orang-orang dari dunia persilatan. Usia mereka antara tiga puluh sampai empat puluh tahun dan dari gerak gerik mereka mudahlah diduga bahwa mereka adalah orang-orang yang ahli dalam ilmu silat. Tubuh mereka kelihatan kokoh dan gerak gerik mereka pun sigap, pandang mata mereka tajam. Bahkan di balik jubah mereka nampak gagang pedang.

Kalau saja mereka tadi tidak menyebut iblis betina, tentu Cun Sek tidak tertarik dan tidak mau peduli sebab dia pun tak ingin mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi disebutnya iblis betina membuat dia tertarik. Siapakah yang mereka maksudkan dengan iblis betina itu dan mengapa seorang wanita disebut iblis?

Karena dia memang tidak mempunyai tujuan tertentu dan memiliki banyak waktu terluang, juga karena hatinya tertarik, maka dia pun mengambil keputusan untuk membayangi tiga orang itu dan melihat sendiri siapa sebenarnya iblis betina itu dan wanita macam apakah sampai dijuluki iblis betina.

Demikianlah, pada saat tiga orang itu meninggalkan rumah makan, tanpa disadari mereka sudah dibayangi oleh Cun Sek. Ketiga orang itu keluar dari kota melalui gerbang selatan. Begitu keluar dari pintu gerbang, mereka lalu mempergunakan ilmu berlari cepat menuju ke sebuah bukit yang tidak jauh dari kota Tian-cu-an, sebuah bukit yang kelihatan subur penuh hutan lebat.

Ketika tiga orang itu sampai di luar sebuah hutan di lereng bukit itu, mereka berhenti dan seorang di antara mereka bersuit nyaring. Segera terdengar jawaban, yaitu suitan-suitan yang sama dari berbagai penjuru dan tidak lama kemudian dari balik semak belukar, balik pepohonan, bahkan ada pula yang melayang turun dari atas pohon, bermunculan banyak sekali orang yang kesemuanya mengenakan seragam hitam.

Diam-diam Tang Cun Sek terkejut. Biar pun mungkin lihai, namun tiga orang laki-laki tadi belum merupakan lawan yang terlalu tangguh. Akan tetapi dengan munculnya dua puluh orang lebih ini yang kesemuanya berpakaian hitam-hitam serta sikap mereka bengis dan kejam, sungguh mereka ini merupakan pasukan kecil yang berbahaya. Hatinya semakin tertarik. Demikian banyaknya orang laki-laki hendak mengeroyok seorang wanita? Kalau begitu, wanita yang di sebut iblis betina itu tentu luar biasa lihainya.

Dengan kepandaiannya yang tinggi, Cun Sek melayang naik ke atas pohon besar yang amat lebat daunnya, tepat di atas sekumpulan orang itu sehingga dia bisa mendengarkan dan melihat dengan jelas. Ada dua puluh empat orang berpakaian seragam hitam.

Mereka dipimpin oleh seorang laki-laki berusia empat puluh tahun yang mukanya penuh dengan cambang, kumis dan jenggot. Matanya melotot bengis dan sesudah mendengar bahwa orang-orang menyebutnya pangcu (ketua), maka mudah diduga bahwa si brewok itu adalah ketua dari gerombolan orang berseragam hitam itu.

Dan melihat sikap ketua gerombolan seragam hitam itu terhadap tiga orang yang datang dari kota Tian-cu-an tadi, dapat diduga bahwa mereka merupakan sekutu. Antara ketua dan tiga orang itu nampak hubungan yang saling menghargai, berbeda dengan sikap para anggota kelompok seragam hitam yang bersikap amat hormat kepada ketua mereka dan juga kepada tiga orang itu.

Karena sejak muda berada di Cin-Iing-pai dan sudah lama tidak berkecimpung di dunia kang-ouw, maka Tang Cun Sek sama sekali tidak tahu bahwa dia sudah bertemu dengan tokoh-tokoh kangouw yang kenamaan!

Gerombolan seragam hitam yang sedang berkumpul di situ adalah para anggota pilihan dari perkumpulan Hek-tok-pang (Perkumpulan Racun Hitam)! Dari nama perkumpulan ini saja mudah diduga bahwa mereka adalah orang-orang yang ahli dalam penggunaan racun berbahaya di samping mereka memiliki pula ilmu silat kaum sesat yang amat berbahaya.

Nama Hek-tok-pang selalu mendatangkan perasaan takut pada semua orang yang sering melakukan pelayaran di sepanjang Sungai Kuning, karena mereka yang tinggal di lembah Huang-ho itu merupakan perkumpulan yang mengangkat diri sendiri sebagai penguasa di sepanjang Huang-ho. Mereka suka menuntut pajak atau sumbangan dari para pedagang yang menggunakan perahu, dan mereka tidak segan-segan untuk membunuh siapa saja yang berani menentang mereka. Ketua mereka, yaitu pria yang tinggi besar dan brewok itu bernama Cu Bhok dan terkenal memiliki ilmu silat golok yang amat dahsyat.

Ada pun tiga orang yang dibayangi oleh Cun Sek sejak dari kota Tian-cu-an itu pun bukan orang-orang sembarangan. Mereka bertiga tadinya terdiri dari empat orang dan terkenal dengan julukan mereka Kwi-san Su-kiam-mo (Empat Setan Pedang dari Kwi-san). Orang pertama bernama Giam Sun, lalu yang ke dua ialah adik kandungnya bernama Giam Kun. Orang ke tiga bernama Thio Su It, dan yang keempat bernama Yauw Kwan. Akan tetapi, karena yang termuda telah tewas di tangan 'Iblis betina', maka kini mereka hanya tinggal tiga orang saja.

Cun Sek yang mengintai dari atas pohon melihat mereka itu mengadakan perundingan di bawah pohon. Ketua Hek-tok-pang itu bersama tiga orang pria yang dibayanginya tadi kini bercakap-cakap di bawah pohon, ada pun dua puluh empat orang anggota Hek-tok-pang kemudian menyebarkan diri di sekitar tempat itu, siap untuk melakukan perlindungan dan penjagaan agar jangan sampai ada orang luar mendengarkan percakapan ketua mereka dengan tiga orang tokoh sekutu mereka itu.

Sungguh tak seorang pun di antara mereka yang pernah menduga bahwa semenjak tadi sudah ada seorang yang nongkrong di atas pohon dan melihat semua kegiatan mereka, bahkan mendengar semua percakapan yang berlangsung di bawah pohon itu.

"Pangcu," kata seorang di antara tiga orang Kwi-san Su-kiam-mo, yaitu orang pertama yang bernama Giam Sun itu, "Sebelum kita menyerbu ke Bukit Teratai Emas itu, terlebih dahulu kita harus mengetahui jelas akan kedudukan kita dan sifat kerja sama kita. Pangcu maklum bahwa meski pun kita sama-sama menentang iblis wanita itu, namun alasan kita berbeda. Kami menentang dia karena hendak membalaskan kematian seorang sute kami, sedangkan Pangcu karena Hek-tok-pang pernah dirugikan oleh iblis betina itu. Akan tetapi kami kira bukan itu yang menjadi alasan terpenting."

"Benar sekali ucapanmu tadi, kawan," kata ketua Hek-tok-pang itu dengan suaranya yang berat. "Selama ini di antara kita tidak pernah ada persekutuan walau pun kita juga tidak pernah saling bertentangan. Kita mengambil jalan masing-masing dan tidak pernah saling mengganggu. Akan tetapi mendadak iblis betina itu muncul dan jelas bahwa dia hendak menjagoi, tidak memandang mata kepada pihak lain. Tapi, betapa pun lihainya dia hanya seorang perempuan dan kami tentu saja tidak sudi tunduk kepada seorang wanita! Kalau dia tidak dibasmi, tentu hanya akan merendahkan nama besar kita sebagai laki-laki yang gagah perkasa."

Tiga orang itu mengangguk-angguk tanda setuju. "Akan tetapi kita harus berhati-hati. Jika perhitungan kami tidak salah, dia mempunyai banyak pembantu yang pandai. Kalau nanti kita berhasil memancing mereka keluar dari sarang mereka di Kim-lian-san (Bukit Teratai Emas), harap Pangcu serta para saudara Hek-tok-pang menghadapi para pembantunya. Ada pun kami sendiri akan menghadapi iblis betina itu."

Setelah mengadakan perundingan, empat orang ini diikuti oleh dua puluh empat anggota Hek-tok-pang lalu menuruni lereng dan kini mereka menuju ke sebuah bukit lainnya yang bersambung dengan bukit itu. Sebuah bukit yang lebih besar dan lebih liar karena penuh dengan hutan-hutan lebat, di mana nampak bagian-bagian yang berbatu, akan tetapi ada pula bagian yang ditumbuhi pohon-pohon raksasa serta semak belukar penuh duri yang amat liar dan tempat itu tidak pernah didatangi manusia.

Para pemburu binatang hutan pun agaknya segan untuk berburu binatang di Bukit Teratai Emas, karena hutan itu memang sangat berbahaya. Apa lagi sejak kurang lebih setahun yang lalu ada desas desus bahwa bukit itu dihuni segerombolan iblis yang amat lihai dan jahat!

Bahkan penduduk dusun yang tadinya mencoba memperbaiki nasib dengan membangun dusun di situ dan bertani, kini beramai-ramai meninggalkan dusun mereka dan pindah ke tempat lain yang lebih aman sesudah berkali-kali mereka diganggu oleh iblis-iblis yang amat jahat!

Dengan hati semakin tertarik, Cun Sek membayangi serombongan orang itu dari jauh. Dia merasa semakin penasaran. Jelaslah bahwa serombongan orang itu adalah orang-orang kang-ouw yang hendak menentang orang yang mereka sebut iblis betina. Tentu seorang wanita yang lihai, yang agaknya juga mempunyai anak buah dan mungkin wanita itu dan anak buahnya bersarang di bukit yang bernama Bukit Teratai Emas itu. Tentu akan ramai, pikirnya, dan tanpa ada keinginan mencampuri urusan itu, dia hanya membayangi untuk menjadi penonton.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar