*

*

Ads

Rabu, 04 Juli 2018

Ang Hong Cu Jilid 027

"Suhu, menurut keterangan suhu Ban Hok Lojin, ada dua macam ilmu sihir, yaitu yang disebut ilmu hitam dan ilmu putih. Ilmu hitam adalah sihir yang dipergunakan orang untuk melakukan kejahatan, sedangkan yang diajarkan suhu Ban Hok Lojin hanyalah untuk melindungi diri dari serangan musuh, terutama untuk menghadapi serangan sihir hitam."

"Kalau begitu bagus sekali, Han Siong. Nah, perlihatkan sedikit kepada kami agar kami menjadi yakin."

"Aih, suheng! Kenapa pelit amat? Hayo perlihatkan kepandaianmu, akupun ingin sekali melihatnya," kata Bi Lian.

Han Siong tersenyum dan diam-diam dia mulai mengerahkan kekuatan batinnya untuk melakukan demonstrasi sihirnya.

"Suhu, subo dan sumoi, andaikata teecu kewalahan menghadapi pengeroyokan atau menghadapi lawan tangguh, teecu dapat membuat lawan bingung untuk menyelamatkan diri dengan memperbanyak diri teecu!"

"Memperbanyak diri?" Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui ClI bertanya hampir berbareng.

"Apa maksudmu, suheng?" Bi Lian juga ingin tahu sekali.

"Suhu, teecu dapat memperbanyak diri, misalnya menjadi dua seperti ini!"

Suara Han Siong berwibawa sekali, menggetar dan tiba-tiba saja ayah, ibu dan anak itu terbelalak melihat betapa tubuh Han Siong benar-benar berubah menjadi dua orang!

"Atau menjadi tiga seperti ini ! " terdengar lagi suara Han Siong dan kini muncul pula seorang Pek Han Siong yang lain dan berdirilah tiga orang pemuda yang kembar di depan mereka.

Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu, dua orang tokoh kang-ouw yang sudah banyak pengalaman dan memiliki kepandaian tinggi itu, cepat mengerahkan tenaga khikang mereka dan memusatkannya kepada pandang mata dan kini lenyaplah dua orang bayangan Han Siong yang lain, tinggal yang seorang saja, yang asli.

Akan tetapi Bi Lian tidak tahu bagaimana caranya membuyarkan penglihatan aneh itu dan iapun berseru sambil tertawa.

"Wah-wah-wah…… ! Kalau aku menjadi lawanmu, aku benar-benar akan kebingungan sekali, suheng! Yang mana sih engkau yang sesungguhnya?"

Han Siong tersenyum, diapun segera melenyapkan dua bayangannya. Lalu dia menjatuhkan diri berlutut di depan suhu dan subonya yang dia tahu dapat menguasai penglihatan mereka tadi.

"Harap suhu dan subo suka memaafkan teecu."

Suami isteri itu saling pandang dan Siangkoan Ci Kang menarik napas panjang.
"Memang hebat ilmu sihir itu, Han Siong. Kami sendiri seketika terpengaruh dan memang merupakan alat pembela diri yang amat ampuh. Kami ikut merasa girang bahwa engkau dilatih oleh seorang sakti seperti locianpwe itu. Sekarang lanjutkan ceritamu, Han Siong."

"Teecu lalu pergi berkunjung ke Pek-sim-pang. Disana teecu bertemu dengan lima orang pendeta Lama yang hendak memaksa teecu pergi ke Tibet. Teecu berhasil mengusir mereka dan teecu bertemu dengan ayah, ibu dan keluarga Pek."

"Ah, sukurlah, Han Siong. Aku ikut merasa gembira bahwa engkau dapat bertemu dengan orang tuamu dan keluargamu disana," kata Toan Hui Cu.

"Akan tetapi dari keluarga Pek, teecu mendengar bahwa adik kandung teecu yang bernama Pek Eng telah pergi meninggaltkan rumah, katanya untuk mencari teecu, kakaknya yang selama hidupnya belum pernah dilihatnya."

"Ah, kasihan sekali adik Pek Eng……. " kata Bi Lian.

"Karena itu, teecu merasa khawatir dan teecu juga tidak lama tinggal di asrama Pek-sim-pang. Teecu berangkat untuk mencari adik Pek Eng dan juga sumoi, teecu mencari dua orang gadis!"

"Dua orang yang selamanya belum pernah suheng lihat. Hik-hik, betapa sukarnya itu…… !" Bi Lian tertawa.

"Akhirnya, teecu menemukan jejak adik Pek Eng yang ditangkap oleh gerombolan pemberontak Lam-hai Giam-lo yang bersarang di Yunan Lembah Yang-ce, maka teecu menyusul kesana dan ternyata teecu menemukan dua-duanya disana!"






Kembali Bi Lian tertawa.
"Orang-orang yang dicarinya itu telah berkumpul di Yunan, bahkan sebelum suheng bertemu dengan aku atau dengan adik Eng, aku dan adik Eng telah menjadi sahabat baik!"

"Pemberontakan Lam-hai Giam-lo dapat dihancurkan oleh para pendekar, kemudian teecu berhasil membujuk sumoi untuk menghadap suhu dan subo di kuil Siauw-lim-si itu." Han Siong mengakhiri ceritanya.

"Kami sungguh bersukur sekali, Han Siong. Engkau bukan saja dapat melaksanakan tugasmu dan memenuhi permintaan kami sehingga berhasil baik, akan tetapi juga dapat menemukan adik kandungmu dan dapat membantu para pendekar untuk menghancurkan persekutuan pemberontak Lam-hai Giam-lo." kata Siangkoan Ci Kang.

"Nah, sekarang giliranmu untuk bercerita, Bi Lian."

Bi Lian lalu menceritakan pengalamannya, sejak ia diambil murid oleh mendiang Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi, dua diantara Empat Setan yang menjadi datuk-datuk sesat di empat penjuru itu. Kedua orang datuk itu senang sekali melihat Bi Lian yang ketika itu berusia enam tahun, seorang anak perempuan yang mungil, manis lincah dan memiliki keberanian luar biasa sekali.

Tentu saja anak kecil yang pemberani itu tadinya mendendam kepada dua orang iblis ini yang dianggap pembunuh keluarga Cu, keluarganya! Akan tetapi dua orang itu menyalahkan dua pasang suami isteri iblis yang memusuhi mereka. Dua pasang suami isteri iblis itulah yang membujuk rakyat dusun mengeroyok mereka sehingga banyak penduduk dusun tewas termasuk keluarga Cu. Bi Lian dapat menerima alasan ini dan iapun mengalihkan dendamnya kepada dua pasang suami isteri iblis, yaitu Lam-hai Siang-mo dan Sepasang Suami Isteri Guha Iblis Pantai Selatan.

"Pelajaran apa saja yang kau peroleh dari Dua Setan itu?" Toan Hui Cu bertanya.

Bi Lian memandang kepada ayah ibunya. Ia melihat sinar mata khawatir berpancar keluar dari pandang mata kedua orang tuanya. Memang, tak dapat disangkal lagi bahwa Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu merasa khawatir sekali membayangkan bahwa anak kandung mereka menjadi murid dua manusia iblis seperti Tung-hek-kwi dan Pek-kwi-ong yang sudah terkenal sekali di dunia kang-ouw sebagai dua orang yang tidak segan melakukan perbuatan jahat dan kejam yang bagaimanapun iuga,

Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu tahu diri. Mereka merasa bahwa mereka adalah keturunan datuk-datuk jahat sekali, maka mendengar betapa puteri mereka menjadi murid dua diantara Empat Setan, tentu saja mereka merasa khawatir kalau-kalau darah nenek moyang puterinya itu akan menurun pada batin puterinya.

Bi Lian tersenyum.
"Ayah dan ibu tak perlu khawatir. Memang aku mempelajari berbagai ilmu silat tinggi dari mendiang suhu Pek-kwi-ong dan Tung-hek-kwi, akan tetapi aku tidak sudi mempelajari dan meniru perbuatan mereka yang kuanggap jahat! Bagaimanapun juga, bimbingan keluarga Cu yang baik, juga bimbingan ayah dan ibu yang ketika itu kuanggap guru, masih meninggalkan kesan di hatiku dan aku tidak terpengaruh oleh watak jahat mereka."

"Sumoi berkata benar,” Han Siong cepat menyambung. "Semenjak bertemu dengan sumoi. Yang teecu lihat, sumoi mempunyai jiwa pendekar seratus prosen, dan bahkan ia telah mendapat julukan Thiat-sim Sian-li sebagai tanda kekerasan hatinya menghadapi orang-orang jahat.”

“Aih, suheng ini memuji-mujiku di depan ayah dan ibu, mau merayu, ya?” Bi Lian bertanya dengan pandang mata nakal menggoda.

Wajah Han Siong seketika berubah merah. Kalau saja gadis itu tahu bahwa mereka telah dijodohkan, tentu tidak akan mengeluarkan kata-kata seperti itu! Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu memandang sambil tersenyum. Mereka tahu bahwa puteri mereka itu berwatak keras, pemberani, dan polos sehingga ucapan yang dikeluarkan tadi hanya untuk menggoda Han Siong, tidak mempunyai makna lain.

“Ah, aku hanya bicara jujur sumoi. Kalau engkau bukan berjiwa pendekar tentu tidak akan menentang gerombolan Lam-hai Giam-lo. Bahkan engkau berjasa besar sekali karena di tanganmulah Lam-hai Giam-lo tewas!"

"Ah, benarkah?"

Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu terkejut mendengar ini karena mereka berdua maklum akan kelihaian Lam-hai Giam-lo. Kalau puteri mereka mampu membunuh iblis itu, tentu puteri mereka itu telah memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa hebatnya!

"Wah, memang suheng tukang memuji. Hemm, jangan-jangan suheng sudah ketularan watak putera Si Tawon Merah itu!"

Tiba-tiba Bi Lian termenung karena ia teringat kepada seorang pemuda yang amat pandai merayu hati wanita, bahkan ia sendiri pernah terpikat oleh puji-pujian dan rayuan yang keluar dari mulut pemuda itu.

Pemuda itu bernama Tang Hay seorang pendekar yang memiliki ilmu kepandaian hebat bukan main, bahkan pandai pula bermain sihir, seorang pemuda pendekar yang gagah perrkasa. Akan tetapi kemudian ketahuan bahwa pemuda perkasa itu adalah putera Ang-hong-cu atau Si Kumbang Merah yang terkenal sebagai penghisap kembang atau seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) perusak dan pemerkosa wanita yang amat keji!

"Sumoi, aku tidak memuji, melainkan bicara secara jujur,” kata Pek Han Siong yang merasa tidak enak mendengar disebutnya nama putera Ang-hong-cu itu.

"Akan tetapi, benarkah engkau telah berhasil membunuh Lam-hai Giam-lo, Bi Lian?" tanya Toan Hui Cu heran.

"Aah, ibu. Suheng ini bisa saja. Memang aku membunuhnya, akan tetapi bukan sendirian, melainkan mengeroyoknya bersama dua orang pendekar yang sakti. Kalau aku sendiri, kiranya tidak akan mampu mengalahkan dia."

"Lanjutkan ceritamu," kata Siangkoan Ci Kang.

"Selama belajar ilmu silat dari kedua orang suhu itu, aku diajak merantau dan aku tidak pernah mencampuri urusan suhu. Akan tetapi aku sendiri mempergunakan kepandaianku untuk menentang kejahatan di mana-mana sehingga orang-orang kang-ouw menjuluki aku Thiat-sim Sian-li. Kemudian, kedua orang suhu merantau ke daerah Yunan dimana aku menemukan jejak dua pasang suami isteri yang kuanggap sebagai musuh besarku karena merekalah yang menyebabkan terbasminya keluarga Cu yang kukira keluargaku sendiri. Dan dalam pengejaran terhadap dua pasang suami isteri itulah kami bertiga bertemu dengan gerombolan Lam-hai Giam-lo! Suhu Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi terbujuk oleh mereka dan biarpun aku tak senang, mereka tetap saja menjadi tamu kehormatan gerombolan pemberontak itu. Bahkan, kemudlan suhu Pak-kwi-ong hendak memaksa aku menerima pinangan Kulana, seorang diantara pimplnan pemberontak berasal dari Birma yang berilmu tinggi dan kaya raya. Aku tidak sudi, dan ketika suhu Pak-kwi-ong memaksa, suhu Tung-hek-kwi membelaku. Mereka kemudian saling serang dan keduanya tewas! Pada waktu itulah bermunculan para pendekar dan aku lalu bergabung dengan mereka untuk membasmi gerombolan pemberontak yang dipimpin oleh Lam-hai Giam-lo, Kulana dan banyak lagi tokoh sesat itu.”

Gadis dan ayah bundanya itu melepaskan kerinduan masing-masing dan selama beberapa hari, mereka hanya bercakap-cakap saja, saling menceritakan pengalaman mereka lebih terperinci.

Beberapa hari kemudian, sehabis makan siang, mereka bertiga, ditemani oleh Han Siong, duduk di atas rumput tebal diluar pondok, di bawah pohon yang rindang. Mereka memang lebih suka bercakap-cakap sambil duduk di atas rumput ini dari pada di dalam pondok.

Tiba-tiba Toan Hui Cu bertanya kepada Han Siong,
"Han Siong, sudahkah engkau menceritakan kepada sumoimu tentang pedang pusaka Kwan-im-pokiam Itu?"

Tiba-tiba wajah Han Siong berubah merah dan dia tidak mampu menjawab, hanya meraba gagang pedang di pinggangnya. Melihat ini, Bi Lian yang menjawab sambil tersenyum.

"Suheng pernah menceritakan bahwa dia selain menerima ilmu-ilmu yang hebat dari ayah dan ibu, juga menerima pemberian pedang pusaka Kwan-im-pokiam, ibu!"

"Bukan hanya sebagai pemberian, Bi Lian," kata Hui Cu dan ia menoleh kepapa suaminya.

Siangkoan Ci Kang mengangguk, agaknya setuju kalau isterinya menyinggung urusan itu.

Ang Hong Cu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar