*

*

Ads

Minggu, 15 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 050

"Ampun..., Paduka. Nyonya... nyonya sedang sakit, sejak sore tadi terus tiduran..., hamba merawatnya..."

Mendengar ini, kaisar segera melangkah mendekati pembaringan, kemudian menyingkap kelambu. Kaisar melihat selir terkasih itu rebah terlentang, wajahnya pucat dan tubuhnya menggigil.

"Engkau sakit... ?" Kaisar meraba dahi serta lehernya dan memperoleh kenyataan betapa tubuh itu panas dingin dan basah oleh keringat. "Ah, engkau benar sedang sakit. Tidurlah, besok biar diberi obat oleh tabib istana."

Kaisar menutup kembali kelambu, lantas keluar dari kamar itu dengan wajah bersungut-sungut. Tadi permaisuri menyindir bahwa mungkin peristiwa Hwee Lan sekarang terulang kembali, dan kaisar dipersilakan untuk berkunjung ke kamar selir itu lewat tengah malam.

"Kalau tidak ada pria di sana, tentu pria itu sudah melarikan diri dan harus dicari sampai dapat, Jangan sampai nama baik paduka menjadi ternoda aib akibat peristiwa tidak tahu malu seperti itu." Demikian sang permaisuri berkata.

Lewat tengah malam, kaisar lalu melakukan pemeriksaan dengan hati dipenuhi perasaan cemburu, membawa pasukan pengawal yang dipilih oleh permaisuri. Akan tetapi ternyata kamar itu kosong, malah selir terkasih yang dituduh menyimpan kekasih itu sedang rebah dalam keadaan sakit!

"Geledah seluruh kamar di sini, cari dan tangkap apa bila sampai terdapat seorang asing!" Demikian perintah kaisar yang merasa penasaran, lalu melangkah pergi dari tempat itu.

Dia sendiri hendak mencari permaisuri di dalam kamarnya, untuk menegur permaisurinya itu kalau memang ternyata tidak ditemukan sesuatu. Untuk ini dia telah membuang waktu dan tidak tidur, namun semua untuk percuma saja!

Akan tetapi, di kamar permaisuri terjadi hal yang amat aneh. Ketika itu permaisuri sedang rebah sambil tersenyum-senyum penuh kemenangan dan membayangkan betapa selir itu tentu ditangkap dan dijatuhi hukuman, dan dayangnya terkasih sedang memijati kakinya sambil mengantuk. Tiba-tiba saja tampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu di kamar itu telah berdiri seorang wanita setengah tua.

Dayang itu hendak berteriak, akan tetapi wanita itu telah meraba tengkuknya dan dia pun menjadi lemas tak mampu berteriak atau bergerak lagi. Wanita itu lalu merenggut gelang yang dipakai oleh dayang itu dan memasukkannya ke dalam saku bajunya. Kemudian dia menghampiri permaisuri yang juga sudah bangkit duduk dan memandang dengan kedua mata terbelalak.

Melihat permaisuri itu hendak menjerit pula, nenek yang bukan lain adalah Si Kumbang Merah cepat berbisik, "Harap jangan berteriak kalau Paduka sayang akan nyawa Paduka! Dengar baik-baik, hamba adalah seorang laki-Iaki... sstt, Paduka tidak perlu takut. Hamba tidak akan mengganggu Paduka, dan malam ini Paduka harus rnelindungi hamba. Hamba akan berada di sini dan Paduka katakan kepada sribaginda bahwa hamba adalah seorang ahli pijat yang sengaja Paduka panggil ke sini. Ingat, apa bila Paduka membuka rahasia sehingga hamba ketahuan kalau hamba laki-Iaki, maka hamba akan membuat pengakuan bahwa hamba adalah kekasih paduka."

Sepasang mata itu terbelalak, apa lagi pada saat itu tangan Si Kumbang Merah bergerak cepat dan tahu-tahu kalung yang berada di lehernya telah dirampas oleh nenek itu.

"Kalung ini, seperti juga gelang milik dayang ini, akan menjadi bukti bahwa hamba sudah menjadi kekasih Paduka yang Paduka selundupkan ke dalam kamar ini."

"Kau... kau sungguh tak tahu malu, hendak melempar fitnah kepadaku! Siapakah engkau sebenarnya?"

"Paduka tidak perlu tahu. Hamba hanya minta supaya malam ini dilindungi dan besok diperbolehkan keluar dengan aman atau... nama baik Paduka akan ternoda. Semua orang akan percaya pada hamba, dan semua selir akan suka bersumpah bahwa hamba adalah kekasih paduka!"

"Ihh...! Kau... kau... jahanam yang menodai istana, berjinah dengan para selir dan dayang itu! Engkau Tang-ciangkun!" Wanita bangsawan itu tiba-tiba menjadi pucat. "Jangan kau berani menggangguku! Aku akan menjerit, aku akan bunuh diri, aku..."

"Jangan khawatir. Hamba tidak akan mengganggu Paduka. Selama ini hamba juga tidak pernah mengganggu para selir dan dayang. Bahkan hamba telah menolong mereka yang kehausan..."






"Tutup mulutmu yang kotor!"

"Sekali lagi, kalau Paduka membuka rahasia hamba, maka hamba pasti akan bersumpah menjadi kekasih Paduka. Mungkin hamba akan dihukum mati, akan tetapi nama Paduka akan menjadi cemar sampai tujuh turunan!"

Pada saat itu pula terdengar suara di luar dan Si Kumbang Merah cepat membebaskan totokan pada dayang itu, lantas berbisik, "Engkau sudah mendengar semuanya. Hayo kau tidur di sudut sana, dan kau akui bahwa aku adalah seorang ahli pijat yang dipanggil oleh majikanmu!"

Dayang itu hanya mampu mengangguk-angguk, lantas dia cepat merebahkan diri di sudut kamar itu dan pura-pura tidur. Ia takut bukan main, akan tetapi dia pun tahu bahwa seperti juga majikannya, kini dia sudah berada dalam cengkeraman pria yang menyamar sebagai wanita itu, pria yang dia tahu adalah Tang Ciangkun! Gelangnya telah dirampas dan kalau pria itu tertangkap lalu membuat pengakuan bahwa dia telah menerima gelang itu sebagai hadiah dari kekasih, tentu dia akan celaka, akan digunduli dan dipaksa menjadi nikouw!

Ketika kaisar memasuki kamar permaisurinya dengan wajah muram dan bersungut-sungut karena hatinya tidak senang, dia merasa heran saat melihat seorang wanita setengah tua memijati pinggul permaisurinya.

Dapat dibayangkan betapa marah rasa hati permaisuri itu pada waktu 'nenek' itu memijati pinggulnya dengan tekanan-tekanan dua tangannya, hangat dan mesra. Namun terpaksa dia menekan kemarahannya karena harus diakuinya bahwa tekanan-tekanan itu memang pijitan seorang ahli sehingga otot-otot pinggul dan punggungnya kini terasa nyaman!

Wanita setengah tua itu cepat-cepat berlutut saat kaisar memasuki kamar dan mendekati pembaringan.

"Hemm, siapakah wanita ini?" Kaisar bertanya kepada permaisurinya yang sudah bangkit dan memberi hormat pula kepadanya.

Si Kumbang Merah yang masih berlutut itu sudah bersiap-siap untuk meloncat kemudian melarikan diri kalau permaisuri itu membuka rahasianya. Akan tetapi hatinya merasa lega ketika permaisuri itu menjawab dengan suara sambil lalu.

"Ahh, dia adalah seorang ahli pijat dari luar istana yang kabarnya sangat pandai. Karena hamba sedang merasa lelah dan tak enak badan, maka hamba memanggilnya ke sini dan memang dia pandai sekali." Permaisuri lalu menggandeng tangan kaisar dan dibawanya duduk di atas kursi kesukaan Sribaginda, di dekat meja. Dengan lembut dia lalu bertanya, "Bagaimanakah dengan penyelidikan Paduka?"

"Hemm, tidak kutemukan siapa-siapa di kamarnya. Malah dia rebah dalam keadaan sakit! Agaknya engkau hanya menduga yang bukan-bukan saja!"

Permaisuri itu segera memberi hormat dan berkata dengan suara lembut, "Kalau begitu, ampunkan hamba. Sesungguhnya hamba selalu merasa khawatir kalau peristiwa seperti yang dilakukan oleh Hwee Lan sampai terulang kembali. Hamba khawatir jika nama besar Paduka sampai ternoda."

"Hemm, jangan bicara dulu jika belum ada bukti yang nyata. Engkau hanya mengganggu pikiranku saja dan kini aku menjadi lelah karena kurang tidur. Ahhh, benarkah dia pandai memijit? Biar kau suruh dia memijati tubuhku yang terasa lelah sekali," kata Kaisar sambil menuding ke arah wanita setengah tua yang masih berlutut di atas lantai.

Tentu saja permaisuri merasa khawatir sekali, akan tetapi dia pun tak berani membantah karena khawatir kalau rahasia nenek itu ketahuan. Maka terpaksa dia lalu membereskan pembaringan dan setelah membantu kaisar rebah di atas pembaringan, dia lalu menyuruh nenek itu memijati tubuh kaisar .

Akan tetapi Si Kumbang Merah sama sekali tak merasa khawatir. Dia adalah seorang ahli silat tinggi, pandai ilmu menotok jalan darah dan sudah hafal tentang kedudukan otot-otot dan urat-urat, tahu betul cara pengobatan dengan urut dan pijit. Maka tanpa ragu-ragu dia pun lalu memijati tubuh kaisar, dimulai dari kedua kaki, terus naik ke pinggul, punggung, kedua lengan dan leher.

Lega rasa hati permaisuri setelah mendengar Sribaginda mengeluarkan kata-kata memuji dan merasa keenakan, bahkan tidak lama kemudian Sang Kaisar sudah tertidur nyenyak sekali!

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, permaisuri menyuruh Si Kumbang Merah untuk menghentikan pijitannya. "Engkau boleh pergi sekarang, biar diantar keluar oleh pengawal kepercayaanku," katanya.

Si Kumbang Merah tersenyum sambil memberi isyarat berkedip kepada permaisuri dan dayangnya, lalu memberi hormat dan mengikuti dua orang thai-kam pengawal yang sudah diberi perintah oleh permaisuri itu. Dengan aman, karena dikawal oleh dua orang thai-kam pengawal kepercayaan permaisuri, dia telah keluar dari daerah terlarang itu.

Semenjak terjadinya peristiwa itu, Si Kumbang Merah semakin leluasa mengaduk-aduk daerah terlarang itu, bagaikan seekor kumbang yang dengan bebasnya beterbangan di antara bunga-bunga pilihan di taman istana, menghisap madu dari satu ke lain kembang sesuka hatinya! Permaisuri sama sekali tak berdaya, bahkan permaisuri itu sudah merasa berterima kasih bahwa Si Kumbang Merah tidak memaksa dia untuk rnenjadi kekasihnya pula! Akan tetapi dayangnya tidak terlepas dari sengatan kumbang rnerah yang nakal itu.

Bahkan para thai-kam pengawal yang tadinya setia kepada permaisuri, kini semua telah tunduk di bawah kekuasaan Si Kumbang Merah dan tentu saja hal ini pun terjadi melalui sang permaisuri yang merasa tidak berdaya di bawah ancaman Si Kumbang Merah yang telah rnenguasainya dengan menyimpan kalung dan beberapa barang perhiasan lainnya.

Benda-benda ini merupakan senjata ampuh, membuat sang permaisuri bertekuk lutut tak berdaya karena sekali saja Si Kumbang Merah memperlihatkannya kepada orang lain dan mengatakan bahwa dia menerimanya dari sang permaisuri sebagai hadiah, maka istana, bahkan seluruh negeri akan geger! Tentu nama permaisuri itu akan langsung terseret ke dalam lumpur sebagai seorang permaisuri yang menyimpan seorang kekasih gelap!"

**** 050 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar