*

*

Ads

Minggu, 15 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 046

Para wanita itu mendambakan perhatian, pencurahan kasih sayang yang lebih sering dan lebih banyak. Mereka rata-rata merasa kesepian, seperti burung-burung dalam kurungan. Maka tidaklah mengherankan dan bukan semata karena watak mereka yang genit kalau mereka itu segera tertarik kepada Tang Gun yang muda, tampan, gagah dan mempunyai kerling mata tajam serta senyuman menggairahkan hati mereka itu. Akan tetapi bagi Tang Gun, yang paling membuat dirinya tergila-gila adalah seorang selir kaisar yang bernama Hwee Lan.

Mula-mula pertemuannya dengan Hwee Lan merupakan hal yang kebetulan saja dan tidak disengaja. Pada suatu malam, beberapa bulan yang lalu, malam terang bulan yang amat indah. Tang Gun yang kebetulan dinas jaga, memimpin para pengawal dalam istana dan membagi-bagi tugas jaga, merasa iseng sehingga dia pun memasuki taman istana bagian barat yang indah. Sambil meronda dia pun sekalian menikmati malam yang sangat indah itu. Malam yang hawanya tidak begitu dingin, terang bulan pula dan karena pada saat itu bunga-bunga di taman sedang mekar, maka keadaan taman itu benar-benar amat indah, romantis dan penuh dengan keharuman bunga.

Tiba-tiba dia dikejutkan oleh gerakan dan suara orang di belakang pondok Sarang Madu yang merah itu. Menduga terjadi sesuatu yang mencurigakan, ia pun cepat menyelinap di antara semak-semak dalam taman dan mengintai dari balik batang pohon. Kiranya yang berada di antara bunga mawar yang ditanam di bagian belakang pondok itu adalah salah seorang di antara para selir yang paling jellta!

Selir itu memang sangat menarik dan mempesona hati Tang Gun setiap kali melihatnya, dengan kulit muka yang bukan hanya putih mulus seperti para selir lain, melainkan putih bercampur warna merah segar, seperti kulit bayi yang montok. Selir yang usianya paling banyak delapan belas tahun itu ditemani oleh seorang dayang pelayan yang juga usianya masih muda, paling banyak dua puluh satu tahun dan cantik pula. Namun, dibandingkan dengan selir itu, kecantikan dayang ini tidak ada artinya lagi.

“A Sui, malam begini indah, taman penuh bunga, udara demikian sejuk dan harum. Aihh, alangkah indahnya malam ini..." Tang Gun yang mengintai, merasa jantungnya berdebar penuh kagum. Suara itu demikian merdu, dan kata-kata itu demikian halus dan indah.

Dayang itu tersenyum. "Aduh, kata-kata nona Hwee Lan selalu indah sekali, mirip seperti nyanyian, seperti sajak...,” dayang itu memuji.

"Memang aku suka bersajak, A Sui, apa lagi di dalam suasana yang begini indah...” Selir cantik itu mengangkat muka memandang ke arah bulan purnama.

Wajah itu sepenuhnya tertimpa cahaya bulan, nampak putih kemerahan laksana disepuh emas sehingga Tang Gun yang sedang mengintai menjadi terpesona. Selama hidupnya belum pernah dia melihat wanita secantik selir itu. Dan namanya Hwee Lan!

Dayang itu bertepuk tangan memuji. "Kalau begitu, mengapa Nona tidak membuat sajak tentang malam yang indah ini? Saya akan berbahagia sekali mendengarkannya, Nona."

Sikap dayang itu amat bersahabat, karena biar pun kedudukannya hanya sebagai dayang yang melayani selir itu, sebagai pelayan pribadi, namun dayang ini pun termasuk seorang di antara para dayang cantik yang menerima ‘kehormatan’ dari kaisar, yaitu pernah dan sewaktu-waktu menemani dan melayani kaisar di kamar tidurnya. Oleh karena itu, walau pun kedudukan mereka berbeda tapi keduanya merasa senasib dan seperti madu saja.

Hwee Lan kembali merenung memandang bulan, lalu beberapa kali dia menghela napas panjang. "A Sui, pada malam terang bulan seperti ini selalu mengingatkan aku akan masa remaja ketika aku belum dibawa ke dalam istana, bergembira ria bersama teman-teman di kampung. Dan malam sepertl ini selalu mengingatkan aku akan keadaanku sekarang. Aku akan mencoba bersajak, akan tetapi hanya untuk telinga kita berdua saja, A Sui."

Suasana menjadi hening. A Sui dan Tang Gun yang bersembunyi, menanti dengan penuh pesona. Bahkan kembang-kembang di taman itu seperti sedang menanti pula, dan semilir angin lembut tiba-tiba saja berhenti berhembus, seperti memberi kesempatan kepada si jelita untuk mengalunkan suaranya yang merdu.

Hwee Lan masih berdiri, demikian lembut gemulai seperti sebatang pohon yang-liu muda. Dia memandang bulan, kemudian terdengarlah suaranya lirih dan lembut seperti desahan bayu di antara daun pohon cemara.

"Malam syahdu penuh pesona Mencipta sajak memuja asmara Bulan gemilang bayu berdendang Taman mengharum mengapa hati bimbang? Mawar merah cantik jelita, Tiada belaian, sepi menderita Siapa peduli mawar sengsara Apa guna segala ratap hampa Mawar indah menangis sendiri Akhirnya layu... kering... mati...!"

Sajak itu diakhiri dengan isak tangis tertahan. A Sui segera bangkit berdiri, lalu merangkul Hwee Lan dan ikut pula menangis, akan tetapi disertai kata-kata menghibur.






"Sudahlah, nona, Tidak perlu membiarkan duka berlarut-larut menggerogoti hati. Memang beginilah nasib wanita-wanita seperti kita...”

"Wahai mawar merah nan suci ada taman sepotong hati dengan pupuk kesetiaan sejati dan siraman air cinta murni bersedia menampung jika sudi!"

Dua orang wanita itu terkejut dan menengok ke arah pohon besar di belakang pondok. Pada waktu melihat munculnya Tang Gun, Hwee Lan tidak menjadi ketakutan. Wajahnya berubah kemerahan dan kedua kakinya gemetar ketika perwira yang tampan itu berjalan menghampiri.

Mereka berdiri dan saling pandang, sedangkan A Sui sambil menahan senyumnya cepat mundur ke belakang nonanya. Kedua wanita ini sudah sering kali membicarakan tentang ketampanan dan kegagahan Tang Gun.

"Kiranya Tang-ciangkun...!" kata Hwee Lan, suaranya merdu dan lirih, tetapi agak gemetar karena jantungnya berdebar penuh ketegangan.

“Selamat malam, Tuan Puteri, dan maafkan jika hamba mengganggu. Hamba tadi sedang meronda lalu mendengar...”

"Sudahlah, ciangkun. Engkaukah yang menjawab sajakku tadi?"

Betapa beraninya wanita ini, pikir Tang Gun, betapa hausnya!

"Benar, Tuan Puteri, dan ampunkan hamba....”

"Benarkah apa yang kau katakan dalam sajak tadi? Engkau bersedia menampung mawar layu, bersedia menyirami dan menyegarkannya kembali?"

"Hamba bersedia dengan sungguh hati dan dengan segala kebahagiaan dan kehormatan, Tuan Puteri...”

Kini seluruh tubuh Hwee Lan gemetar dan dia pun menoleh ke sekelilihg. Setelah merasa yakin bahwa tidak ada orang lain di situ, dia melangkah maju, memegang tangan perwira itu lalu berkata lirih, "Mari kita bicara di dalam pondok, ciangkun. Tidak baik bila diketahui orang. A Sui, engkau menjaga di luar."

A Sui tersenyum gembira dan mengangguk, membayangkan bahwa kelak dia pun sudah pasti akan mendapat bagian karena bukankah rahasia mereka berdua berada di telapak tangannya? Tang Gun menjadi berani dan dia pun menggenggam tangan yang kecil lunak dan hangat itu, kemudian mereka bergandeng tangan memasuki pondok Sarang Madu.

Mudah dibayangkan apa yang terjadi malam itu di pondok Sarang Madu. Dua orang muda yang tengah dilanda dan dicengkeram nafsu birahi itu sepenuhnya menyerah dan menjadi permainan nafsu mereka sendiri yang tak pernah mengenal puas. Dan keduanya terkulai dan menyerah.

Bagi Hwee Lan yang sejak perawan dibawa ke dalam istana, selama ini hanya mengenal kaisar yang setengah tua sebagai satu-satunya pria yang menggaulinya. Dan kini, begitu bertemu dengan Tang Gun yang masih muda, gagah, tampan dan jantan, maka tidaklah mengherankan kalau dia menjadi tergila-gila.

Sebaliknya, biar pun Tang Gun sudah banyak bergaul aengan wanita, namun selama ini dia pun belum pernah bertemu dengan wanita secantik dan sepanas Hwee Lan, maka dia pun tergila-gila. Keduanya lantas saling melekat dan merasa bahwa mereka tak mungkin dapat saling kehilangan atau saling berpisah!

Tang Gun yang cerdik maklum bahwa keselamatan dia dan kekasihnya berada di tangan A Sui. Apa bila hal itu dibiarkan lewat begitu saja, tentu dia dan kekasihnya akan menjadi permainan dayang itu dan dapat diperas habis-habisan. Oleh karena itu, atas persetujuan Hwee Lan yang juga melihat ancaman bahaya ini, Tang Gun kemudian mempergunakan ketampanannya untuk merayu A Sui.

Dayang ini pun hanya seorang gadis yang tidak jauh bedanya dengan Hwee Lan, haus akan belaian dan kasih sayang pria, apa lagi kalau prianya setampan dan segagah Tang Gun. Dia pun kemudian menyerah dalam dekapan Tang Gun. Maka amanlah hubungan mereka karena semuanya terlibat.

Nafsu tidak pernah merasa puas. Bahkan semakin dituruti, nafsu menjadi semakin ganas, semakin kelaparan dan selalu menghendaki lebih! Karena itu pertemuan antara Tang Gun dan Hwee Lan yang ditemani A Sui dan kemudian berakhir dengan permainan cinta gelap sepanjang malam itu tidak berhenti sampai di situ saja. Pertemuan demi pertemuan diatur dan diadakan antara mereka, makin lama semakin sering seperti orang kecanduan!

Dua bulan telah lewat dan pada malam yang amat dingin itu, Tang Gun tidak undur oleh dinginnya hawa udara dan dia sudah menanti kekasihnya di dekat pondok Sarang Madu. Malam itu adalah malam yang penting sekali bagi mereka bertiga, karena pada malam itu mereka sudah mengambil keputusan hendak melarikan diri dari dalam istana! Atau lebih tepat, Hwee Lan akan dibantu kekasihnya melarikan diri keluar istana.

Tang Gun yang menjadi komandan pengawal sejak sore tadi sudah mengatur sedemikian rupa sehingga ada jalan terbuka yang tidak dijaga. Dan agaknya hawa udara yang dingin ikut pula membantu mereka sebab para pengawal lebih suka bersembunyi di dalam gardu penjagaan menghangatkan diri. Karena dia sendiri juga terlibat, maka tentu saja A Sui ikut pula melarikan diri.

Tang Gun bukan seorang bodoh. Dia tidak berani melarikan dua orang wanita yang sudah menjadi kekasihnya itu ke rumahnya yang masih berada dalam lingkungan istana. Tidak, dia tidak setolol itu. Atas bantuan keuangan dari Hwee Lan yang menjual barang-barang perhiasan mahal, Tang Gun telah membeli sebuah rumah di kota Yu-sian, jauh di sebelah barat kota raja.

Menurut rencana mereka, jika dua orang wanita itu sudah dilarikan ke Yu-sian, kemudian keributan karena pelarian mereka itu sudah mereda, maka Tang Gun akan melepaskan jabatannya lalu menyusul ke Yu-sian di mana mereka akan hidup baru dengan berdagang menggunakan modal yang sudah mereka kumpulkan.

Tidak lama kemudian muncullah dua orang wanita muda itu sambil membawa buntalan. Tang Gun segera menyambut mereka dengan rangkulan dan mereka berciuman mesra, lalu ketiganya menyelinap di antara pohon-pohon dan rumpun bunga di taman, melarikan diri melalui jalan yang sudah di atur oleh Tang Gun. Sesuai rencana, mereka dapat keluar dari lingkungan istana tanpa diketahui orang.

Seorang paman, sanak dari ibunya, sudah menanti di luar tembok istana dengan sebuah kereta. Dua orang wanita itu segera naik ke dalam kereta. Sesudah mereka berangkulan sejenak dengan Tang Gun di dalam kereta untuk mengambil selamat berpisah, kereta lalu dilarikan dan Tang Gun menyelinap kembali ke dalam tembok istana, kembali ke gardu penjagaan seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu.

Pada keesokan harinya barulah para selir dan dayang menjadi ribut karena mereka tidak melihat adanya Hwee Lan dan A Sui di sana. Setelah melapor kepada Tang-ciangkun dan komandan ini mengerahkan semua anak buahnya mencari-cari di dalam kompleks istana tanpa hasil, barulah laporan disampaikan kepada kaisar tentang menghilangnya selir dan dayang itu.

Bagi kaisar, kehilangan seorang selir dan seorang dayang tidak ada artinya karena dalam sehari saja dia mampu mendapatkan sepuluh orang penggantinya yang lebih muda dan cantik. Namun yang membuat kaisar marah sekali adalah karena peristiwa itu merupakan tamparan dan merupakan hal yang memalukan. Larinya mereka itu seolah-olah memberi kesan bahwa para selir dan dayang merasa tidak beruntung hidup di dalam istana. Sebab itu kaisar memanggil Tang Gun dan mernarahinya.

"Tang Gun! Engkaulah yang menjadi komandan jaga, komandan pengawal bagian dalam istana. Bagaimana sampai engkau dan pasukanmu kebobolan dan tidak tahu adanya dua orang wanita yang meloloskan diri dari istana?"

Tang Gun berlutut dan memberi hormat sampai dahinya menyentuh lantai. "Mohon beribu ampun, Sribaginda. Semalam hamba telah mengerahkan seluruh pasukan untuk berjaga-jaga, bahkan hamba sendiri ikut melakukan ronda. Akan tetapi tadi malam hawa demikian dinginnya sehingga para pengawal banyak yang berlindung di dalam gardu, Bahkan para pengawal di bagian luar istana pun banyak yang berada di dalam gardu sehingga tak ada seorang pun yang melihat dua orang wanita itu keluar dari dalam istana. Hamba menerima salah, dan hamba siap menerima hukuman dari paduka, bahkan hamba akan menerima andai kata hamba dihukum mati, buang atau dihentikan dari jabatan hamba sekali pun."

Ucapan terakhir itu bukan hanya untuk pemanis bibir atau untuk pengakuan salah belaka. Tang Gun akan bersyukur sekali kalau memang dia dihentikan dari jabatannya karena dia akan dapat segera menyusul kekasihnya ke kota Yu-sian.

Akan tetapi kaisar lantas mengampuninya karena kaisar masih teringat akan jasa perwira muda itu. Kaisar kemudian memerintahkan Tang Gun agar menghubungi para komandan pasukan pengawal di dalam dan di luar istana untuk melakukan penyelidikan dan mencari dua orang wanita yang lolos dari istana itu.

Untuk merangsang kerja mereka, kaisar menjanjikan kenaikan pangkat dan hadiah besar kepada siapa saja yang dapat berhasil membawa kembali dua orang wanita itu ke istana. Semua ini dilakukan kaisar bukan karena dia merasa sayang kepada dua orang wanita itu, melainkan karena dia ingin menghapus kesan buruk dan akan menghukum mereka.

Tentu saja usaha ini sia-sia belaka. Memang tidak mudah mencari dua orang wanita yang sudah pergi jauh itu, apa lagi ada Tang Gun yang selalu mengelabui dan menyesatkan arah penyelidikan dan pengejaran.

**** 046 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar