*

*

Ads

Rabu, 11 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 042

Hay Hay tersenyum.
"Sudah kukatakan bahwa namaku Hay Hay, aku seorang perantau dan aku datang bukan untuk membikin kacau, melainkan untuk bertemu dan bicara dengan Hartawan Coa. Kenapa engkau dan kawan-kawanmu menghalangiku? Kalian yang membikin kacau, bukan aku!"

"Hemm, lagakmu sombong, Hay Hay. Kalau engkau mampu mengalahkan sepasang pedangku dan jari tanganku, barulah engkau boleh menghadap majikan kami. Nah, rasakan kelihaian Tiat-ci Thio Kang!"

Berkata demikian, dia menggerakkan tangan dan nampak kilatan sinar sepasang pedang yang sudah dicabutnya dari punggung dan kini dia sudah memasang kuda-kuda sambil melintangkan kedua pedang di atas kepala, membentuk sebuah gunting.

Hay Hay mengangguk-angguk.
"Memang kalian ini orang-orang yang tinggi hati dan biasa mengandalkan kepandaian silat untuk menggunakan kekerasan memaksakan kehendak."

"Tidak usah cerewet! Kalau engkau tidak berani, berlututlah dan menyerahkan kembali emas yang limapuluh tail itu kepadaku!"

Hay Hay sudah kehabisan kesabaran. Dia tidak mau melayani orang-orang sombong ini, maka diam-diam dia mengerahkan kekuatan sihirnya dan berkata lantang.

"Tiat-ci Thio Kang, engkau membawa-bawa dua ekor ular berbisa di tanganmu itu untuk apakah?"

Tiat-ci Thio Kang terkejut.
"Hah? Ular berbisa……..?"

Dia menurunkan kedua tangannya dan melihat sepasang pedangnya. Matanya terbelalak dan mulutnya mengeluarkan bentakan aneh, lalu dia membuang jauh-jauh dua ekor ular cobra yang dipegangnya! Dua ekor ular itu sudah mengembangkan lehernya dan agaknya siap hendak mematuknya! Untung dia cepat membuangnya, kalau tidak, sekali patuk saja dia akan tewas! Semua orang yang melihat betapa Tiat-ci Thio Kang tiba-tiba membuang sepasang pedangnya, menjadi heran sekali.

Hay Hay mengambil sepasang pedang itu dan dengan kedua tangannya, dia menekuk dua batang pedang itu. Terdengar suara "krekk! krekk!" dan dua batang pedang itu patah-patah. Pemuda itu seolah mematahkan dua batang ranting kecil yang lemah saja! Dibuangnya patahan dua batang pedang itu ke atas tanah..

Tiat-ci Thio Kang terbelalak. Ketika dia membuang dua ekor ular itu, dia melihat betapa dua ekor ular itu terjatuh ke atas tanah lalu berubah menjadi dua batang pedangnya sendiri! Dan dia melihat pula betapa dua batang pedangnya itu dipatah-patahkan oleh pemuda yang luar biasa itu!

"Bagaimana, Tiat-ci Thio Kang, apakah engkau belum juga mau mengundang majikanmu untuk keluar menemui aku?" tanya Hay Hay yang mengharapkan agar perkelahian terhenti sampai sekian saja.

Akan tetapi, watak Tiat-ci Thio Kang amat tinggi hati. Biarpun dia melihat kenyataan yang aneh ketika sepasang pedangnya berubah menjadi ular berbisa, kemudian sepasang pedang itu dipatah-patahkan lawan, hal yang membuktikan betapa lihainya lawan, dia masih belum mau menyerah kalah dan masih penasaran. Dia tidak percaya bahwa seorang pemuda sederhana seperti itu akan dapat mengalahkannya, dan mampu menandingi jari-jari tangannya!

"Pemuda iblis! Kalau engkau tidak mempergunakan sihir dan ilmu setan, mari kita mengadu kekuatan sebagai laki-laki!"

"Maksudmu, mengadu kekuatan bagaimana?" Hay Hay bertanya.

"Lihat jari-jari tanganku ini!"

Thiat-ci Thio Kang mengangkat kedua tangannya ke depan, memperlihatkan jari-jari tangannya yang warna kulitnya berbeda dengan warna kulit bagian tubuh lain. Kulit jari tangan itu agak membiru dan mengkilat.

"Sudah kulihat. Jari-jari tanganmu itu seperti tahu!" kata Hay Hay sambil tersenyum mengejek.

Thio Kang marah sekali. Akan tetapi dia menahan diri dan berkata,
"Bagus! Mari kita mengadu kekuatan. Jari tanganku yang seperti tahu ini boleh diadu dengan dadamu yang seperti agar-agar itu! Kalau sekali tusuk dengan kedua jari telunjukku ini aku tidak mampu menembus dadamu, aku mengaku kalah!"






"Bagus, bagus! Pertandingan yang menarik. Jari tahu melawan dada agar-agar! Baik, Thiat-ci Thio Kang, aku menerima tantanganmu.tapi harus kubuka bajuku agar tidak sampai kotor oleh jari tanganmu."

Berkata demikian, Hay Hay melepaskan kancing bajunya dan ketika dia membuka bajunya, nampak kulit dadanya yang putih.

Diam-diam Tiat-ci Thio Kang sudah mengerahkan sin-kangnya, menggunakan Ilmu Jari Besi sehingga jari-jari tangannya menjadi keras, terutama sekali kedua jari telunjuknya dimana dia memusatkan tenaga dalamnya. Mereka sudah saling berhadapan. Hay Hay berdiri tegak dan santai, sedangkan Tiat-ci Thio Kang berdiri dengan kaku, memasang kuda-kuda.

"Aku sudah siap!" kata Hay Hay dan begitu dia bicara, Tiat-ci Thio Kang sudah mengeluarkan suara bentakan nyaring dan tiba-tiba saja kedua lengannya meluncur ke depan, kedua jari telunjuknya menusuk ke arah dada kanan kiri!

Cepat dan kuat sekali tusukannya itu dan semua orang yang sudah pernah melihat jagoan ini menggunakan dua jari tangannya menusuk batu sampai berlubang dan papan sampai tembus, membayangkan betapa dada pemuda itu akan berlubang dan mengucurkan darah.

"Krekkkk!"

Dua jari telunjuk itu dalam saat yang sama bertemu dengan dada yang terbuka itu dan akibatnya, tiba-tiba Tiat-ci Thio Kang menekuk pinggangnya, membungkuk dan menggenggam jari telunjuk di kedua tangan, mukanya pucat dan mulutnya merintih-rintih, mukanya penuh dengan keringat dingin. Rasa nyeri yang menusuk-nusuk jantung datang dari kedua jari telunjuknya yang tulangnya patah-patah! Dia mencoba untuk mempertahankan, namun akhirnya dia terkulai dan roboh pingsan!

Hek-houw Ji Sun dan Kang-thouw-cu Phang Su sudah dapat memulihkan diri. Melihat jagoan pertama itu roboh pingsan, mereka lalu memberi aba-aba kepada puluhan orang pengawal untuk mengeroyok Hay Hay.

"Tangkap dia!"

"Bunuh dia!"

Para pengawal itu bergerak lambat. Mereka ragu-ragu dan merasa agak jerih melihat betapa tiga orang jagoan itu semua sudah roboh oleh pemuda sederhana ini, roboh dengan mudahnya! Pada saat itu, terdengar bentakan seorang wanita.

"Tahan semua senjata! Semua orang mundur!”

Mendengar suara yang mereka kenal ini dan melihat munculnya Siok Bi. Gadis cantik manis yang selain menjadi pengawal pribadi Hartawan Coa, juga menjadi seorang kekasihnya itu, para pengawal menahan gerakan mereka. Tentu saja mereka mentaati gadis itu yang biarpun ilmu kepandaiannya tidak setinggi tiga orang jagoan yang telah kalah, namun memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari mereka.

"Kalian mundur dan tidak boleh mengeroyok tamu ini! Selain kalian tidak akan menang, juga majikan kita berkenan hendak menerimanya. Dia memang datang untuk bertemu dengan majikan kita dan diterima sebagai tamu!"

Siok Bi memberi isarat kepada Hay Hay, akan tetapi ia menjura dan berkata,
"Tai-hiap dipersilakan masuk."

Hay Hay juga memberi hormat dan menjawab,
"Terima kasih, nona."

Mereka berdua berjalan memasuki gedung itu, diikuti pandang mata semua pengawal yang kini memandang jerih dan kagum. Tak mereka sangka bahwa pemuda bercaping lebar yang sederhana itu memiliki ilmu kepandaian yang demikian hebatnya. Bukan hanya ilmu silat yang aneh dan tinggi, akan tetapi juga kekebalan tubuh dan ilmu sihir!

Diam-diam, tiga orang jagoan itu, kini Thio Kang telah siuman, bergidik membayangkan apa akan jadinya dengan mereka andaikata pemuda itu bersungguh-sungguh hendak mencelakakan mereka. Tentu sekarang mereka bertiga telah menjadi mayat.

Sementara itu, Siok Bi mendampingi Hay Hay memasuki gedung yang besar sekali itu. Para pengawal menjaga di setiap tikungan dengan tombak di tangan. Akan tetapi mereka berdiri tegak tak bergerak karena melihat bahwa pemuda asing itu ditemani oleh Siok Bi yang mereka kenal dan percaya.

"Aku girang sekali engkau memenuhi janji, tai-hiap…….” Siok Bi berbisik ketika mereka lewat di bagian yang jauh dari penjaga.

Hay Hay tersenyum.
"Aku tidak pernah melanggar janji, apalagi terhadap seorang gadis cantik jelita seperti engkau, nona Siok Bi!"

Gadis itu menahan senyum dan merasa terharu sekali. Pemuda ini memang hebat. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya selalu menyenangkan hati! Aih, kalau saja ia dapat hidup di samping pria ini untuk selamanya! Biar dikurangi sepuluh tahun usianya, ia rela!

Mereka berhenti di depan pintu yang tertutup, pintu sebuah kamar yang besar. Siok Bi mengetuk pintu dengan ketukan lirih tiga kali.

"Ah, engkaukah itu, Siok Bi? Bagaimana, apakah dia sudah datang?" terdengar suara dari dalam kamar, suara besar Hartawan Coa.

"Sudah, tai-ya, bahkan dia kini sudah berada disini bersama saya. Bolehkah dia masuk menghadap?"

Hening sejenak, kemudian terdengar suara Hartawan Coa.
"Suruh dia masuk!"

Daun pintu didorong terbuka oleh Siok Bi. Hay Hay melihat sebuah kamar yang mewah sekali. Kamar yang luas dan penuh dengan prabot yang serba mahal, indah dan mewah. Hartawan Coa sedang menghadapi meja penuh hidangan yang masih mengepulkan uap panas! Itukah sarapan pagi? Bukan main!

Hidangan untuk sarapan pagi saja mengalahkan sebuah pesta orang biasa! Hartawan itu agaknya sedang sarapan, dilayani oleh tujuh orang gadis yang rata-rata berwajah cantik, bertubuh langsing dan bersikap genit. Di sebelah dalam agak ke sudut, terdapat sebuah pembaringan yang besar, yang cukup untuk tidur sepuluh orang.

Agaknya hartawan itu sudah selesai sarapan, karena pada saat itu, para gadis sedang menyingkirkan hidangan-hidangan yang masih panas itu. Ketika Hartawan Coa melihat Siok Bi masuk bersama seorang pemuda yang capingnya lebar dan tergantung di punggung, menutupi buntalan yang cukup besar, dia memandang penuh perhatian. Inilah pemuda yang semalam melindungi Gui Lok, mengalahkan dua orang pengawalnya dan membikin malu padanya di depan umum!

Dan kini pemuda ini berani muncul, bahkan menurut laporan Siok Bi tadi, pemuda ini mengalahkan semua jagoannya dan tentu akan merobohkan puluhan orang pengawal kalau tidak segera diundang masuk. Siok Bi mengatakan bahwa pemuda tu datang bukan untuk membikin kacau, melainkan untuk menyerahkan uang sebanyak lima puluh tail emas!

Dan diapun sudah mendengar bahwa pemuda ini pula yang telah mengeduk lima puluh tail emas dari rumah judi, mengalahkan semua bandar judi yang tangguh. Biarpun hatinya diliputi keraguan dan juga perasaan takut, terpaksa dia menyetujui ketika Siok Bi menyatakan hendak mengundang saja pemuda itu masuk agar dapat bicara baik-baik. Menghadapi seorang pemuda yang selihai itu memang lebih baik degan cara damai. Bahkan, akan amat menguntungkan kalau pemuda selihai itu mau menjadi kaki tangannya!

"Duduklah, orang muda yang gagah perkasaa" kata Hartawan Coa.

Para pelayan wanita segera mengundurkan diri dari kamar itu hanya tinggal Hartawan Coa, Hay Hay dan Siok Bi bertiga saja. Para pengawal kini menggerombol di luar kamar itu, siap melindungi majikan mereka kalau diperlukan.

"Terima kasih, Coa Wan-gwe,” kata Hay Hay sederhana dan diapun menurunkan buntalannya dari atas punggung, meletakkannya di atas meja dan dia sendiri lalu duduk di atas bangku dekat meja.

Siok Bi juga duduk diantara mereka, dengan wajah berseri dan kedua pipi merah, matanya yang indah itu bersinar-sinar karena ia tahu bahwa pemuda itu menepati janji, membawa lima puluh tail emas itu untuk membeli kebebasannya!

Semalam ia sudah memberi kabar kepada pemuda yang mencintainya itu, agar pagi ini siap menantinya di depan gedung, siap pergi bersamanya untuk menjadi suami isteri, memulai hidup baru yang cerah!

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar