*

*

Ads

Rabu, 11 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 044

"Tiat-ci Thio Kang, jarimu sudah patah, karena itu pergunakan kakimu menendang pantat Hartawan Coa! Hayo cepat, jangan keras-keras, biar dia tahu rasa saja!"

Mendengar ucapan ini, tentu saja Tiat-ci Thio Kang mempertahankan diri sekuatnya untuk menentang perintah yang berlawanan dengan kemauan hatinya itu. Akan tetapi, entah apa yang mendorongnya untuk melangkah maju dan kakinya lantas terayun.

"Bukkk!”

Hartawan Coa jatuh tersungkur, lalu bangkit sambil meringis dan menggosok pinggulnya yang ditendang. Sekarang mukanya pucat dan matanya terbelalak ketakutan memandang kepada Hay Hay.

"Bagaimana? Haruskah aku lanjutkan? Bila aku memerintahkan mereka menyembelihmu, maka sekarang juga akan mereka laksanakan, Wan-gwe!"

"Tidak.... Tidak...! Hentikan permainan setan ini !" katanya meratap ketakutan.

“Kalau begitu, perintahkan mereka itu mundur."

"Mundur! Kalian semua mundur, terkutuk kalian!" Hartawan Coa membentak dan mereka semua segera keluar dari dalam kamar, menutupkan daun pintu kamar dengan khawatir ketika melihat betapa majikan mereka marah-marah.

"Nah, Wan-gwe. Begjtulah kalau engkau memelihara harimau-harimau liar. Sekali waktu mereka akan membalik dan mencelakai dirimu sendiri. Sekarang aku minta agar engkau tak lagi mempergunakan kekayaan dan kekuasaanmu untuk berbuat sewenang-wenang. Apabila aku mendengar engkau masih melanjutkan perbuatanmu yang jahat, maka aku akan segera kembali ke kota ini lantas akan kuperintahkan anak buahmu membunuhmu, atau mungkin juga keluargamu sendiri akan kuperintahkan membunuh dan menyiksamu lebih dulu!"

"Aku... aku tidak berani lagi...”

"Engkau juga tidak akan mengganggu lagi Gui Lok dan puterinya, Gui Ai Ling yang kau inginkan itu?"

"Tidak, tidak... tidak lagi."

"Dan engkau tidak akan menyuruh orang-orangmu mencari Siok Bi untuk kau ganggu?"

"Tidak, aku tidak berani."

"Bagus, akan tetapi jangan mencoba-coba untuk membohongi dan menipuku. Bila perlu, aku dapat menyuruh siapa saja atau apa saja untuk menghukum dan membunuhmu. Kau lihat tombak dan pedang di sudut kamar itu? Aku dapat memerintahkan mereka itu untuk membunuhmu!"

Sekali ini, di dalam pandang mata hartawan yang tadinya ketakutan itu, kini berkilat sinar tidak percaya, walau pun mulutnya tidak berani mengatakan hal itu.

"Engkau tidak percaya, Coa Wan-gwe? Nah, lihat baik-baik! Pedang dan tombak milikmu sendiri itu akan menyerangmu!"






Tiba-tiba mata hartawan itu terbelalak, lantas mukanya yang hitam itu menjadi berkurang hitamnya karena pucat sekali. Dia melihat betapa pedang yang berada dalam sarungnya dan tergantung di tembok, sekarang meninggalkan sarung lalu melayang-layang bersama dengan tombak yang juga meninggalkan rak senjata. Kedua senjata itu melayang-layang ke atas lalu keduanya meluncur ke arah dirinya!

Dia terkejut, ketakutan dan melompat menjauhi, akan tetapi ke mana pun dia mundur, dua batang senjata itu terus mengejar. Tombak itu bagaikan hendak menusuk-nusuk perutnya dan pedang yang tajam itu mengancam untuk membacok lehernya! Tentu saja dia mandi keringat dingin.

"Tidak...! Tidak...! Jangan... ahh, ampunkan aku... ampunkan...” dia jatuh berlutut dan tak berani mengangkat lagi mukanya, tidak berani melihat dua senjata yang seperti hidup dan mengancamnya itu.

"Mereka sudah kuperintahkan kembali ke tempat masing-masing, Wan-gwe."

Hartawan Coa mengangkat mukanya dan benar saja. Dua buah senjata itu sudah berada pada tempatnya masing-masing, tidak bergerak dan mati seperti biasanya. Dia mengeluh dan menghapus keringat dengan ujung lengan bajunya.

"Nah, kau lihat sendiri, Wan-gwe. Sedangkan benda mati saja dapat berkhianat padamu, apa lagi manusia hidup. Sekali waktu, mungkin saja pelayanmu sendiri meracunimu atau membunuhmu selagi engkau tidur. Sebab itu bertobatlah dan tinggalkan semua perbuatan jahat, baru Tuhan akan mengampunimu."

Hartawan itu masih berlutut dan dia mengangguk-angguk. "Baik, baik... aku minta ampun, aku bertobat... tidak berani lagi...”

Ketika dia mengangkat muka, ternyata pemuda itu telah lenyap dari situ! Pada saat para pelayan dan pengawal memasuki kamar, mereka menemukan hartawan itu masih berlutut dalam keadaan seperti tidak bersemangat lagi!

Hay Hay sama sekali tidak tahu bahwa sepeninggalnya, dia tak hanya membuat hartawan itu menjadi bertobat, bahkan lebih dari itu dan amat menyedihkan. Hartawan Coa menjadi seperti orang gila yang selalu ketakutan, takut terhadap isterinya, anak-anaknya, pelayan, bahkan takut kepada benda-benda di dalam kamarnya. Dia selalu berteriak-teriak bahwa mereka semua hendak membunuhnya.

Akhirnya, karena dia selalu marah-marah dan minta agar semua benda disingkirkan dari kamarnya, maka kamar itu menjadi gundul dan kosong. Bahkan dia tidur begitu saja di atas lantai karena takut kalau segala macam ranjang, kelambu, meja kursi, bantal guling, akan membunuhnya di tengah malam!

Hartawan Coa menjadi seperti orang gila. Akan tetapi kota itu menjadi tenang dan para penduduknya bernapas lega karena setidaknya, seorang yang tadinya amat ditakuti dan mengganggu ketenangan hidup mereka kini telah mati kutu.

**** 044 ****
Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar