*

*

Ads

Rabu, 04 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 030

Kota Shu-lu tidak begitu besar namun cukup ramai dan disitu bahkan terdapat sebuah rumah penginapan Hok-lai-koan yang memiliki kamar cukup banyak, dengan sebuah rumah makan.

Karena rumah penginapan ini mempunyai rumah makan sendiri, maka banyak orang luar kota kalau terpaksa menginap di kota Shu-lu lebih senang bermalam disini dari pada di rumah penginapan lain. Kalau di Hok-lai-kodn sudah penuh barulah pengunjung kota itu terpaksa mencari rumah penginapan lain. Hampir setiap hari rumah penginapan itu penuh tamu, dan dengan sendirinya rumah makan itupun selalu ramai karena semua tamu yang bermalam disitu makan di rumah makan itu.

Pemilik rumah makan itu bernama Gui Lok, seorang laki-laki berusia empat puluh lima tahun yang perutnya gendut dan orangnya ramah. Gui Lok ini ahli masak, dan pandai bergaul, pandai menjilat dan mata duitan.

Isterinya yang pertama telah meninggal dunia, meninggalkan seorang anak perempuan yang usianya kini sudah tujuh belas tahun, cantik manis dan ramah walaupun agak pendiam. Gui Lok telah menikah lagi, dengan seorang janda muda yang usianya baru dua puluh lima tahun, cantik dan genit.

Tiga orang ini semua turun tangan mengurus rumah pernginapan dan rumah makan mereka. Biarpun di kedua tempat itu sudah terdapat pegawai-pegawai yang bertugas, namun ayah ibu dan anak itu selalu saja membantu, kadang-kadang dirumah penginapan, akan tetapi lebih sering di rumah makan.

Gui Lok sering membantu di dapur memberi petunjuk kepada para tukang masak, sedangkan isterinya dan puterinya membantu diluar. Hal ini menambah semaraknya rumah makan itu karena keduanya merupakan dua orang wanita yang cantik manis. Isteri Gui Lok dengan kecantikan yang genit memikat, sedangkan Gui Ai Ling degan kecantikan seorang gadis yang sedang mekar bagaikan setangkai bunga segar.

Pagi itu, para tamu dari rumah penginapan sudah berada di rumah makan itu untuk sarapan pagi. Ada yang memesan bubur ayam, ada yang makan bakmi atau makan bakpao, bahkan mereka yang gembul pagi-pagi sudah memesan nasi dengan lauk pauknya!

Diantara para tamu itu, nampak seorang pemuda duduk sendirian di sudut luar rumah makan. Dia seorang pemuda berusia kurang lebih dua puluh dua tahun, memiliki tubuh yang sedang namun tegap dengan dadanya yang bidang. Matanya bersinar-sinar menncorong, mulutnya tersenyum-senyum dan memang pemuda ini berwajah cerah dan manis. Hidungnya mancung dan pakaiannya sederhana, berwarna biru dengan garis-garis kuning. Agaknya pemuda yang menjadi tamu rumah penginapan itu, sehabis sarapan hendak segera pergi ke luar kota karena di atas meja terdapat sebuah caping lebar pelindung panas dan hujan.

Nampaknya saja dia seorang pemuda sederhana biasa saja. Terdapat ribuan orang pemuda seperti dia dan kehadirannya disitu sama sekali tidak menarik perhatian orang, kecuali isteri dan puteri Gui Lok karena pemuda itu memang dapat dibilang tampan dan sikapnya menarik.

Akan tetapi orang kalau sudah mengenal pemuda ini, dia akan terkejut melihat kehadirannya karena pemuda ini sesungguhnya sama sekali bukan orang muda biasa saja, melainkan seorang pemuda gemblengan, murid dari dua orang diantara Delapan Dewa, kemudian digembleng dalam hal ilmu sihir oleh mendiang Pek Mau San-jin dan masih beruntung pula menjadi murid kakek Song Lo-jin yang aneh dan sakti. Pemuda ini bernama Tang Hay, atau lebih dikenal dengan sebutan Hay Hay saja.

Seperti juga halnya pendekar Pek Han Siong, kehidupan Hay Hay ini sejak kecil diliputi penuh rahasia, menjadi rebutan dan terancam bahaya maut. Bahkan kehidupannya dimasa dia masih bayi erat hubungannya dengan Pek Han Siong. Ibunya telah tewas sejak dia masih bayi dan dia bahkan tidak tahu siapa nama ibunya. Ibunya adalah seorang gadis yang menjadi korban jai-hwa-cat yang berjuluk Ang-hong-cu, dan Si Kumbang Merah itu meninggalkan ibunya setelah mengandung. Ibunya membunuh diri di laut bersamanya, akan tetapi dia sendiri diselamatkan oleh mendiang kakek Pek Khun, yaitu kakek buyut dari Pek Han Siong, kemudian dia diaku anak oleh Pek Kong, ayah Pek Han Siong.

Dia dijadikan pengganti Pek Han Siong yang diam-diam dilarikan karena anak itu dianggap Sin-tong dan diperebutkan oleh para pendeta Lama di Tibet karena dianggap sebagai calon guru besar di Tibet! Dan ketika dia masih bayi dan menjadi anak keluarga Pek, pengganti Pek Han Siong, dia diculik oleh suami isteri Lam-hai Siang-mo! Dia diambil anak oleh sepasang iblis itu dan namanya menjadi Siangkoan Hay, karena Lam-hai Siang-mo itu terdiri dari suami Siangkoan Leng dan isteri Ma Kim Li, dua orang datuk sesat yang amat jahat.

Dalam usia tujuh tahun, dia yang masih dianggap sebagai sin-tong, diperebutkan lagi di antara orang-orang dunia kang-ouw sampai akhirnya dia mendengar bahwa dirinya bukanlah putera kandung Lam-hai Siang-mo! Dia lalu melarikan diri, dikejar-kejar oleh para kang-ouw dan akhirnya diselamatkan oleh See-thian Lama atau Gobi San-jin, seorang diantara Delapan Dewa, menjadi muridnya. Kemudian dia menjadi murid Ciu-sian Sin-kai, juga seorang diantara Delapan Dewa.

Demikianlah, berturut-turut dia menjadi murid orang-orang sakti sehingga Hay Hay kini menjadi seorang pemuda gemblengan yang memiliki kesaktian. Bukan saja ilmu silatnya tinggi, akan tetapi juga dia memiliki ilmu sihir yang cukup hebat!






Pemuda ini memiliki watak periang. Suka bergembira dan menggoda orang, dan dia pandai sekali merayu wanita dengan omongan manis sehingga para wanita mudah sekali jatuh cinta atau setidaknya tertarik kepadanya. Akan tetapi, biarpun hal ini agaknya diwarisinya dari ayahnya yang tak pernah dijumpainya, namun dia bukan seorang perusak wanita, bukan seorang pria cabul yang suka memperkosa atau mempermainkan wanita.

Biarpun karena ulahnya itu dia dijuluki Pendekar Mata Keranjang, namun sifat mata keranjangnya itu hanya di kulit saja, hanya di luar dan dia selalu menjaga agar jangan sampai dia mengganggu atau berjina dengan wanita.

Ketika para pendekar menentang pemberontakan yang dipimpin oleh persekutuan Lam-hai Giam-lo, Hay Hay juga ikut membantu para pendekar, bahkan ia terlibat secara langsung. Dia berjasa banyak dalam perjuangan itu, akan tetapi karena sifatnya yang mata keranjang, ketika ada beberapa orang gadis menjadi korban perkosaan Ang-hong-cu, dialah yang dituduh! Dan ditempat itu pula baru Hay Hay mendapat kenyataan bahwa Ang-hong-cu, penjahat keji perusak wanita itu, bukan lain adalah ayah kandungnya sendiri!

Dia lalu mengambil keputusan untuk menebus dosa ayahnya itu, bukan hanya dengan perbuatan-perbuatan baik sebagai seorang pendekar, namun terutama sekali dia harus dapat menangkap ayah kandungnya sendiri agar orang itu mempertanggung jawabkan semua dosanya. Dia harus menangkap Si Kumbang Merah!

Demikianlah riwayat singkat dari Tang Hay atau Hay Hay yang dikenal sebagai Pendekar Mata Keranjang! Padahal, sampai dia berusia dua puluh dua tahun itu, dia masih seorang perjaka tulen! Dan pada pagi hari itu dia duduk di dalam rumah makan karena malam tadi dia bermalam di rumah penginapan Hok-lai-koan.

Hay Hay enak-enak duduk seorang diri, menunggu datangnya pesanannya, yaitu bubur ayam dan air teh panas. Dia tidak tahu betapa sejak dia datang, dia telah menarik perhatian dua orang wanita cantik, ibu dan anak tiri pemilik rumah makan itu. Selagi dia melamun, dia mendengar suara langkah kaki halus menghampirinya. Tentu saja suara ini amat halus dan lirih, tidak terdengar diantara kebisingan dan para tamu, akan tetapi cukup jelas bagi telinga Hay Hay yang terlatih.

Dia mengira pesanannya yang datang, maka dia menoleh dan seketika wajahnya berseri dan matanya bersinar-sinar. Seorang gadis berusia tujuh belas tahun yang berwajah manis telah berdiri di dekat mejanya, memandang kepadanya dengan senyum yang mengalahkan madu manisnya! Dengan ramah sekali gadis itu bertanya tanpa malu-malu kepadanya,

"Apakah kongcu (tuan muda) belum dilayani? Apakah sudah memesan makanan dan minuman?"

Hay Hay tertegun. Sukar baginya untuk menduga bahwa gadis manis ini seorang diantara para pelayan rumah makan itu. Gadis semanis ini? Dia mengangguk sambil tersenyum,

"Sudah, aku sudah pesan kepada seorang pelayan tadi. Bubur dan air teh."

"Kalau begitu, harap tunggu sebentar, kongcu. Maafkanlah kalau pelayanannya kurang cepat karena banyaknya tamu.”

"Tidak mengapa, nona. Biar harus menunggu setahun disini, kalau ada nona yang menemani bicara, sungguh merupakan suatu kebahagiaan besar bagiku. Aduh, betapa sayangnya………… !"

Gadis i tu memandang dengan kedua pipi berubah merah. Biarpun pemuda ganteng ini memujinya, akan tetapi pujian itu tidak kasar dan kurang ajar, berbeda dengan para tamu pria lainnya yang biasanya suka mengeluarkan kata-kata kotor, tidak bersusila dan bahkan kurang ajar kepadanya.

"Kongcu, apanya yang sayang?" tanyanya, ingin tahu apa yang dimaksudkan pemuda ini.

"Ketika tadi aku melihat engkau berdiri seanggun itu, aku mengira sedang bermimpi bertemu bidadari! Ketika nona bicara, kusangka seorang puteri bangsawan yang menjadi tamu restoran ini. Sungguh sayang gadis secantik jelita nona ini, yang anggun, manis dan elok, ternyata seorang pelayan. Disini tempat umum dan nona tentu akan selalu digoda orang, kenapa nona secantik ini tidak tinggal saja dirumah dan melakukan pekerjaan lain?"

Wajah itu berubah semakin merah, akan tetapi bukan karena marah. Kecantikannnya dipuji setinggi langit, disamakan bidadari, disangka puteri bangsawan! Hati gadis mana tidak akan berdebar penuh rasa bangga kalau dipuji-puji seperti ini oleh seorang pria yang ganteng? Apalagi pujian itu sama sekali tidak kurang ajar, bahkan mengandung nasihat.

"Aih, kongcu ini bisa saja memuji orang!" katanya sambil menggigit bibirnya dan matanya mengerling malu-malu akan tetapi hatinya senang. "Sebetulnya, aku bukanlah pelayan rumah makan ini, kongcu. Ayahku pemilik rumah penginapan dan rumah makan ini, aku ikut membantu para pekerja disini."

"Ah, kalau begitu aku bersikap kurang hormat dan telah lancang bicara!" Hay Hay segera bangkit berdiri dan memberi hormat kepada gadis itu. "Silakan duduk, nona. Sungguh aku merasa beruntung sekali dapat bertemu dan berkenalan denganmu. Namaku Hay Hay, dan nona…..?"

"Ai Ling……….. ! Mari sini, ada tamu datang sambutlah!" Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita lain.

"Hemm, namamu Ai Ling, nona? Nama yang amat manis, semanis orangnya." kata Hay Hay.

Akan tetapi gadis itu sudah menjauhinya sambil berseru.
“Baik, ibu!”

Dan iapun pergi menuju ke pintu masuk untuk menyambut tamu-tamu yang baru datang. Sementara itu, kembali Hay Hay menjadi bengong ketika melihat siapa yang datang membawa baki terisi bubur dan minuman teh yang dipesannya, yaitu wanita yang tadi menegur Ai Ling, dan yang disebut ibu oleh gadis itu.

Ibu gadis itu? Mana mungkin? Wanita yang datang dengan lenggang yang aduhai ini paling banyak berusia dua puluh lima tahun! Seorang wanita yang sudah matang, dengan tubuh denok montok, penuh lekuk lengkung menggairahkan, wajahnya putih dan cantik manis, hanya sayang agak terlalu tebal bedak dan gincu yang dipakainya, dengan pakaian yang indah dan mahal, rambut digelung rapi dengan hiasan menarik. Wanita ini dengan lenggang yang lemah gemulai seperti penari ahli, datang menghampirinya dan tersenyum manis kepada Hay Hay.

“Maaf kalau agak lambat, kongcu. Inilah pesananmu. Bubur ayam dan minuman air teh, bukan?” katanya sambil meletakkan hidangan itu di atas meja.

Ia berdiri dekat sekali dengan Hay Hay sehingga pemuda ini dapat mencium keharuman semerbak keluar dari pakaian wanita ini. Dia masih bengong mengamati wanita ini, akhirnya dia menarik napas panjang dan berkata,

"Terima kasih, akan tetapi……. tidak salahkah pendengaranku? Tadi Ai Ling menyebut ibu……., tidak kelirukah aku?"

Wanita itu adalah isteri Gui Lok, bernama Kim Hwa. Dengan sikap genit ia mengerling kepada pemuda ganteng yang sejak tadi memang amat menarik perhatiannya itu, lalu tersenyum cerah, sehingga nampak kilatan giginya yang putih.

"Engkau tidak keliru, kongcu. Aku Kim Hwa, ibu tiri dari Ai Ling. Kenapa kongcu meragukan?"

Hay Hay menarik napas panjang lagi.
"Aihh, siapa yang tidak ragu-ragu? Engkau masih begini muda, cantik jelita lagi, pantasnya menjadi kakak dari Ai Ling, kalau kalian enci adik barulah pantas. Kiranya engkau ibu tirinya? Sungguh, kalian adalah dua orang wanita yang sama cantik manisnya, pantas saja rumah makan ini selalu penuh. Kalian bagaikan dua tangkai bunga mawar indah yang menghias tempat ini sehingga banyak kumbang beterbangan dan berkeliaran disini…….. !"

Senyum di wajah yang cantik genit itu makin cerah dan sepasang mata yang menantang itu makin berseri,

"Ihh, kongcu. Rayuanmu maut! Engkau sendiri seorang pemuda yang amat menarik hati. Siapakah namamu, orang muda yang tampan?",

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar