*

*

Ads

Jumat, 06 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 036

Biarpun peristiwa di po-koan (rumah judi) itu segera diketahui oleh seluruh penduduk kota Shu-lu karena para penjudi itu ramai membicarakannya, namun tidak ada yang tahu bahwa pendekar muda yang memiliki kesaktian itu tinggal di rumah penginapan Hok-lai-koan.

Hay Hay hanya memberi tahu kepada Siok Bi dan para tukang pukul yang kini sudah kehilangan lagak, bahkan tidak berani keluar dari rumah itu, takut kalau dijadikan buah tertawaan orang-orang. Dengan seenaknya, Hay Hay kembali ke rumah penginapan membawa buntalan emas yang banyak itu.

Malam hari itu, kurang lebih jam delapan malam, seorang gadis cantik memasuki rumah penginapan itu. Para petugas yang berjaga di rumah penginapan itu, agaknya mengenal baik gadis ini dan tidak ada yang berani bersikap kurang ajar, bahkan mereka menyambutnya dengan sikap hormat dan bertanya apa keperluan gadis itu malam-malam berkunjung ke hotel Hok-lai-koan. Semua petugas disitu mengenal gadis ini sebagai orang kepercayaan Coa Wan-gwe, bahkan tahu bahwa gadis ini pandai ilmu silat!

"Apakah nona datang ada hubungannya dengan pesanan kamar Coa Wan-gwe? Beliau belum datang…….. "

"Tidak, aku hendak berkunjung kepada seorang tamu. Sudahlah, kalian tidak perlu tahu urusanku!" katanya dan iapun terus masuk ke dalam.

Para petugas itu tidak berani mengikutinya dan Siok Bi, gadis itu, terus menuju ke ruangan belakang. Orang-orangnya sudah melakukan penyelidikan dan ia tahu dimana kamar yang disewa Hay Hay, yaitu kamar nomor tujuh di belakang. Siok Bi membawa sebuah buntalan yang sejak tadi dipegangnya dengan tangan kiri dan kini ia mengetuk daun pintu kamar nomor tujuh.

"Tuk-tuk-tuk!"

Sunyi sejenak, lalu terdengar suara Hay Hay dari dalam.
“Ya, siapa diluar?"

Mendengar suara yang ramah gembira ini, Siok Bi tersenyum girang. Ia rnenyentuh rambutnya dengan tangan kanan, untuk melihat apakah letak rambutnya beres, mengebutkan ujung bajunya, lalu menjawab, suaranya merdu.

"Hay Kongcu, aku Siok Bi yang datang berkunjung."

Daun pintu terbuka dan Hay Hay berdiri di ambang pintu, memandang gadis itu dengan senyum dan pandang mata kagum.

"Aih, engkau semakin tambah manis dan jelita saja, Siok Bi!”

Wajah yang lembut itu menjadi kemerahan dan iapun melangkah masuk kamar tanpa rikuh lagi.

"Hemm, engkau murah sekali dengan pujianmu, kongcu. Wanita bisa mabok oleh rayuanmu!"

Hay Hay juga masuk kamar tanpa menutup daun pintu. Hal ini nampak benar oleh Siok Bi dan kembali ia semakin kagum. Pemuda ini benar-benar berbeda dengan para pria lain yang tentu akan cepat-cepat menutupkan daun pintu seperti seekor harimau yang melihat seekor kambing memasuki kandangnya!

"Siapa memuji dan merayu? Aku bicara sebenarnya saja, Siok Bi. Kalau engkau tidak percaya bahwa engkau jelita dan manis, coba kau bercermin!"

Siok Bi tersenyum manis.
"Tidak usah kau suruh, sebagai seorang wanita normal, setiap hari aku sudah bercermin, kongcu, sedikitnya dua tiga kali atau lebih akan tetapi tak pernah aku melihat diriku seperti yang kau puji-puji. Sungguh engkau baik sekali, kongcu, dan selama hidupku belum pernah aku bertemu seorang pemuda sehebat kongcu…… "

"Wah-wah, siapa kini yang memuji-muji? Siok Bi, sebenarnya apa maksud kunjunganmu ini? Apakah ada hubungannya dengan berita tentang Ang-hong-cu?"

Siok Bi menoleh ke arah pintu.
"Kongcu, tidakkah sebaiknya kalau daun pintu kamar itu ditutup dulu?"

"Eh? Engkau tidak khawatir, Siok Bi?”

"Apa yang harus kukhawatirkan?"






"Kalau-kalau aku melakukan hal-hal yang tidak baik, atau kalau sampai ada orang lain melihat engkau berada disini dan…….."

"Aku tidak perduli dengan pendapat orang lain, kongcu. Dan tentang kemungkinan engkau melakukan hal-hal yang kau maksudkan itu, aku…… aku akan merasa berbahagia sekali kalau kau sudi……. "

Mendengar ini, jantung di dalam dada Hay Hay berdebar keras. Dia tersenyum dan menutupkan daun pintu, akan tetapi berkali-kali mengingatkan diri sendiri bahwa dia tidak boleh jatuh dalam rayuan gadis ini, seorang gadis pelayan rumah judi yang agaknya memiliki kedudukan cukup terpandang di perkumpulan itu. Tentu bukan seorang perawan yang masih hijau, pikirnya, walaupun mungkin juga bukan seorang wanita penghibur atau wanita pelacur, melihat sikapnya yang lembut walaupun cukup berani.

Akan tetapi baru saja dia mau menutup daun pintu dan membalik, tiba-tiba saja dua buah lengan yang lembut itu telah merangkulnya dan gadis itu telah menciumnya dengan penuh rasa kagum dan mesra sampai Hay Hay gelagapan. Akan tetapi, kemesraan itupun membakar hatinya dan diapun membalas dengan penuh perasaan. Ketika api gairah itu terasa membakar, Hay Hay cepat melepaskan rangkulannya.

"Cukup, Siok Bi. Duduklah dan cetitakan apa maksudmu berkunjung ini!"

Kalau tadi Siok Bi hampir terlena dalam rangkulan itu, tenggelam ke dalam kemesraan karena baru sekali inilah ia berangkulan dan berciuman dengan seorang laki-laki dengan suka rela, dengan sepenuh perasaan cinta dari hatinya, kini iapun sadar dan terkejut mendengar suara yang penuh wibawa itu.

Dengan kedua kaki agak gemetar dan tubuh masih panas dingin, Siok Bi menjatuhkan dirinya di atas pembaringan, napasnya agak terengah.

"Aih, Hay Kongcu……. Belum……. belum pernah selama hidupku aku bertemu dengan seorang pria seperti kongcu yang sungguh seorang jantan sejati! Kedatanganku ini membawa banyak urusan, kongcu. Pertama, aku hendak mengembalikan ini.”

Ia membuka buntalan dan ternyata itu adalah caping milik Hay Hay yang tadi tertinggal di rumah judi. Hay Hay menerima caping itu sambil tertawa.

"Ha-ha, terima kasih. Ini sahabatku yang setia dalam perjalanan selama ini.” Dia menerima caping dan menyimpannya di atas meja.

“Urusan ke dua, kongcu, adalah mengenai pesanmu agar aku menyelidiki tentang Ang-hong-cu itu. Sudah kutanyakan kepada semua orang. Memang ada juga yang pernah mendengar akan nama Ang-hong-cu, akan tetapi tokoh itu terkenal beberapa puluh tahun yang lalu, setidaknya belasan tahun yang lalu dan selama ini tidak lagi terdengar namanya. Bahkan belum pernah ada orang yang melihat wajahnya. Akan tetapi, dari seorang pembantu yang baru saja pulang dari kota raja, aku mendengar bahwa di kota raja ada seorang yang membual bahwa dia adalah seorang keturunan Ang-hong-cu."

"Ahhh……! Sapakah orang itu? Siapa namanya dan dimana tinggalnya?"

"Akupun sudah bertanya akan hal itu. Kebetulan sekali pembantu baru itu mengetahuinya. Namanya dia tidak tahu, hanya mengenalnya sebagai Tang-ciangkun (perwira Tang), seorang perwira yang bekerja di pasukan pengawal istana "

"She Tang ?" Hay Hay bertanya dan jantungnya berdebar kencang.

"Benar, kongcu. Akan tetapi orang itu hanya mendengar bahwa Tang-ciangkun suka membual di luaran bahwa dia adalah keturunan Ang-hong-cu itu saja. Benar atau tidak, tak ada yang mengetahuinya."

"Bagus, itu sudah cukup, Siok Bi. Besok aku akan segera pergi ke kota raja dan menyelidiki orang she Tang yang menjadi perwira pasukan pengawal di istana itu. Beritamu ini sungguh cukup penting dan amat berharga bagiku. Dan masihkah ada urusan lain lagi?"

"Ada, kongcu. Mengenai dirimu…….. " dan tiba-tiba saja Siok Bi menangis.

Hay Hay memandang tajam dan dia mendapat kenyataan bahwa tangis ini bukan dibuat-buat, bukan sandiwara, melainkan tangis karena duka.

"Siok Bi, tenanglah. Apakah yang kau susahkan? Sejak pertemuan pertama, aku sudah diam-diam merasa heran mengapa seorang gadis seperti engkau sampai terperosok menjadi seorang pelayan rumah judi……"

Mendengar ucapan itu, Siok Bi menangis semakin sedih, bahkan menjatuhkan diri menelungkup di atas pembaringan dan terisak-isak. Hay Hay merasa kasihan sekali. Dia duduk di tepi pembaringan dan menekan pundak gadis itu, mengelus rambutnya.

"Tenangkan hatimu dan bicaralah, aku akan menolongmu sedapatku kalau memang engkau membutuhkan pertolongan."

Gadis itu bangkit dan dengan muka basah air mata ia memandang kepada Hay Hay.
"Be……. benarkah, kongcu……? Benarkah engkau sudi menolongku….... ? Sudi mengangkat aku dari lumpur kehinaan ini……?”

Hay Hay tersenyum dan menggunakan jari-jari tangannya mengusap air mata dari pipi yang kini ditinggalkan bedak akan tetapi ternyata kulitnya memang putih mulus dan halus itu. Dia mengangguk.

"Tentu saja, Siok Bi."

"Ah, kongcu……. !"

Siok Bi menubruk, merangkul dan menangis di dada Hay Hay. Jantung di dalam dada itu kembali berdebar keras, tangannya balas mendekap akan tetapi Hay Hay dapat bertahan untuk tidak tergelincir ke dalam jurang birahi.

"Tenanglah, nah, duduklah yang baik dan berceritalah." katanya dan diapun bangkit berdiri, lalu pindah duduk di atas kursi, baju di bagian dadanya basah oleh air mata ketika gadis itu tadi menangis di dadanya.

Siok Bi menyusuti air matanya dengan sehelai saputangan yang sudah menjadi basah. Ia menenangkan dirinya, dengan memejamkan mata dan Hay Hay kembali mendapat kenyataan bahwa gadis ini memang pernah mempelajari ilmu silat, bahkan cara untuk bersamadhi dan memperkuat batin. Dia hanya memandang sambil tersenyum. Tak lama kemudian Siok Bi membuka matanya dan kini pandang matanya terang, tidak layu seperti tadi.

Ia menarik napas panjang,
"Maafkan kelakuanku tadi, kongcu. Bagi kongcu, tentu sikapku tadi bukan sikap seorang gadis yang sopan dan bersusila. Memang aku telah menjadi seorang gadis yang tak tahu malu, kongcu, terseret oleh keadaan diriku,"

Siok Bi lalu menceritakan riwayatnya dengan singkat. Ketika ia berusia tiga belas tahun, ayahnya yang sudah menduda gila judi dan habis-habisan sehingga akhirnya dia dijual oleh ayahnya kepada Hartawan Coa yang merupakan orang terkaya di Shu-lu, juga menjadi kepala dari golongan hitarn di daerah itu.

Ternyata Hartawan Coa suka kepadanya, karena Siok Bi selain cantik juga amat cerdas. Gadis remaja ini diperlakukan dengan baik, bahkan dilatih segala macam kepandaian, termasuk ilmu silat tinggi. Ketika ia sudah dewasa, ia terpaksa melayani Hartawan Coa yang mengambilnya sebagai seorang diantara selirnya yang amat banyak. Mulai saat itu, Siok Bi selain menjadi selir, juga menjadi orang kepercayaan, dan menjadi kepala para pelayan yang berada di rumah judi itu.

"Nah, demikianlah riwayatku, kongcu. Aku hidup bergelimang kehinaan, dan hatiku selalu merana semenjak aku dijual oleh ayah kepada Coa Wan-gwe. Dan ayahpun menderita, menyesal dan dia meninggal dunia karena penyesalannya ketika aku dipaksa menjadi selir Coa Wan-gwe.”

Hay Hay mengangguk-angguk. Betapa banyaknya nasib gadis-gadis keluarga miskin, terutama yang berwajah cantik manis seperti Siok Bi ini. Banyak penggoda datang, berupa hartawan-hartawan yang haus akan bunga cantik yang baru mekar, menggunakan uang mereka untuk membeli gadis-gadis itu.

Masih baik nasib gadis cantik miskin yang mempunyai orang tua yang mempunyai harga diri, akan tetapi kalau orang tuanya mata duitan, sungguh celaka. Gadis itu akan menjadi semacam barang dagangan, dijual kepada hartawan untuk menjadi alat memuaskan nafsunya. Terlalu banyak keluarga yang tidak menghargai anak perempuan, dianggapnya anak perempuan hanya menjadi beban orang tua saja. Pikiran yang sungguh jahat!

"Lalu apa yang dapat kulakukan untukmu, Siok Bi? Biarpun aku merasa kasihan mendengar nasibmu, akan tetapi apa yang dapat kulakukan?" ,

"Tolonglah aku, kongcu. Tolonglah aku agar aku dapat bebas dari cengkeraman Coa Wan-gwe…… " Gadis itu memohon.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar